Bab 19. jatuh cinta

48 19 2
                                    

Ahhhhhhh ketemu lagi ama Ella dan Kelvin
*
*
*
Yuhuuuuuu happy reading semua

******************

“Tidak Clara, aku tidak mau kita putus.” Keputusan Clara sontak membuat Garvin merasa kecewa.

Clara meletakkan pensilnya dengan kasar sembari menatap Garvin. “Diluar sana masih banyak wanita cantik yang setara dengan kamu, Garvin,” gumam Clara seraya menekan nada bicaranya. Namun, di dalam hatinya yang paling kecil ingin rasanya dia menangis sekeras mungkin. Hatinya terasa berat jika harus melepaskan pria yang dicintai, tetapi Clara tidak punya pilihan lain. Demi Garvin, ia mau menanggung rasa sakit, kesepian, menahan rindu yang menggerogoti dirinya.

“Apa yang harus aku lakukan, agar kita tetap bersama,” ucap Garvin lembut. Netranya berkaca-kaca menatap wajah Clara dengan sendu. Hatinya tidak rela jika harus melepaskan wanita yang sudah mencuri hatinya bahkan membuatnya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Tidak mampu menahan air matanya. Clara seketika terisak menangis sembari menutup wajahnya.

“Clara, apakah aku harus pergi dari rumah agar bisa bersamamu,” ujar Garvin lembut.

Clara membuka tangannya pelan, lalu mengusap dengan lembut buliran-buliran air mata yang berlinang di pipi Garvin.

Untuk pertama kalinya. Aku dicintai pria dengan begitu hebatnya. Air Mata yang berlinang adalah bentuk ketulusanmu padaku, tapi aku harus bagaimana, batin Clara. “Sayang, jangan lakukan itu. Nanti, orang tuamu justru akan membenciku,” sahut Clara dengan suara parau.

Garvin seketika merengkuh memeluk dengan erat tubuh Clara. “Percayalah padaku. Aku pasti akan membawamu ke pelaminan, itu janjiku padamu,” Garvin berucap sembari memegang kedua lengan Clara menatapnya dengan penuh kasih sayang.

Clara mengangguk-nganggukkan kepala. Hatinya luluh setelah Garvin meyakinkanya kembali.

“Jangan nangis lagi, lihat wajahmu jadi jelek begini,” goda Garvin seraya mengusap lembut pipi Clara.

Gadis seksi itu tersenyum lembar sembari tertawa kecil. “Ah, jelek juga kamu cinta,” sahutnya seraya memukul pelan bahu Garvin.

“Sayang, aku balik dulu ke rumah dulu ketemu Papa,” pamit Garvin. “Kamu tenangkan dirimu, jangan bilang putus lagi, oke,” tambah Garvin.

Clara tersenyum bahagia. “Aku antar sampai depan,” balasnya.

***

Sampai di depan pintu ruangan kerja Papanya. Garvin tidak langsung masuk, lantaran mendengar pembicaraan antara Papanya dan Ibunya. Dia masih berdiri sembari sesekali mengintip dari celah pintu.

“Biarkan Garvin sama Clara. Dia anak kita satu-satunya. Biarkan dia mencari kebahagiaannya sendiri,” ucap Mamanya.

“Clara tahu apa tentang bisnis. Aku inginkan menantu yang bisa bisnis dan seimbang dengan keluarga kita.”

“Tapi, Pa. Papah lihat sendiri Garvin sangat menyukai Clara dan Mama bisa melihatnya, kalau Garvin sangat bahagia berada di samping Clara,” kekeh Mamanya Garvin.

“Mereka baru cinta-cintanya, belum merasakan rasanya kerasnya kehidupan ini.”

Garvin seketika masuk ke dalam ruangan kerja Papanya.

“Papa salah,” tegasnya. “Garvin, tahu siapa Clara, jadi sampai kapanpun Garvin akan tetap memilih Clara,” tambah Garvin menegaskan pada Papanya.

“Kalau Papa salah menilai Clara, buktikan sama Papa kalau kamu bisa memajukan perusahaan Papa dengan jerih payahmu sendiri,” tantang Papanya.

“Pa, Garvin belum berpengalaman,” bela Mamanya.

“Garvin pasti bisa.”

“Tunjukkan, baru Papa akan merestui hubungan kalian.”

“Baik, Pa,” balasnya tegas

Sejak saat itu demi membuktikan kesungguhannya, Garvin mulai bekerja di perusahaan Papanya lebih rajin dari biasanya, yang biasanya setiap sampai kantor dia datang mendekati makan siang, sekarang datangnya lebih awal.  Dia bersungguh-sungguh membuktikan pada papanya.

