2. Yang Sebenarnya Terjadi

46 4 0
                                    

FLASHBACK 12 JAM SEBELUMNYA...

Lily melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Saat ini waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam, dan gadis itu hanya bisa mendesah pelan.

Sudah terbayang di pelupuk mata betapa empuk kasur di kamarnya, apalagi pagi-pagi sekali sebelum berangkat ke kantor Lily baru saja mengganti seprai dengan material sutra halus berwarna broken white kesukaannya.

Aah, betapa inginnya dirinya pulang ke apartemen!

Sayangnya, ia tidak bisa.

Pak Trevor alias CEO alias bosnya meminta Lily untuk mengatur dinner meeting dengan salah satu klien besar dari Kalimantan yang tertarik untuk bekerja sama dengan Bradwell Company.

Ck. Yaaa, mau gimana lagi. Resiko bekerja di perusahaan besar ya begini, harus siap bahkan selama 24 jam penuh. Pernah juga Pak Trevor menelepon Lily jam 11 malam hanya untuk bertanya apakah jadwal makan siang Beliau besok bisa dikosongkan, karena si bos sedang ada keperluan mendadak yang sangat urgent lebih dari meeting dengan klien paling penting sekali pun.

Yaitu menghadiri pentas seni putra semata wayangnya yang berusia lima tahun, Ethan.

Yap, Pak Trevor Bradwell adalah seorang duda dengan satu putra (yang bandelnya minta ampun, pula). Istri Beliau telah tiada ketika mengalami komplikasi saat melahirkan satu-satunya buah hati mereka.

Kadang kalau dipikir-pikir kasihan juga sih nasib Ethan, sejak bayi tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.

Tapi kalau dipikir lagi tentang kelakuan tengil si anak setengah bule itu, rasanya ingin sekali Lily menggeplak kepalanya--kalau saja Ethan bukan anak dari bosnya.

Bagaimana tidak? Entah punya dosa apa Lily kepada Ethan, sejak pertama kali mereka bertemu selalu saja anak kecil itu bikin gara-gara dengannya.

Pak Trevor pernah meminta Lily untuk menjaga Ethan karena pengasuhnya resign, dan pengasuh penggantinya baru akan datang sekitar dua jam lagi.

Dua jam yang bagai neraka bagi Lily.

Ethan pun membuat Lily kelelahan dengan bermain kereta-keretaan, dimana Lily adalah kereta dan Ethan adalah masinisnya. Bisa dibayangkan selama dua jam Lily harus merangkak berkeliling ruangan CEO dimana Ethan terus berada di atas punggungnya.

Belum puas membuat pinggang sekretaris Daddy-nya serasa mau patah, setelahnya Ethan minta ditemani Lily tidur siang. Kebetulan memang di ruangan CEO ada ruang istirahat yang biasa digunakan Pak Trevor untuk rehat sejenak di kala lembur.

Awalnya tak ada yang aneh, Ethan malah terlihat manis sekali ketika minta didongengkan cerita oleh Lily.

Namun karena gadis itu kelelahan menjadi Thomas The Train, malah Lily-lah yang lebih dulu tertidur dibandingkan Ethan.

Dan puncaknya, saat Lily terbangun karena mendengar ponselnya yang bergetar di saku roknya. Ternyata itu adalah telepon dari Pak Trevor yang sedang berada di ruang meeting, dan lelaki itu minta dibawakan berkas-berkas draft perjanjian yang berada di atas meja kerjanya.

Tanpa sempat merapikan diri, Lily pun hanya mengecek Ethan yang masih terlelap, lalu bergegas mencari dokumen yang dimaksud di atas meja kerja Pak Trevor.

Di sepanjang jalan menuju ruang meeting, Lily merasa agak aneh ketika orang-orang menatapnya sembari menahan tawa. Semula ia mengira kalau itu hanya imajinasinya saja, dan memutuskan untuk tak menghiraukan mereka.

Ia terus mengayunkan langkah kakinya menuju ruang meeting yang tidak begitu jauh karena berada di lantai yang sama.

Dan selanjutnya adalah momen-momen paling memalukan sepanjang 24 tahun hidupnya.

Sleeping With Mr. BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang