𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄 - 04

78 20 3
                                    


Sendu tersenyum getir dengan mata yang berkaca-kaca ketika membaca pengumuman di dalam sebuah kertas, yang memberitahukan bahwa dirinya telah dikeluarkan dari sekolahnya dengan tidak terhormat. Sudah seminggu semenjak masalah hutang kemarin, Sendu memutuskan untuk fokus berkerja tanpa memikirkan sekolahnya karena ia ingin hutang ayahnya cepat terselesaikan.

"Nggak papa kok, nggak papa. Kan cuman dunia," gumam Sendu seraya menghapus air matanya kasar, ia lelah jika harus terus menangis.

Memang, tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan air mata. Akan tetapi, dengan air mata setidaknya bisa mengurangi rasa sesak yang ada di dalam dadanya.

"Kenapa hidup Sendu kayak gini? Kenapa dunia sejahat ini? Sendu pengen kayak remaja pada umumnya. Bersenang-senang tanpa memikirkan hidupnya. Sendu masih pengen banget buat sekolah," parau Sendu dengan tenggorakan yang terasa sangat sakit, karena ia menahan isakan yang akan keluar.

"Sendu, cepet kerja lagi! Ada pesanan!" teriak salah satu senior Sendu membuat Sendu dengan cepat menghabiskan makanan, yang tadi dirinya beli.

Setelah selesai, dengan cepat Sendu kembali ke dapur yang berada di toko dan mulai bekerja membuat kue. Sebenarnya dirinya sangat lelah karena harus terus bekerja, entah mengapa fisiknya akhir-akhir ini mudah sekali lelah.

"Emang siapa, sih, yang mesen kue sebanyak ini?" tanya Erna kepada temannya yang juga sedang membuat kue.

"Katanya salah satu orang kaya yang ada di gang mawar itu, buat pesta. Anaknya yang cewek itu mau ulang tahun," jawab Ima yang sedang memanggang kue, membuat Erna mengangguk.

"Sendu, akhir-akhir ini kayaknya aku nggak ngeliat kamu sekolah lagi. Biasanya kamu habis sekolah baru ke sini," celetuk Erna seraya fokus membuat adonan.

"Dikeluarin mbak," jawab Sendu dengan suara yang sedikit serak.

"Kok bisa? Sayang banget padahal mah," sahut Ima membuat Sendu tersenyum getir.

"Kenapa dikeluarin? Padahal kamu anak baik," timpal Erna menatap heran Sendu yang tubuhnya sangat kecil sekali.

Sendu tersenyum tipis. "Nggak tau mbak, mungkin udah jalannya," balas Sendu membuat Erna menatapnya kasihan.

***

"Sendu pamit pulang duluan," ucap Sendu seraya mengambil tas selempangnya. Sendu menatap teman-temannya yang sedang menutup toko, karena hari sudah malam.

Setelah mendapatkan jawaban, akhirnya Sendu berjalan menyusuri jalan dengan kakinya yang kecil. Malam sudah sangat larut sekali, mustahil jika ada kendaraan yang akan lewat.

Sesekali, Sendu mendongakkan kepalanya untuk melihat langit yang dipenuhi oleh cahaya bulan dan bintang.

"Itu kok, kayak orang lagi berantem," gumam Sendu menyipitkan matanya guna memperjelas penglihatannya. Matanya membulat ketika melihat orang-orang yang saling memukul, terlihat ramai sekali.

"Kak Harsa!" Sendu membulatkan matanya ketika tidak sengaja melihat wajah kakak kelasnya, yang sudah babak belur sekali. Sendu ingin menolong, tetapi Sendu sangat takut sekali.

Sendu memilih untuk pergi meninggalkan tempat itu dengan sedikit berlari, karena salah satu dari mereka ada yang menatapnya. Dengan nafas yang terengah-engah, Sendu menatap rumahnya yang sangat ramai sekali.

Sendu mengerutkan keningnya bingung, lalu mulai berjalan masuk ke dalam.

"Bapak!" seru Sendu dengan jantung yang berdetak jauh lebih kencang, ketika melihat Akmal yang sedang dipukuli oleh beberapa orang yang berpakaian serba hitam.

𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang