Sendu meringis pelan ketika tubuhnya terasa sangat pegal. Dengan perlahan, matanya terbuka dan memandangi tubuh Harsa yang sedang terbaring nyaman di atas sebuah kasur. Sedangkan dirinya, harus tidur di atas sofa yang sangat kecil.Tetapi tak mengapa, Sendu masih bersyukur. Setidaknya, dirinya tidak tidur di luar akibat pertengkaran tadi malam. Sendu sedikit menggeliatkan tubuhnya, lalu berjalan ke arah Harsa.
"Kak bangun, sholat subuh dulu," ucap Sendu dengan suara yang kecil dan tangan yang menggoyangkan tubuh Harsa dengan sangat pelan, takut jika Harsa kembali mengamuk dan membantingnya.
"Kak," panggil Sendu lagi karena Harsa tak juga kunjung bangun.
"Kak, sholat subuh dulu. Waktunya mau habis."
"Ck! Nggak usah ganggu gue!" sentak Harsa seraya menyingkirkan tangan Sendu dengan kasar, lalu kembali menarik selimutnya.
"Sholat—"
"Diem atau lampu tidur ini melayang ke muka lo," racau Harsa dengan mata yang terpejam dan tangan yang sudah siap melempar lampu tersebut, membuat Sendu menghela nafas panjang.
"Nanti Sendu bangunin lagi." Sendu berjalan ke arah kamar mandi untuk berwudhu.
Setelah itu dirinya memakai mukena dan mulai menjalankan sholat subuh dengan khusyuk. Bagi dirinya, sholat adalah pertemuan antara Allah dengan hambanya. Surat-surat yang dibaca bagaikan sedang berdialog dengan sang pencipta, sehingga menimbulkan kenyamanan di dalam hati.
Dan kenyamanan itu mampu menyingkirkan dunia di dalam hati dan digantikan dengan akhirat. Setelah salam, Sendu membuka Al-Qur'an dan mulai membacanya.
Suara lembut nan indah mengalun indah sampai ke telinga seorang laki-laki yang sedang tertidur di atas ranjang. Matanya memang terpejam, tetapi telinganya mendengarkan suara indah yang sedang melantunkan ayat-ayat suci tersebut.
Tiga puluh menit Sendu habiskan untuk membaca Al-Qur'an. Lalu, dirinya kembali berusaha untuk membangunkan Harsa yang masih bergelung nyaman di atas kasur.
"Bangun, sholat subuh dulu. Habis itu baru mandi." Sendu menghela napas panjang ketika Harsa tetap memejamkan matanya.
"Nggak papa kalo kakak nggak sholat, yang penting Sendu udah ingetin. Tapi, di akhirat nanti jangan seret Sendu ke neraka gara-gara kakak nggak sholat. Padahal, udah Sendu kasih tau." Sendu mulai berjalan meninggalkan kamar tersebut, menuju ke dapur. Niatnya ia akan membantu memasak.
"Sendu bantu, ya?" tanya Sendu kepada salah satu pelayan yang berada di dapur.
"Eh, tidak udah nyonya. Biarkan saya saja," balas pelayan itu membuat Sendu meringis tidak enak.
"Panggil Sendu aja, bi. Jangan nyonya, Sendu nggak enak." Sendu tertunduk malu seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dirinya berasal dari keluarga yang tidak punya apa-apa. Jadi, apa bedanya dirinya dengan pelayan-pelayan yang berada di sini?
"Tapi—"
"Nggak papa, panggil Sendu aja," sela Sendu dengan cepat membuat pelayan itu mengangguk pasrah.
"Baik, Sendu," respon pelayan tersebut membuat Sendu tersenyum senang.
"Sini Sendu bantu." Sendu mengambil alih cumi yang sedang dibersihkan.
"Saya saja."
"Sendu aja."
"Tapi—"
"Kak Harsa suka makanan apa, bi?" tanya Sendu kembali menyela omongan pelayan tadi, bukan bermaksud tidak sopan. Tetapi, jika tidak dihentikan maka perdebatan itu akan terus berlanjut.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄
Genç KurguAnemone adalah nama yang diambil dari sebuah bunga, yang mempunyai arti pelindung. Tetapi, judul dari cerita ini berbanding terbalik dengan isinya karena sosok yang dianggap sebagai pelindung ternyata adalah seorang penghancur. Sendu dan Harsa Send...