***

Langit kian berwarna gelap, terlihat bintang-bintang bertaburan menampakkan gemerlap sinarnya, bersamaan dengan bulan sabit yang tersenyum cerah. Malam yang sunyi mengusik pikiran Kelvin. Hatinya gelisah terngiang-ngiang wajah polos sekretarisnya.

Senyum yang tulus dan sikap apa adanya, keceriaannya membuat hari-harinya terasa berbeda. Dua insan yang sedang merasakan hal aneh di dalam hati mereka masing-masing. Terutama Kelvin, perasaan yang tidak pernah disangka-sangka, tiba-tiba datang membelenggu di setiap detak jantungnya.

“Perasaan apa ini, setiap aku melihat Ella, debaran jantungku semakin terdengar di telingaku,” batin Kelvin.

“Pak Kelvin, terima kasih sudah mengantarku pulang,” ucap Ella.

Disaat Ella hendak membuka pintu, tangan Kelvin seketika menahan pergelangan tangan sekretarisnya. Mereka saling menatap untuk sepersekian detik.

“Ada apa lagi, Pak Kelvin?” tanya Ella.

Pria itu menatap Ella sembari tersenyum tepis. Tangannya terulur memegang tengkuk bagian belakang kepala Ella, kemudian Kelvin memajukan wajahnya, mengikis jarak di antara mereka berdua. Perasaan itu mengalir begitu saja, sampai sebuah ciuman mendarat dengan sempurna di bibir mungil Ella. Sontak netra coklat gadis cantik itu membulat sempurna, jantungnya seakan berhenti berdetak dan dadanya berdebar lebih cepat ketika Kelvin memainkan bibirnya dengan lembut. Kelvin sepersekian detik melepaskan kedua bibir mereka yang saling bertautan, kemudian mengecup sekali lagi bibir Ella, sampai membuat badan gadis cantik itu membeku dan mulutnya terkunci.

Sorry, Ella,” ucap Kelvin lembut.

Ella terdiam terpaku sembari menganggukkan kepala menatap ke depan, kemudian dengan perlahan membuka pintu dan keluar dari mobil. Ia berlari seraya memeluk tasnya kuat.

Sesampainya di dalam kamar. Gadis cantik itu melempar tasnya dengan asal lalu merebahkan tubuhnya ke atas ranjang sembari mengelus lembut bibirnya.

“Ella, kenapa kamu diam saja? Ingat, hanya sandiwara. Ah … kenapa jadi begini, sih.” ucap Ella pelan sembari mengacak-ngacak rambutnya. “Apakah aku jatuh cinta sama pria kaku itu?” tanya Ella pada dirinya sendiri.

Sementara Kelvin yang sudah sampai di apartemennya. Duduk termenung, ia menyibak rambutnya kebelakang sembari memerosotkan duduknya di sofa. Tidak bisa berkata-kata lagi dengan apa yang di rasakan, Kelvin merogoh ponselnya di saku celana kemudian mencari kontak nama Ella, lalu mengirimnya sebuah pesan.

Ella, maaf ya tentang kejadian tadi, Aku---

“Ah, kata-katanya gimna ya, kalau dia tersinggung gimana?” ujar Kelvin sembari memijit pelipisnya pelan.

Kelvin menghapus kembali pesannya, kemudian mengetik kembali.

Lagi apa Ella?

“Sudahlau begini saja,” ucap Kelvin lalu menekan tombol kirim.

Sudah limabelas menit telah berlalu. Kelvin masih gelisah menatap layar ponselnya, menanti sebuah balasan dari sekretaris mungilnya.

“Apa dia marah, karena aku tadi menciumnya?” celetuk Kelvin sendirian. “Ahhhhh, bagaimana ini, kalau Ella keluar kerja gimna? Semua ini salahku, sepertinya aku telah jatuh hati padanya,” cetusnya.

Kelvin menggulirkan badannya ke kanan dan ke kiri di atas ranjang, berulang kali ia memeriksa ponselnya. Akan tetapi, gadis cantik itu belum juga membalas pesan dari Kelvin, sampai membuat mata Kelvin terjaga hingga tengah malam demi menunggu pesan masuk dari Ella.

Terima kasih sudah mampir teman-teman
Jangan lupa tinggalkan jejak Vote dan komentar ya
^_^































LOVE is SWEET ( TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang