[17]

2.1K 254 22
                                    

Hari ini adalah real hari pertama Serena dan Alan di skors. Kalau paginya Alan karena nggak sekolah ya ngeluarin motor ayah dan ibunya untuk dipanasi. Dia dengan sadar diri melakukan itu karena beberapa hari lalu mengecewakan. Biasanya pagi itu cuma bangun, sapu halaman kecil depan rumah terus siap siap. Nggak ada tuh manasin motor dan cuci baju. Kali ini beberapa tugas ibunya ia ambil alih pas libur. Menunggu mesin cuci dan menjemurnya.

"Mau ngapain kamu 2 hari libur kaya gini?" tanya Adji sembari memakai kaos kakinya.

"Dirumah belajar."

"Masuk kelas taekwondo lagi." suruh Adji.

"Enggak, kan awal kelas 11 sudah perjanjian untuk nggak ikut taekwondo dulu." bela Alan. Perjanjian itu emang ada pas kenaikan kelas 11. Alan merasa capek dan memang butuh istirahat sebentar saja.

"Terus mau ngapain 2 hari? belajar terus malah bikin stress yang buat kamu nggak bisa mikir." jelas Adji. Anaknya ini benar benar keras kepala, walau sudah melupakan kejadian kemarin. Adji dan istri masih was was. Apalagi melihat Serena, Serena ini seperti model anak yang nggak takut apa apa.

"Kan bantu bantu rumah, nanti siapin materi TK ibu. Siapin materi anak anak les. Aku belum mau gabung kelas lagi dalam waktu dekat yah."

"Yasudah, ayo sarapan dulu." ajaknya. Maksa juga kalau modelan Alan pasti nggak bisa.

"Mas, bantu ibu cari materi teka teki silang ya. Nanti sore soalnya anak anak SMP yang les." jelas ibunya sembari memberikan sesendok nasi goreng disusul telur ceplok.

"Kemarin juga ada anak SMP?"

"Kemarin tuh dia cuma ngulang materi, seharusnya ya hari ini kalau mau ikut les khusus SMP." jelas Ria yang diangguki Alan paham.

"Okee, temanya?"

"Pengetahuan aja yang masih bisa dikerjakan anak anak SMP. Jangan sulit sulit."

"Iyaa."

"Nak Serena masih hubungi kamu?" pertanyaan tak terduga berasal dari ibunya membuat Alan yang menyuap berhenti sesaat.

"Masih. Kan seperti omongan hari itu bu, aku sama dia udah ada hubungan." Alan berani mengatakan ini karena ibu dan ayahnya tidak yang strict. Bahkan waktu pacar pertamanya dia juga dia kenalkan di keluarganya. Tapi yang hanya sekedar tau, mereka seringnya ketemu diluar. Alan juga nggak secara langsung memperkenalkan, hanya ibu dan ayahnya tau pacarnya waktu itu.

Ibu dan ayahnya cenderung meminta Alan terbuka daripada malah diem diem dan nggak terpantau.

"Mas, ini bukan urusan mudah loh. Nak Serena itu anak petinggi negara, bahkan buyutnya itu mantan presiden. Kalau kamu salah dikit aja, semua tambah rumit." ucap ibunya lemah.

"Tauu ibu. Ibu tau kan Alan kaya apa? semua juga ada resikonya. Alan tau, Serena juga tau. Kalau urusan keluarganya jangan terlalu dipikirkan. Lagipula kita cuma pacaran, belum juga mikir sejauh itu yang membutuhkan persetujuan keluarganya juga." ucap Alan.

"Semua tidak sesimple itu Lan. Sekarang papa mama Serena tau kamu, tau kita, tau hubungan ini. Kamu bilang tidak membutuhkan persetujuan? dari awal permasalahan ini sudah membutuhkan persetujuan. Mau kamu selesai baik baik semua bakal rumit, kamu pikir mereka bakal lepasin kamu gitu aja kalau kalian gagal mencoba?" cecar ayahnya.

Alan juga merasa kepalanya penuh, dia merasa keputusannya salah tapi ada beberapa sisi benar. Mana Serena yang sekarang itu sering menyebut kalau mereka ini belum cinta. Hal itu juga mengusik Alan walau benar.

"Yah, namanya mencoba pasti fifty fifty, aku berharapnya kita berdua berhasil. Aku nggak mau mikir sejauh itu, bikin tambah berantakan isi kepala. Aku pengennya aku nikmati dulu." jelas Alan.

Sense Of RythmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang