𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄 - 02

96 25 14
                                    


"Sendu, kamu kok telat sih. Untung aja pak Rafli belum nyampe," tegur salah satu senior Sendu, membuat Sendu menundukkan kepalanya merasa bersalah.

Setelah hampir dua jam ia berjalan di bawah teriknya sinar matahari, akhirnya ia sampai di toko kue yang sudah terkenal bahkan sudah memilki cabang. Sendu datang dengan penampilan yang sedikit acak-acakan, karena ia sangat lelah sekali berjalan membuat tubuhnya dibanjiri oleh keringat.

"Maaf mbak, lain kali Sendu akan tepat waktu," ucap Sendu dengan suara lembut khasnya.

"Bagus kalo gitu, cepet ganti baju. Sebelum pak Rafli datang, kalo pak Rafli datang bisa dimarahin kamu," ucap senior tadi membuat Huma mengangguk pelan, lalu senior itu melenggang pergi.

Pak Rafli adalah pemilik toko kue ini, dia sedikit galak bahkan tak segan-segan akan memotong gaji para karyawannya ketika karyawannya tidak disiplin. Sendu sudah lumayan lama bekerja di sini, agar bisa diterima di sini Sendu mengalami kesulitan. Tetapi karena skill nya yang bagus dalam membuat kue, akhirnya Sendu diterima. Karena Sendu itu pintar dalam membuat kue, ia ingin suatu saat nanti mempunyai sebuah toko kue tetapi itu hanyalah mimpinya tidak mungkin bisa menjadi nyata.

Lamunan Sendu buyar ketika ada yang menepuk bahunya, dengan cepat Sendu langsung mengganti pakaiannya dan mulai bekerja membuat kue. Karena hari ini pesanan kue sangat banyak, yang di pesan oleh salah satu konglomerat di sini.

Sendu bekerja di bagian belakang, yaitu membuat kue dari awal. Ia harus bertarung dengan pertepungan sampai-sampai badannya akan selalu kotor ketika bekerja. Tetapi Sendu tidak pernah mengeluh akan hal itu, karena menurutnya hidup itu bukan hanya tentang mengeluh yang sedikit-sedikit menyalahkan takdir tuhan.

Setelah adonan sudah siap dan bagus, Sendu mulai memasukan kue ke dalam sebuah oven yang sangat besar yang bisa menampung banyak sekali kue.

Sambil menunggu kue matang, Sendu kembali membuat adonan. Seraya memperhatikan teman-temannya ralat teman kerja karena Sendu sama sekali tidak mempunyai teman dekat. Jika dipikir-pikir mana ada orang yang mau berteman dengannya, sudah miskin tidak punya apa-apa mungkin orang-orang akan berpikir seribu kali untuk menjadi temannya.

"Jangan ngelamun, kue gosong tuh," celetuk Hana seraya membuka oven dan mengeluarkan kue-kuenya membuat Sendu tersenyum kikuk.

Sendu membasuh tangannya yang kotor lalu mulai mengambil kue tersebut, dan menghantarkannya ke depan untuk dihias agar lebih cantik. Tubuh kecil itu mengangkat banyak kue sampai tubuhnya tidak terlihat, Sendu berjalan dengan hati-hati karena takut ia tersandung dan kue itu akan jatuh dan pasti menimbulkan kerugian.

Dengan perlahan Sendu meletakkan kue tersebut di atas meja yang penuh sekali dengan krim dan berbagai hiasan untuk kue, baru saja hendak kembali ke dapur langkah Sendu terhenti ketika ada yang memanggilnya.

"Kamu bantu hias kue, karyawan yang lain lagi izin," titah Nada seraya menghias kue lalu memasukkannya ke sebuah kotak.

"Tapi mbak—"

"Dibelakang udah banyak yang bantu, di sini yang kekurangan!" sentak Nada membuat Sendu mengangguk patuh, ia tidak mau membuat masalah yang akan mengancam pekerjaannya.

Sendu mulai menghias kue dengan tangan yang bergetar, dan perut yang terasa sangat sakit sekali bahkan tubuhnya terasa sangat lemas. Ah, ternyata dirinya belum makan dari pagi dan sekarang hampir malam, bagaimana mau makan uang saja ia tidak punya.

Tanpa sadar air mata Sendu menetes lalu dengan cepat ia menghapusnya kasar, kenapa hidupnya seberat ini? Tubuhnya terlalu mungil, tidak sanggup membawa beban seberat ini.

***

Sendu menggigit jarinya gelisah di depan sebuah ruangan seraya terus berjalan mondar-mandir, waktu sudah menunjukkan tengah malam dan shif dia sudah selesai. Saat ini dirinya sedang berada di depan ruangan atasannya, ia ingin menemuinya tetapi ia takut.

𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang