5. Dihantui Perasaan Bersalah

22 3 0
                                    

"Kamu nggak makan?" Lily bertanya heran kepada tunangannya yang mengajaknya makan siang bersama, tapi sesampainya di resto lelaki itu malah hanya memesan secangkir kopi saja.

Rama menjawab Lily hanya dengan senyum tipis dan menggeleng, lalu kembali sibuk dengan ponselnya.

Lily pun menghela napas pelan melihat keterdiaman tunangannya dengan wajah yang masam. Pasti Rama masih ngambek mendengar kabar tentang Lily yang semalam lembur dengan bosnya.

Hhh... seketika rasa bersalah yang teramat besar terasa menggantung di pundak Lily.

Mungkin Rama telah merasakan 'sesuatu' yang terjadi semalam. Entahlah. Sungguh pikiran Lily sebenarnya juga masih kacau saat ini. Apa yang terjadi semalam dengan Pak Trevor itu sungguh di luar kehendaknya.

Namun nasi telah menjadi bubur. Keperawanan seorang wanita adalah sesuatu yang sakral dan seharusnya ia jaga baik-baik, tapi Lily malah memberikannya begitu saja kepada bosnya, meskipun ia dalam keadaan tak sadar karena mabuk.

Entah bagaimana jadinya jika Rama mengetahui semua ini...

Tidak, Lily telah bertekad dia tidak akan membiarkan Rama mengetahuinya. Ia tidak ingin menyakiti lelaki ini. Bahkan kalau perlu Lily akan menjalani operasi pembentukan selaput dara baru atau hymenoplasty demi Rama!

"Ram... kamu masih marah ya?"

Rama membuang pandangannya ke samping, menolak untuk bertatapan dengan bola mata Lily yang cantik dan berkilau. Ia takut luluh, padahal dirinya masih merasa marah.

Lily kembali membuang napas. Terkadang Rama ini memang seperti anak kecil. