Dipenghujung hari matahari tampak sudah condong ke barat. Bersiap menenggelamkan diri dalam cakrawala. Namun, belum juga ada tanda-tanda bahwa sesi latihan eskul marching band akan segera selesai.
Di tengah lapangan tim inti yang akan mengikuti lomba tampak masih sibuk berlatih. Membentuk irama-irama yang konsisten dan menyapa telinga dengan indah. Padahal ini baru kali ketiga mereka latihan. Sedangkan di sisi sebelah kanan lapangan, dua mayoret andalan Arcadia International School juga tengah berlatih dengan giat. Berbagai gerakan dan atraksi pun sudah mereka peragakan. Tentu saja hasilnya nyaris sempurna. Walaupun kadang Azel masih sedikit keteteran dan merelakan kepalanya terhantam tongkat.
Di tepi lapangan ada sosok yang menjelma jadi pengawas dadakan. Mata elangnya tak absen melabuhkan pandang pada sosok bersurai hitam yang tengah mengasah gerakan. Ingin tahu siapa pengawas dadakan itu? Ya, siapa lagi jika bukan Jay?
Keberadaan Jay di sana juga berhasil mencuri sebagian fokus para anggota eskul marching band. Mereka tentunya terutama para siswi yang tak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk menatap Jay. Memanjakan mata mereka dengan wajah tampan yang nyaris sempurna seorang Jayandra.
Hanya dengan balutan seragam berpafh dengan jaket hitam serta rambut hitam, sosok Jay telah berhasil menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian. Jangan lupakan hidungnya yang mancung, serta sorot mata yang selalu tajam nyaris penuh intimidasi. Semua itu benar-benar menambah pesona seorang Jayandra.
Jay duduk di tepi lapangan dengan tubuh condong kedepan dan tangan yang saling bertaut. Iris pekatnya terus menjadikan Azel sebagai fokus utamanya. Hingga tak lama gadis itupun mendekat, pertanda latihan telah usai.
Peluh tampak menghiasi wajah chubby Azel. Sorot lelah pun terpancar jelas pada mata coklatnya.
Dengan langkah super lemas, ia pun menghampiri Jay. Mendudukkan diri di samping Jay yang masih betah diam dan hanya memperhatikan Azel.
Tiba-tiba Azel menengadahkan tangannya, seolah tengah meminta sesuatu pada Jay.
"Apa?" tanya Jay disertai dengan alis yang menukik.
"Minum. Mana?"
"Lo pikir gue---"
"Kak Jay?"
Ucapan lelaki itu terpangkas kala mendengan ada yang memanggil namanya. Penyebabnya tentu saja kehadiran dari sosok yang beberapa hari ini gencar sekali mengejarnya. Selain muncul tiba-tiba dan berhasil membuat Jay mulai muak.
"Kak Jay, masih marah sama aku? Kapan bakal maafin aku?"
Ya, benar sekali. Gadis yang kini berdiri di depan Jay dan Azel itu, tak lain adalah Laura.
Jay menoleh, menampilkan wajah serta tatapan super dinginnya. Sejenak mampu membuat anggota marching band yang menyaksikan jadi menahan napas. Laura tertekan dengan aura mencekam yang Jay tularkan.
"Lo tolol apa gimana? Gue bilang kita putus! Masih kurang jelas?" desis Jay.
"Nggak... Aku yakin kak Jay ngga serius mutusin aku.... Kak Jay masih sayang sama aku." bantah Laura.
Suara Laura semakin serak karena menahan tangis. Matanya pun tampak berkaca-kaca.
Menyaksikan kondisi Laura, Azel tentu merasa tak tega. Ia bahkan sudah beberapa kali menyenggol lengan Jay. Mencoba memberi isyarat agar Jay tak bersikap terlalu kejam pada mantannya yang satu ini."Kakak sendiri yang bilang, kalo kakak sayang sama aku." kata Laura.
Kemudian, Laura menyodorkan satu botol minuman pada Jay. Bibirnya tersenyum manis, meskipun sudah pasti hatinya menangis. Siapa yang tak akan menangis jika di perlakukan seperti itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT IS MY DESTINY???
FanfictionJayandra Aditya Nareshta adalah cowok populer di Arcadia International School, salah satu SMA Internasional ternama di Jakarta. Kepopulerannya di tunjang oleh penampilan dan tampangnya yang tampan juga kiprahnya sebagai playboy. Jay juga biasa be...