𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄 - 03

63 19 4
                                    


Sendu berjalan dengan langkah kaki yang pelan dan kepala yang menunduk, ketika ia merasakan bahwa banyak pasang mata yang menatapnya dengan tatapan yang seperti merendahkan. Di sekolah, Sendu tidak mempunyai teman bahkan dirinya sering sekali dibully.

Sendu memejamkan matanya ketika suara-suara hinaan mereka masuk ke dalam indra pendengarannya, gumpalan kertas satu persatu dilempar dan mengenai kepalanya.

"Orang kayak dia, kenapa masuk sekolah sini sih?" tanya salah satu gadis dengan suara yang sengaja dikeraskan.

"Nyogok kali, secara kan di sini sekolah elit."

Nyogok? Bahkan untuk makan saja ia susah, apalagi menyogok para guru agar bisa masuk ke dalam sekolah ini. Sendu bisa masuk karena mendapatkan beasiswa, karena kepintarannya tetapi Sendu hanya mendapatkan beasiswa untuk pendaftaran dan bayar SPP hanya sampai kelas sepuluh saja, sisanya harus dirinya yang bayar.

Langkah kakinya semakin pelan ketika ia hendak melewati segerombolan laki-laki, yang sedang duduk di sebuah kursi dengan pakaikan yang acak-acakan. Sendu tahu orang-orang itu, mereka adalah laki-laki yang terus mencari masalah di sekolah. Sendu harus berhati-hati jika tidak ingin bersangkutan dengan mereka.

Dug!

Karena terlalu menunduk dan tidak memperhatikan jalan membuat dirinya tersandung kaki salah satu dari mereka dan tersungkur, sepertinya disengaja. Membuat gelak tawa memenuhi koridor sekolah.

"Jalan tuh pake mata, jalan aja nggak bener apalagi hidupnya," celetuk Zaki—laki-laki yang tadi sengaja menaruh kakinya ditengah jalan agar Sendu tersandung.

"Jangan asal sembarangan ngomong, bisa jadi dia jadi jalang," timpal Gilma membuat hati Sendu tercelos dengan mata yang berkaca-kaca, ingatannya berputar untuk mengingat kejadian semalam. Membuat dadanya kembali sesak.

"Satu malem berapa nih?" tanya salah satu laki-laki yang berada di belakang Sendu, Sendu masih menundukkan kepalanya tidak berani menatap mereka semua. Ia bukan siapa-siapa yang memiliki kuasa di sekolah ini.

"Murah palingan," jawab Zaki melipat kedua tangannya di depan dada.

"Cabut, jangan urusin cewek nggak guna," ajak laki-laki yang memiliki netra mata berwarna coklat, yang sedari tadi menatap Sendu dengan tajam dan itu berhasil membuat Sendu bergetar ketakutan.

Harsa Kivandra Frey seseorang yang paling berkuasa di sekolah ini, laki-laki kejam yang sama sekali tidak memiliki hati. Laki-laki itu akan selalu bersikap kasar, kecuali kepada ibunya dan salah satu wanita spesialnya yaitu tambatan hatinya.

Salah satu dari lima laki-laki itu terus menatap Sendu dengan tatapan yang sulit diartikan, lalu ikut melangkah mengikuti ke-empat temannya.

"Caper!"

"Najis gue liatnya."

"Dia pura-pura jatuh, biar ditolongin sama Harsa dan teman-temannya kali."

"Menjijikan."

Air mata yang sedari tadi Sendu tahan akhirnya mengalir, dengan pelan Sendu mulai bangun dari lantai sekolahnya yang kotor. Dan kembali berjalan ke arah tujuannya yaitu ruang TU, Sendu tahu kenapa dirinya dipanggil ke sini.

Setelah dipersilahkan masuk akhirnya Sendu pun menghampiri guru tadi.

"Kamu taukan, kenapa ibu panggil kamu?" tanya Bu Irma seraya melepaskan kacamatanya, yang membuat Huma mengangguk pelan dengan kepala yang menunduk. Dirinya tidak memiliki keberanian hanya untuk sekedar mengangkat kepalanya ketika berada di lingkungan ini.

"Masalah SPP, kapan kamu akan bayar? Sendu, ujian kenaikan kelas sebentar lagi. Kamu nggak akan bisa ikut ujian kalo uang SPP kamu nggak lunas-lunas," ucap Bu Irma seraya membuka buku catatan dan memperlihatkan nominal SPP yang belum terbayarkan.

𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang