𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄 - 05

92 14 4
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Sendu Ashana Everly binti Akmal dengan maskawin tersebut dibayar tunai," ucap Harsa dengan suara yang dingin dan tatapan tajam.

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"Sah!"

"Alhamdulillah."

Harsa memutar bola matanya jengah dengan acara yang tidak pernah dirinya harapkan.

"Menjijikan," desis Harsa ketika Sendu hendak mengecup punggung tangannya, lalu Harsa melepaskan jasnya dan pergi begitu saja menggunakan motornya.

Sendu tersenyum getir memandang kepergian Harsa, dalam hati ia merasakan sesak luar biasa. Dirinya hanya korban kejahatan ayahnya, tetapi rasa bersalah terus menghantui hatinya.

"Anak kurang ajar," hina Hars mengepalkan kedua tangannya.

"Maaf ya, nak," ucap Hars kepada Sendu karena ia merasa malu dengan kelakuan sang putra. Sendu hanya tersenyum tipis lalu mengangguk.

Pagi tadi, secara tiba-tiba Hars menggelar acara pernikahan membuat mereka terkejut. Perdebatan terus terjadi dan dimenangkan oleh Hars dan berakhir acara itupun dilakukan. Hars yang menjadi wali, sedangkan ibu dari Harsa sudah meninggal saat melahirkan Harsa.

Hars hanya mengundang beberapa saksi dan satu penghulu, supaya kabar tentang anaknya yang sudah menikah tidak akan tersebar. Tetapi, dengan tidak sopan nya Harsa malah meninggalkan acara pernikahan ini. Setelah tadi mengulang dua kali akad karena ia selalu salah dalam mengucapkan.

Setelah selesai, Hars menyuruh Sendu untuk pergi ke dalam kamar Harsa. Karena sekarang, itu juga menjadi kamarnya.

Sendu tersenyum karena melihat kamar Harsa yang sangat rapih dan wangi, rasanya sangat mustahil jika laki-laki seperti Harsa selalu mengutamakan kebersihan dan kerapihan.

"Nyaman banget," gumam Sendu seraya mengelus ranjang yang sangat besar dan empuk, karena di rumah dirinya biasa tidur menggunakan tikar karena kasur dipakai oleh anggota keluarganya yang lain.

"Kita memang sangat berbeda, kak. Dari segi manapun kita sangat jauh berbeda, sendu sadar diri. Tapi Sendu juga nggak mau kayak gini, Sendu nggak mau jadi orang ketiga dalam hubungan kakak," lirih Sendu dengan pandangan yang kosong karena mengingat acara tadi yang tiba-tiba saja Harsa pergi meninggalkannya.

Karena merasa gerah Sendu memutuskan untuk mandi dan berganti dengan menggunakan baju santai, yang ia bawa dari rumah. Sudah hampir dua jam Harsa pergi, tetapi Harsa tidak juga kunjung pulang. Membuat Sendu merasakan khawatir. Sendu hanya memilin tangannya karena tidak tau harus melakukan apa, bahkan handphone pun dirinya tidak punya.

Sendu mendongakkan kepalanya ketika mendengar suara pintu yang terbuka, senyum manisnya terbit ketika melihat Harsa yang sudah pulang. Dengan sigap, Sendu menghampiri Harsa. Karena bagaimanapun Harsa tetaplah suaminya dan dirinya harus patuh.

"Dari mana aja, kak?" tanya Sendu dengan suara yang lembut, hatinya sudah siap jika dirinya harus dicaci maki lagi.

"Minggir!" sentak Harsa mendorong tubuh kecil Sendu membuat senyum Sendu luntur.

"Kakak habis darimana? Kakak sakit?" tanya Sendu karena ia melihat jalan Harsa yang sedikit sempoyongan. Sendu membuntuti dari belakang, takut jika terjadi apa-apa.

Harsa memejamkan matanya untuk menahan amarahnya. Baginya, suara Sendu bagaikan kaset rusak yang sangat menggangu gendang telinganya.

"Kakak mau mandi? Biar Sendu siapkan airnya, atau-"

"LO BISA DIEM NGGAK SIH?! SUARA LO JELEK, JIJIK GUE DENGERNYA! NGGAK USAH BANYAK OMONG BISA?!" bentak Harsa menatap nyalang Sendu, membuat tubuh Sendu tersentak.

"T-tapi, kak-"

"Lo itu cuman barang murahan, yang bisa ditukar sama uang. Jadi, nggak usah banyak tingkah, jangan harap gua bakal kasihan sama cewek miskin kayak lo! Lo bukan siapa-siapa yang bisa sembarangan ngomong sama gua!" sentak Harsa mendorong tubuh Sendu lalu mengcengkram dagunya dengan mata yang berapi-api, rasanya dirinya sangat membenci gadis yang ada dihadapannya ini. Karena gadis ini, hidupnya menjadi sangat berantakan.

"S-sendu cuman m-mau ngejalanin t-tugas Sendu sebagai seorang i-istri," lirih Sendu dengan suara yang bergetar karena takut akan amarah Harsa, dagunya juga terasa sangat sakit. Dirinya sudah menjadi seorang istri, apa salahnya jika ia melayani suaminya sendiri.

"Istri?!" Harsa tersenyum miring lalu meludah di samping wajah Sendu.

Dengan kasar, Harsa menarik tubuh Sendu lalu membenturkannya ke dinding. Membuat sang empu meringis karena punggungnya terasa sakit.

"Lo mau berharap apa sama gua? Istri?! Inget jalang, sampe kapanpun gua nggak akan nganggep lo sebagai istri gua. Karena suatu saat nanti, pacar gua yang akan jadi istri gua. Bukan barang murahan kayak lo," ucap Harsa dengan suara yang dingin.

Dengan perlahan, cairan bening mengalir di pipi tirus Sendu. Bagaikan ada tangan yang tak kasat mata, yang meremas hatinya sehingga menimbulkan rasa sakit dan sesak.

"Kakak nggak nganggep Sendu nggak papa, karena Sendu akan tetep ngejalanin tugas Sendu. Ketika kata sah menggema, disaat itu juga Sendu wajib patuh dan melayani kakak. Kalo suatu saat nanti pacar kakak yang akan jadi istri kakak, Sendu ikhlas. Karena nyatanya, hati kakak itu milik dia bukan milik Sendu," tutur Sendu dengan suara yang nyaris tidak terdengar. Yang entah mengapa membuat gelenyar aneh di dalam hati Harsa.

"Bagus kalo gitu. Gua nggak akan pernah menaruh rasa ke cewek kayak lo, yang bisa ngelakuin apapun demi uang. Bahkan, harga diri pun lo jual biar bisa dapetin uang," balas Harsa menjauh dari Sendu seraya membuka jaketnya yang sangat tercium bau alkohol.

"Kakak bilang kayak gitu, karena kakak nggak tau kejadian yang sebenarnya. Bukan Sendu," timpal Sendu seraya mengelap dagunya yang mengeluarkan darah.

"Apapun kejadian yang sebenarnya, menurut gua tetep lo yang salah. Cewek gila uang, sebenarnya gua jijik kalo harus satu atap sama cewek miskin kayak lo. Gua ini hidup mewah jadi nggak biasa aja hidup sama cewek kayak lo," ujar Harsa dengan santai tanpa memikirkan hati Sendu yang terasa sakit.

Rasanya sangat sakit sekali ketika dihina. Padahal, ini bukanlah kemauan dirinya hidup seperti ini.

Sendu tersenyum getir, ia berjalan ke arah kamar mandi dan menyiapkan air untuk suaminya mandi. Tidak apa-apa jika ditolak lagi, karena dirinya akan terus berusaha siapa tau suatu saat nanti hati Harsa akan luluh. Tapi mungkin, sebelum itu terjadi dirinya akan pergi terlebih dahulu meninggalkan semuanya.

Memikirkan itu tanpa sadar air matanya menetes. Sendu berjalan menuju cermin. Ia tersenyum miris karena melihat wajahnya, darah tiba-tiba saja mengalir di hidungnya. Tetapi, Sendu biasa saja seolah-olah itu sudah menjadi hal yang biasa.

"Dua tahun," gumamnya seraya memejamkan matanya untuk menikmati rasa sakit yang menyerang kepalanya. Sendu meringis seraya terus memukul-mukul kepalanya yang masih tertutupi oleh hijab berwarna putih.

Setelah rasa sakitnya sedikit mereda dan hidungnya sudah tidak mengeluarkan darah lagi. Akhirnya, Sendu berjalan ke luar kamar mandi dan melihat Harsa yang sedang memegang handuk.

"Airnya udah siap, kalo kakak mau mandi silahkan," kata Sendu dengan senyuman manis yang terukir indah diwajahnya.

"Banyak kumannya, soalnya lo yang nyiapin. Gua buang aja, nanti gatal-gatal badan gua." Harsa berjalan ke arah kamar mandi dengan sedikit menyenggol bahu Sendu yang membuat Sendu mundur beberapa langkah.

"Baru satu hari." Sendu tersenyum getir seraya memandangi bahu tegap Harsa, yang sudah masuk ke dalam kamar mandi.

𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang