𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄 - 13

72 12 9
                                    


Dengan langkah yang gontai dan air mata yang masih mengalir, Sendu mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartemennya.

Deg

Tubuh Sendu mematung ketika melihat pemandangan yang berada di depan. Terlihat, Harsa yang tengah memangku seorang gadis dan bersiap ingin mencumbunya, tetapi terhenti ketika melihat keadaan Sendu. Membuat Harsa menatapnya tajam.

"M-maaf." Sendu menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan air matanya yang kembali mengalir.

Apa itu kebahagiaan? Apa rasa sakit akan terus datang kepada Sendu? Rasanya Sendu ingin menyerah kepada dunia. Berapa banyak lagi rasa sakit yang akan dirinya terima? Baru saja tadi dirinya diusir dan ditolak oleh bosnya, lalu uangnya diambil oleh Daren, dan kini Sendu malah melihat pemandangan yang membuat hatinya bagaikan ditusuk beribu-ribu pedang.

Bagaikan ada sebuah benda tak kasat mata yang mencabik-cabik hati Sendu menjadi berkeping-keping. Sendu sakit, Sendu tak kuat, rasanya Sendu ingin berlari dan menangis dengan sekerasnya untuk meluapkan rasa kekecewaannya.

"Lo ganggu." Suara Harsa terdengar dingin dan datar membuat tubuh Sendu menegang. Sungguh, Sendu sangat takut sekali. Ia takut jika akan mendapatkan luka fisik lagi, batinnya sudah sakit apakah fisiknya akan kembali merasakan sakit?

"Kenapa sih dia harus ada di sini? Kenapa nggak kamu usir aja, aku benci dia," celetuk Ayesha melipat kedua tangannya di depan dada sembari menatap Sendu dengan sinis.

"Maaf sayang, biarin dia di sini. Dia bisa layani kita," balas Harsa kembali mengangkat Ayesha agar kembali duduk di atas pangkuannya.

Sendu tahu jika dirinya memang salah, Sendu sangat sadar diri, tapi apa salahnya jika mereka menghargai keberadaan Sendu sedikit saja. Sendu tak meminta banyak Sendu hanya ingin dihargai.

"Kak, Sendu tau semua ini salah Sendu tapi Sendu mohon tolong hargai Sendu. Sendu ini istri kakak," ujar Sendu dengan suara yang tertahan karena saat ini Sendu sedang menahan diri agar tidak menangis.

Melihat bagaimana Ayesha yang duduk di atas pangkuan suaminya dan Harsa yang membelainya lembut, membuat Sendu merasakan jika dadanya terasa sesak. Dirinya ada di sini, hargai sedikit saja. Sendu tak pernah melarang mereka untuk kembali menjalin hubungan asalkan mereka tau tempat dan waktu.

"Lo nggak pantes dihargai." Tangan Harsa mengangkat tubuh Ayesha untuk duduk di sampingnya lalu ia berjalan ke arah Sendu.

Tangan Harsa menarik dagu Sendu agar ia bisa melihat wajahnya. Harsa terdiam ketika melihat mata Sendu yang sangat sayu, hidungnya memerah bahkan pipinya ikut memerah. Bibirnya bergetar karena menahan isak tangis yang akan keluar. Harsa sedikit mencengkram dagu Sendu ketika ia merasakan ada gelenyar aneh di dalam hatinya.

"Ini akibatnya kalo lo masuk ke dalam hidup gua—"

"Sendu udah pernah bilang kalo Sendu juga nggak mau kayak gini. Sendu nggak mau merusak hidup orang lain, tapi keadaan yang memaksa Sendu untuk masuk ke dalam hidup kakak. Andaikan Sendu punya banyak uang, Sendu nggak akan kayak gini, kak. Sendu nggak akan menghancurkan hidup seseorang, Sendu kayak gini karena Sendu sayang ibu dan keluarga. Ibu Sendu sakit," parau Sendu yang langsung memotong ucapan Harsa, karena saat ini hatinya masih sakit dan belum siap menerima kata-kata Harsa yang sangat pedas.

Sendu juga sakit, batin Sendu lalu langsung berlari ke dapur meninggalkan Harsa yang terdiam mematung.

Sesampainya di dapur, Sendu langsung menghapus air matanya lalu masuk ke dalam kamar mandi dan mencuci wajahnya.

"Jangan nangis Sendu, capek nangis terus. Kamu jadi makin lemah," monolog Sendu memandangi wajahnya di cermin kamar mandi. Sendu memegangi dadanya yang sedikit sakit.

Setelah menenangkan diri, gadis itu langsung keluar dari kamar mandi dan membuka pintu kulkas untuk memasak. Karena, Sendu di sini hanya menumpang ia tidak ingin menjadi penumpang yang tidak tahu diri. Karena membuat sang tuan rumah dan kekasihnya kelaparan.

Tangan mungilnya dengan lihai meracik bumbu dan mengaduk-aduk daging ayam yang sudah hampir matang. Kali ini Sendu membuat menu ayam balado berserta dengan sayur yang lainnya.

Setelah matang Sendu langsung memasukkannya ke dalam sebuah mangkok besar, dan juga memasukkan sayur yang lainnya. Kemudian Sendu mengambil dua piring dan mengisinya dengan nasi, tidak lupa juga Sendu membuat minuman dan meletakkan semuanya ke dalam nampan yang lumayan besar.

Sendu sedikit melilit ujung jilbabnya lalu mulai membawa nampan tersebut ke ruang tengah, yang diisi oleh Harsa dan Ayesha.

Melihat itu Sendu tersenyum tipis seolah-olah kejadian tadi bukanlah apa-apa, gadis dengan hijab pink pastel tersebut mulai menata makanan di atas meja dan menghiraukan Harsa yang terus menatapnya.

"Silahkan dinikmati," ucap Sendu seraya memegangi nampan sambil tersenyum manis dengan matanya yang masih terlihat masih sembab.

"Baik juga ya lo, terima kasih pembantu," ucap Ayesha yang sedang menyandarkan kepalanya di dada bidang Harsa.

"Sama-sama." Sendu tidak memasukkan perkataan tersebut ke dalam hati. Karena nyatanya ucapan itu pantas untuk Sendu, pembantu tanpa dibayar.

"Sendu pamit." Sendu melangkahkan kakinya ke dapur untuk menaruh nampan, setelah itu Sendu berjalan ke arah kamarnya dengan Harsa.

Sendu mengambil sebuah buku berserta pulpen lalu berjalan ke arah sofa yang langsung menghadap ke arah luar. Menampilkan gedung-gedung yang sangat tinggi.

"Manusia hebat itu ketika bisa menggunakan otak untuk berpikir dan menciptakan sesuatu. Bukan berpikir bagaimana caranya untuk menjatuhkan satu dengan yang lainnya," gumam Sendu tersenyum tipis seraya terus menatap gedung-gedung tersebut yang menjulang tinggi.

Sendu menundukkan kepalanya untuk melihat buku yang berada di pangkuannya. Lalu, tangannya dengan perlahan mengukir sesuatu di atas kertas putih tersebut.

Satu titik tinta yang jatuh di atas kertas putih bisa membuat kertas itu menjadi kotor, dan sulit untuk dihilangkan. Begitupun dengan perkataan, sedikit perkataan yang menyakiti hati maka luka itu akan membekas dan sulit untuk dihilangkan.

Tangan Sendu masih terus menggoreskan pulpen di atas kertas tersebut, sampai membentuk sebuah bangunan kecil yang mirip dengan toko. Terlihat cantik, simple dan menyenangkan ketika melihatnya.

"Suatu saat, Sendu pengen punya toko kue," gumam Sendu seraya memandangi hasil gambar tangannya.

Sedari kecil Sendu sangat menyukai sesuatu yang berbau kue, dan semenjak itu Sendu bermimpi ingin mempunyai sebuah toko kue miliknya sendiri. Tetapi, karena dirinya tidak mempunyai modal Sendu memutuskan untuk bekerja saja di toko kue milik orang lain. Mungkin bukan inilah jalan hidupnya, karena saat ini Sendu sudah dipecat di toko tersebut.

"Everly cake shop," ucap Sendu seraya menuliskan kata tersebut di depan gambar toko yang tadi dirinya ciptakan.

"Toko kue Everly, lucu banget sih!" seru Sendu tersenyum lebar seraya tertawa karena perkataannya sendiri.

"Mimpi bisa digapai jika kita berusaha." Sendu mengangkat kepalanya dan menatap langit yang akan berubah warna.

𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang