𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄 - 10

58 10 2
                                    


"Cepet! Beli bahan masakan!"

Baru saja Sendu hendak memakan suapan keduanya, Harsa tiba-tiba saja datang dengan raut wajah yang masam.

"Tadi katanya kakak nggak mau." Sendu bersikap cuek dan kembali melanjutkan makan, karena perutnya tidak bisa diajak kompromi.

"Turutin ucapan gua, jangan selalu bantah bisa?!" Harsa memandang sendu dengan tatapan yang berapi-api, seraya melemparkan piring tersebut yang berisi makanan Sendu.

"Kak? Sendu baru makan dua suap, kenapa malah dibuang?" Suara sendu bergetar ketika mengatakan itu.

Harsa memutar bola matanya jengah. Dengan kasar, Harsa menarik tangan Sendu dan membawanya masuk ke dalam mobil. Setelah itu, Harsa langsung saja melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Emosinya menjadi tidak stabil karena gadis ini.

Setelah sampai di supermarket, Harsa langsung saja keluar dari mobilnya dan diikuti oleh Sendu. Mata Sendu berbinar-binar menatap supermarket tersebut, baru kali ini dirinya ke sini. Dan itu membuat Harsa menatapnya jengah.

"Cepet belanja!" titah Harsa membuat Sendu mengangguk patuh dan mulai memilih sayuran dan daging.

"Kak Harsa, ini kayaknya mahal banget. Mending di pasar aja lebih murah," ucap Sendu seraya melihat-lihat daging yang terlihat masih segar.

"Ambil aja, jangan jadi kayak orang miskin bisa?" Harsa mengantongi kedua tangannya di saku celana seraya menatap Sendu dengan datar.

Norak sekali gadis satu ini, sangat jauh dari kriteria idamannya. Dosa apa yang pernah dirinya buat sehingga membuat dirinya bertemu dengan gadis kampungan seperti gadis yang saat ini berada di hadapannya.

Lihatlah, badannya sangat kecil dan lusuh. Bahkan, bajunya sudah tidak layak untuk dipakai. Menyedihkan sekali, tetapi itu tidak berhasil membuat Harsa luluh. Karena nyatanya, di dalam hati dirinya masih sangat membenci gadis tersebut.

Bukan dirinya yang bersalah, tetapi gadis ini yang bersalah. Dan itu berhasil membuat dirinya sangat membenci gadis itu.

"Kak Harsa udah," celetuk Sendu yang membuat Harsa tersadar dari lamunannya.

"Jiwa miskin lo emang bener-bener ada, ya? Miskin, jelek, nggak tau diri, nggak tau berterimakasih. Emang lo kira cuman lo yang makan, gue juga makan bodoh. Kenapa lo ngambilnya cuman sedikit!" sentak Harsa dengan tangan yang terkepal karena Sendu hanya mengambil kebutuhan pokok mereka hanya sedikit.

Tangan kekar Harsa langsung mengambil sayuran, daging, dan bumbu-bumbu dapur dengan asal. Lalu, memasukkan semuanya ke dalam troli besar yang sedari tadi Sendu yang mendorongnya. Tanpa mempedulikan mata Sendu yang perlahan berkaca-kaca.

"Kalo kurang bilang, jangan malah menghina. Karena, tanpa dihina pun Sendu udah sadar," parau Sendu dengan tenggorokan yang tercekat membuat Harsa yang sedang mengambil bayam terhenti begitu saja.

Entah mengapa, ada rasa denyutan di dalam hati Harsa. Tetapi, Harsa tidak memperdulikannya dan tetap kembali mengambil keperluan mereka sehingga membuat troli tersebut sangat penuh.

"Dorong," titah Harsa yang membuat Sendu langsung mendorong troli tersebut tanpa membantah sedikitpun.

Harsa langsung membayar belanjaannya ketika mereka sudah berada di depan kasir. Dua kresek besar langsung saja Sendu bawa, karena Harsa sama sekali tidak mau membantunya.

Sendu mengikuti langkah Harsa tanpa mempedulikan tatapan orang-orang yang menatapnya aneh.

"SAYANG!" teriak seorang gadis yang membuat Harsa langsung menoleh.

Dan senyumnya terbit ketika melihat sang kekasih. Harsa langsung merentangkan tangannya untuk memeluk sang kekasih, tanpa memperdulikan Sendu yang sedang tersenyum getir karena melihat kedua pasangan tersebut yang sangat bahagia hanya karena bertemu. Jadi, dirinya yang perusak bukan orang lain.

Karena nyatanya, semua masalah berawal darinya bukan dari orang lain.

"Kamu lagi ngapain di sini?" tanya Harsa seraya membelai rambut Ayesha dengan lembut, dari tatapannya Harsa sangat mencintai kekasihnya ini.

Ingin marah? Ingin cemburu? Sendu tak pantas, Sendu siapa yang berani untuk marah? Dirinya hanyalah manusia yang tidak berguna, kehadirannya tidak pernah diharapkan oleh siapapun.

"Aku habis di taman, terus liat kamu deh," balas Ayesha tersenyum lebar.

"Sama siapa?"

Suara Harsa kembali terdengar, terdengar lembut dan mengalun indah. Sangat berbeda ketika berbicara dengan Sendu, dengan perlahan kepada Sendu kembali menunduk.

"Sendiri."

"Astaga sayang! Lain kali jangan sendiri, ya? Aku khawatir kalo kamu pergi sendiri. Kalo mau pergi sama aku atau sama teman kamu aja, ya? Pokoknya jangan sendiri," tutur Harsa dengan bertubi-tubi tanpa memikirkan perasaan seorang gadis yang sedari menahan sesak yang sangat luar biasa.

"Iya sayangnya aku." Ayesha menatap Sendu yang baru saja dirinya rasakan kehadirannya. "Ini Sendu, kan? Kok sama kamu? Kamu selingkuh sama dia?!"

"Enggak sayang aku nggak selingkuh, mana mungkin aku selingkuh sama cewek kayak gitu. Bukan tipe aku, sayang," panik Harsa karena takut jika kekasihnya salah paham.

Ayesha melipat kedua tangannya di depan dada, dan memandang Sendu dengan tatapan yang merendahkan. "Terus, kenapa bisa sama kamu."

"Emm dia anak p-pembantu, iya pembantu. Dia lagi butuh uang, jadi dia kerja sama aku buat jadi babu."

Hati Sendu tercelos, detik itu juga air mata yang sedari tadi dirinya tahan akhirnya menetes. Tersenyum getir, serendah itu dirinya dikalangan atas.

"Lo pulang sendiri aja, gua mau sama cewek gua," ketus Harsa menekan kata 'cewek' seolah-olah memberitahu bahwa Ayesha adalah gadis satu-satunya yang berhasil mencuri hatinya.

"T-tapi k-kak—"

"Ayo sayang, kita pergi." Tanpa menghiraukan ucapan Sendu, Harsa langsung melenggang pergi dengan tangan Ayesha yang berada di dalam genggamannya. Meninggalkan Sendu yang tersenyum getir.

"Sendu pulang pake apa, kak? Sendu nggak punya uang buat naik kendaraan umum," lirih Sendu seraya melihat belanjaan mereka yang sangat banyak. Untung saja, jarak antara supermarket dan apartemen lumayan dekat. Hanya butuh tiga puluh menit untuk sampai di sana.

Sendu tertawa pelan, menertawakan nasibnya yang sangat malang. Dengan kaki mungilnya dan sendal yang sangat tipis, Sendu mulai menapaki jalan dan menyusuri jalan dengan kedua tangan yang penuh dengan dua kresek besar. Jujur saja, tangan Sendu terasa pegal.

"Apa semua manusia itu jahat?" tanya Sendu kepada dirinya sendiri seraya terus berjalan.

"Manusia nggak jahat, cuman harapan kita aja yang terlalu tinggi kepada manusia. Sehingga harapan yang tinggi itu mampu membuat dirinya terjatuh dan menganggap bahwa semua manusia jahat. Padahal nyatanya, manusia tak jahat. Hanya saja harapan manusia yang salah dalam mengambil posisi. Berharap kepada Allah jangan kepada manusia, karena manusia sumber kekecewaan untuk manusia lainnya." Sendu tersenyum tipis ketika mengatakannya itu, setidaknya suasana hatinya menjadi lebih baik karena ucapan tersebut.

Di tengah perjalanan, Sendu terdiam sebentar karena ia merasakan bahwa kepalanya sangat sakit. Dan dirinya merasakan sebuah cairan kental yang mengalir dari hidungnya.

"Ya Allah..." rintihnya seraya memejamkan matanya dan reflek menjatuhkan kedua plastiknya untuk memegangi kepalanya yang sangat sakit.

Sendu membuka matanya dan pandangannya menjadi kunang-kunang dan blur. Sendu menarik nafasnya sebentar agar rasa sakit itu sedikit reda.

"Pasti karena belum minum obat." Sendu mengelap hidungnya dengan baju yang dirinya pakai.

Dengan tangan yang bergetar, gadis tersebut kembali mengambil kresek berisi belanjaan yang tadi dirinya dan Harsa beli. Dan Sendu kembali melanjutkan jalannya karena sebentar lagi dirinya akan sampai di apartemen.

"Sebentar lagi," gumam Sendu dengan kaki yang bergetar seraya menyusuri apartemen dan mulai masuk ke dalam lift.

Setelah sampai, lift tersebut pun terbuka dan Sendu langsung saja keluar. Dengan langkah yang gontai, Sendu memasukkan sandi apartemen dan membukanya.

Menit itu, detik itu, ketika pintu apartemen berhasil terbuka. Sendu langsung tak sadarkan diri karena tak kuat menahan tubuh dan kepalanya yang terasa sangat sakit. Apalagi kepalanya.

𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang