1. Gara-gara Alkohol

95 5 0
                                    

"Saya bisa pulang sendiri kok, Pak."

Setelah mengatakan sederet kalimat itu, Lily pun langsung membuang pandangannya ke sembarang arah dengan jantung yang berdebar kencang.

Bagaimana tidak? Trevor Bradwell yang juga bosnya itu, tiba-tiba saja bangun dari ranjang dalam kondisi tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya!

Walaupun semalam ia telah menghabiskan gairah bersama lelaki yang juga CEO dari Bradwell Company, tempat Lily bekerja sebagai sekretaris CEO, namun tetap saja wanita itu merasa jengah.

'Dasar alkohol sialan', rutuk Lily dalam hati. Seumur hidup ia tidak akan pernah lagi dekat-dekat dengan minuman haram itu, yang telah menjadi penyebab kekacauan dalam hidupnya yang sebelumnya telah sempurna ini.

Gara-gara minuman itulah yang kini membuat dirinya berada di posisi yang serba salah. Tak pernah sedikit pun terlintas dalam pikirannya, bahwa ia akan berada di ranjang yang sama dengan bosnya sendiri!

Ya Tuhan...

Lily menggigit bibir ketika manik coklatnya tak sengaja melirik Trevor yang meraih kemeja putih polos yang tergeletak di lantai lalu mengenakannya dengan santai, tanpa terlihat sedikit pun niat lelaki itu untuk menyahut perkataannya barusan.

Atau mungkin juga bosnya itu sedang berpikir.

"Bapak dengar perkataan saya, kan? Saya bilang kalau saya bisa--"

"Iya, saya tahu, Lily. Kamu bisa pulang sendiri," ulang Trevor seraya mengancingkan kemejanya sembari terus menatap lekat sekretaris pribadinya itu.

Lelaki bersurai pirang redup itu lalu meraih kaca mata bergagang hitam dari salah satu dari rancangan desainer terkenal dunia yang berada di atas nakas, lalu mengenakannya di wajahnya.

Lily sudah terbangun lebih dulu darinya, dan saat ini wanita itu telah berpakaian lengkap.

Meskipun Trevor yakin kalau Lily pasti tidak mengenakan pakaian dalamnya karena semalam... ia yang telah merobeknya dengan sangat beringas.

Trevor menghela napas pelan ketika tatapannya tanpa sengaja bersirobok pada dua onggokan kain berenda hitam yang telah tidak berbentuk di atas lantai.

"Saya akan tetap mengantarkan kamu pulang," putus lelaki bersurai pirang redup itu dengan nada final.

"Paling tidak biarkan saya mengantarmu pulang, Lily. Saya sungguh-sungguh merasa bersalah karena apa yang telah terjadi semalam. Maaf."

Lily menggeleng pelan dan menunduk dalam. "Ini bukan sepenuhnya kesalahan Bapak. Saya juga bersalah karena telah mabuk," tuturnya muram dan dipenuhi rasa menyesal.

Seandainya saja semalam Lily tidak terpengaruh oleh ajakan salah satu kolega bisnis bosnya, pasti peristiwa ini tidak akan pernah terjadi!

Ah, Lily benar-benar merasa bersalah pada Rama, lelaki baik hati yang juga menjadi calon suaminya. Namun apa mau dikata, semuanya telah terlanjur terjadi.

Semoga saja Rama mau memaafkannya.  Ya, semoga.

"Kamu masih perawan."

Lily mendengus kecil dan menutup matanya mendengar pernyataan dari bosnya itu. Ya, ia memang masih perawan sebelum bosnya itu merenggut hal yang selama 24 tahun telah ia jaga baik-baik!

"Uhm, maksud saya... sebelumnya kamu kan masih perawan," koreksi Trevor sembari menyapukan jemarinya di sepanjang rambutnya yang pirang redup dengan sikap seperti orang yang salah tingkah.

"Jadi maaf kalau semalam saya telah membuatmu jadi kesakitan."

Sebenarnya bosnya yang tampan ini terlihat menggemaskan sekali dengan sikapnya itu, sayangnya Lily selama ini tidak pernah menganggap lelaki itu lebih dari atasannya di tempat kerja. Hubungan mereka sangat profesional, itu sebabnya mereka berdua kini terlihat sama-sama shock.

'Dan sekarang pun aku masih kesakitan, Pak!' Sungut Lily dalam hati.

Ingatannya tentang semalam memang masih samar-samar, namun ia mengingat bagaimana bosnya itu menyergap dan melahap tubuhnya seperti seorang pengemis yang kelaparan melihat hidangan lezat di depannya.

Bagaimana Pak Trevor menidurinya berkali-kali, hingga akhirnya Lily berhenti berhitung di angka tujuh karena tak sanggup dan berakhir dengan tertidur karena kelelahan.

'Ck, pasti karena telah menjadi duda selama lima tahun yang membuatnya penuh semangat yang berapi-api seperti semalam!'

"Lily?"

"Uhm, ya Pak?"

"Aku akan bertanggung-jawab," ucap Trevor pelan dengan tatapan dari manik biru sejernih lautan yang terarah lurus-lurus ke wajah Lily.

Lily menggeleng pelan. "Maaf, tapi seperti yang Bapak sudah ketahui, saya akan menikah dengan tunangan saya, Rama. Jadi Pak Trevor tidak perlu bertanggung jawab apa pun. Saya akan membicarakan ini baik-baik dengannya, saya yakin Rama pelan-pelan akan mengerti dan mau memaafkan saya," ucapnya berusaha untuk tegas, namun tidak bisa mengusir bayang-bayang keraguan dan ketakutan yang sedikit terlintas di wajahnya.

"Tapi... bagaimana jika Rama tidak bisa menerima hal ini?" Sergah Trevor dengan hati-hati.

"Kamu kan tahu, lelaki itu biasanya memiliki ego yang tinggi. Saya tidak bermaksud mengkotak-kotakkan berdasarkan gender, hanya saja ini memang realita kebanyakan di masyarakat. Tidak seperti wanita, memaafkan pasangannya yang berselingkuh... mungkin adalah sesuatu yang berat bagi seorang lelaki."

Rasanya Lily ingin sekali melemparkan tasnya hingga paling tidak bisa melukai kepala bos bulenya yang menyebalkan itu.

Satu hal yang kurang ia sukai dari seorang Trevor Bradwell adalah lelaki ini terlalu sering mengatakan hal-hal yang termasuk di dalam 'gender stereotype' .

Lily yang merupakan wanita modern dan mandiri tentu saja muak melihat lelaki seperti Pak Trevor, meskipun lelaki itu tidak pernah bermaksud mengolok dirinya sebagai seorang wanita.

Hanya saja kadang Lily kesal karena Pak Trevor sering menganggap wanita adalah makhluk lemah yang harus selalu dilindungi.

Hei, dia tidak sakit! Lily adalah wanita independen dan kuat yang sanggup menyelesaikan segala hal sendiri!

Kedua sudut bibir Lily tertarik ke samping membentuk sebuah garis datar, menampilkan satu senyuman kaku yang sangat terlihat kalau dipaksakan.

"Tak ada hubungannya pria atau pun wanita jika berkaitan dengan perselingkuhan, Pak Trevor. Semua sama saja. Dan lagi, sama sekali tidak ada yang berselingkuh di sini. Tolong digaris bawahi hal itu," pungkas Lily tegas.

"Berselingkuh itu adalah hal yang dilakukan secara sadar, sementara jelas-jelas Pak Trevor dan saya semalam sedang berada dalam kondisi tidak sadar karena pengaruh alkohol. Ini adalah sebuah kesalahan, Pak. Bukan perselingkuhan."

Trevor terdiam sejenak dengan batin yang entah kenapa terasa begitu terusik, ketika mendengar bahwa Sekretarisnya itu melabeli perbuatan mereka semalam sebagai 'sebuah kesalahan'.

Entah kenapa, ia merasa tidak terima. Namun melihat wajah Lily yang gusar, Trevor pun memilih untuk tidak memperpanjang hal ini menjadi sebuah perdebatan.

Oh, Lily memang cuma Sekretarisnya. Tapi wanita ini memiliki keberanian untuk mendebat dirinya meskipun Trevor adalah pemimpin tertinggi di Bradwell Company.

"Oke, maaf. Kamu benar," ucap Trevor ketika melihat Lily yang seperti bersiap-siap mendebatnya.

"Tapi sepertinya kamu melupakan satu masalah penting, Lily. Bagaimana jika kamu malah mengandung anak saya, hm?" Cetus lelaki itu tiba-tiba.

"Karena sejujurnya semalam itu... saya memang tidak mengenakan pengaman sama sekali."

***

Sleeping With Mr. BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang