Pagi hari datang menyapa dengan sinar hangat matahari yang masuk melalui celah jendela, membuat seorang gadis yang tertidur di atas sebuah sofa mengerjabkan matanya untuk menghalau sinar tersebut. Setelah mengumpulkan nyawanya, gadis tersebut bangun dari tidurnya dan menatap seorang laki-laki yang masih nyaman bergelung dengan selimut tebalnya.Gadis itu yang tidak lain adalah Sendu sedikit membernarkan hijabnya. Sampai saat ini, Sendu masih belum berani membuka hijabnya karena ia malu sangat malu kepada Harsa. Sendu melipat selimut tipis yang ia bawa dari rumah, kemudian ia berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Beberapa menit kemudian Sendu keluar dengan keadaan yang jauh lebih segar. Sendu mengembuskan napasnya pelan, lalu mulai berjalan mendekati Harsa dan sedikit menggoyangkan tubuh kekar tersebut.
"Kak, bangun," ucap Sendu dengan suara yang pelan, ia takut jika Harsa akan kembali marah kalau dibangunkan, tetapi Sendu juga tidak mau membuat Harsa telat masuk sekolah.
"Kak?" Sendu kembali menggoyangkan badan Harsa dengan pelan tetapi laki-laki pemilik tubuh kekar tersebut tidak bergeming sedikitpun.
"Kak Harsa, bangun. Udah siang nanti kakak telat ke sekolahnya," ucap Sendu lagi tetapi hasilnya nihil karena Harsa tetap tidak membuka matanya.
"Kak Harsa susah banget, sih, dibangunin." Sendu kembali berdiri dan berjalan ke arah dapur, ia akan membersihkan apartemen dan memasak terlebih dahulu jika sudah selesai Sendu akan kembali membangunkan suaminya itu.
Sendu hanya sedikit membersihkan dapur, karena dapur tidak terlalu kotor dan acak-acakan. Setelah itu, Sendu memilih untuk memasak sebelum Harsa bangun dari tidurnya. Setelah berkutat dengan urusan dapur, Sendu kembali masuk ke dalam kamar.
"Belum bangun juga astaghfirullah," gumam Sendu menggelengkan kepalanya karena melihat Harsa yang masih tertidur pulas.
Gadis itu berjalan ke arah lemari dan membukanya untuk menyiapkan baju seragam Harsa. Sendu tersenyum getir seraya mengusap baju seragam milik Harsa, gadis itu sering kali merasa iri kepada remaja yang seumurannya masih bisa sekolah dengan normal tanpa ada halangan seperti dirinya.
"Ngapain lo!" sentak Harsa dengan suaranya yang serak karena ia baru bangun dari tidur, membuat Sendu tersentak kaget lalu menghapus air matanya yang jatuh tanpa ia sadari.
"N-nggak papa, Sendu tadi cuman mau ngambil seragam Kakak," jawab Sendu dengan terbata-bata lalu tersenyum tipis membuat Harsa memutar bola matanya malas.
"Awas aja kalo uang, jam, sama barang-barang berharga gue hilang karena diambil sama lo," ketus Harsa memandang tajam ke arah gadis itu yang masih tersenyum tipis.
"Sendu nggak sejahat itu, Kak," balas Sendu dengan suaranya yang lembut walaupun hatinya terasa diremas sesuatu.
"Siapa tau, 'kan lo gila uang. Semua bisa lo gunakan buat dapet uang, bisa-bisanya gue ketemu cewek matre kayak lo. Sial banget hidup gue," hina Harsa tanpa menatap wajah Sendu karena wajah itu terlalu membuatnya mual.
Senyum Sendu seketika luntur, ia kembali menghapus air matanya yang jatuh. "S-sendu ke bawah dulu, Kakak jangan lupa sarapan biar nggak sakit perut," tutur Sendu dengan suara yang serak karena ia menahan isak tangis.
Gadis itu berjalan ke arah kasur untuk menaruh seragam milik Harsa, setelah itu dirinya turun ke bawah dan duduk di kursi meja makan. Untuk menunggu Harsa turun dari kamarnya. Tatapan matanya kosong dengan lelehan air bening yang masih mengalir di pipinya, perkataan-perkataan Harsa masih terngiang-ngiang di dalam pikirannya yang membuat hatinya berdenyut sakit.
"Nggak usah drama lo, kerjaannya bikin gue muak aja," ketus Harsa yang sudah turun dari tangga dengan pakaian yang acak-acakan dan melihat Sendu yang hanya melamun.
"K-kakak usah siap? Ayo makan dulu." Sendu menyunggingkan senyuman manisnya karena melihat Harsa, dengan cepat Sendu mengambilkan nasi dan lauk menunggu Harsa berjalan ke meja makan.
"Sarapan, ya, Kak? Nanti Kakak sakit perut kalo nggak sarapan," lanjut Sendu karena melihat Harsa yang hanya diam tanpa melangkahkan kakinya.
"Lo do'ain gue kayak gitu? Jahat banget lo dasar munafik!" sentak Harsa yang membuat Sendu gelagapan. Mengapa laki-laki ini selalu berprasangka buruk kepadanya.
"Eh enggak gitu, Kak, Sendu takut aja. Kakak makan, ya? 'kan Sendu udah masak buat Kakak," ujar Sendu seraya bangun dari duduknya dan berjalan ke arah Harsa dengan membawa satu piring berisi nasi dan lauk.
"Males banget makan masakan lo, takut beracun," kata Harsa memandang piring yang dibawa oleh Sendu.
"Enggak, Kak, Sendu jamin itu. Kakak sarapan dulu." Sendu masih tetap kekeh menawarkan sarapan ke Harsa, berharap bahwa Harsa akan memakannya.
"KALO GUE BILANG ENGGAK, YA, BERARTI ENGGAK! LO NGERTI NGGAK, SIH!" bentak Harsa sampai otot-otot lehernya muncul, seraya melemparkan piring tersebut ke arah lantai yang membuatnya pecah dan berceceran.
Tubuh Sendu menegang dengan wajah yang pucat karena bentakan dan lemparan piring itu, sedangkan Harsa tersenyum smirk lalu pergi dari sana.
"Kak tunggu!" teriak Sendu akan tetapi Harsa tak peduli, dengan cepat Sendu berlari ke dapur dan tangannya cekatan dalam mengambil wadah bekal lalu mengisinya dengan nasi goreng.
Setelah itu ia berlari ke arah depan dengan sekuat tenaga, akan tetapi harapannya pupus ketika melihat Harsa yang sudah pergi meninggalkan pekarangan rumah. Meninggalkan Sendu yang memandangnya dengan mata yang berkaca-kaca. Sendu tersenyum getir, lalu memilih pergi ke depan apartemen dan memberikan makanan itu ke Pak Satpam.
Kemudian Sendu kembali ke apartemennya untuk membersihkan pecahan piring tadi. Tak ada raut marah yang ada di wajahnya, setelah bersih Sendu pun membuangnya ke kotak sampah.
Setelah semuanya selesai Sendu pun kembali ke kamarnya. "Kak, Sendu izin pinjam, ya," gumam Sendu tertawa pelan seraya mengambil satu buku paket tebal, yang berada di rak buku.
Selama Sendu tinggal di sini Sendu tak pernah melihat Harsa belajar ataupun memegang buku itu, yang membuat bukunya sedikit berdebu. Akan tetapi Sendu tahu betul jika Harsa adalah sosok laki-laki yang memiliki otak cerdas.
Sendu bangun dari duduknya lalu mengambil buku yang berada di tas sekolahnya yang dulu. Setelah itu ia kembali duduk di sofa tadi, satu persatu lembaran buku dirinya buka dan dipelajari. Raut wajah Sendu ketika serius terlihat lebih cantik, beberapa kali terlihat guratan di keningnya yang menunjukkan bahwa dirinya sedang kebingungan.
Namun tak lama kemudian guratan itu hilang dan digantikan dengan senyuman puas. Karena dirinya berhasil memahami materi tersebut dan mencoba menulis dan mengerjakannya di buku yang berada di pangkuannya.
Inilah kegiatannya ketika Harsa sudah berangkat ke sekolah dan Sendu sering kali bingung ingin melakukan apa di apartemen ini. Oleh karena itu dirinya memilih untuk meminjam buku Harsa dan belajar lewat buku tersebut. Tak mengapa jika dirinya tak belajar di sekolah yang terpenting dirinya sama-sama sedang mencari ilmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐍𝐄𝐌𝐎𝐍𝐄
Teen FictionAnemone adalah nama yang diambil dari sebuah bunga, yang mempunyai arti pelindung. Tetapi, judul dari cerita ini berbanding terbalik dengan isinya karena sosok yang dianggap sebagai pelindung ternyata adalah seorang penghancur. Sendu dan Harsa Send...