10. | Run

224 144 272
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya^^






Happy reading!


Pukul 11.26 A.M

Semuanya duduk dengan bersebelahan dan beberapa berjarakan. "Masih ada 7 jam lagi sebelum malam, apa kita hanya perlu menunggu di sini selama itu?" Tanya Alya.

"Benar." Jawab Azizah.

"Pasti agak membosankan tetapi lebih baik dari pada di luar sana." Sahut Aza lesu.

"Akan lebih baik kita manfaatkan waktu 7 jam itu untuk tidur," ucap Jihan.

Semua atensi beralih pada gadis itu. "Hanya tidur?" Bingung Azizah.

"Iya, tapi tentu tidak nonstop 7 jam. Walau masih terlihat aman tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi nanti, lebih baik untuk kita bergantian dalam berjaga dengan jarak dua setengah jam per-tiga orang, bagaimana?" Jelas Jihan.

"Tidak buruk juga." Sahut Zaiden. Yang lain juga balas dengan anggukan setuju.

"Bagaimana jika aku dan Sagara berjaga duluan dengan satu orang lagi yang bersedia berjaga bersama kami?" Aju Jey.

"Yang akan berjaga pertama adalah aku, Zaiden dan Jey. Untuk giliran selanjutnya akan di bangunkan secara random." Putus Jihan tidak mengacuhkan ajuan dari Jey.

Yang lain juga tampak tidak mempermasalahkan keputusan itu.

"Kau belum mempercayai aku dan Sagara ya," Jey membuka suara setelah yang lain tertidur.

Jihan yang tengah melihat-lihat pedangnya mengalihkan atensi pada Jey tanpa ekspresi yang berarti.

"Pastinya memang susah untuk percaya pada kami apapun–"

"Dia terlihat lelah." Potong Jihan. Gadis itu kembali melihat-lihat pedangnya— memperkirakan apakah pedang itu kuat dan bisa bertahan lama. 'tapi tak di pungkiri aku memang mencurigai kalian.' Batinnya

"... Begitu." Tidak ada lagi pembicaraan setelahnya. Zaiden sendiri hanya diam mendengarkan sambil terus melihat pada celah kecil untuk memperhatikan lingkungan sekitar.

Dua setengah jam berlalu tanpa pembicaraan berlanjut di antara ketiganya. Pukul 13.00 P.M, yang berjaga selanjutnya adalah Decha, Azizah dan Rafael.

"Sepi juga ya zah," ucap Decha membuka pembicaraan.

"Iya, jadi agak merinding." Balas Azizah.

"Kau sungguh mempercayainya?" Rafa berucap dengan mata tajamnya mengunci pandangan pada Azizah.

"Apa maksudmu?" Bingung Decha.

"Gadis tadi," ujarnya, kedua gadis itu tentu tahu bahwa yang dimaksud adalah Jihan.

"Tentu saja." Balas Azizah tanpa ekspresi.

Laki-laki itu mendengus. "Naif."

Azizah mengangkat sebelah alisnya. "Apa masalahmu?" Tanya gadis itu datar.

"Kau sebenarnya tahu sendiri apa jawabannya,"

"Aku tidak,"

"Terserah jika kau ingin terus seperti itu." Rafa mengalihkan atensi dari Azizah.

Decha yang sedari tadi hanya memperhatikan kontes adu tatapan tajam itu tidak tahu harus berbuat apa. Dua setengah jam ketiganya di habiskan dengan Decha dan Azizah yang mengobrol ringan sambil terus berjaga dan Rafa yang hanya diam.

LAND OF THE DEAD Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang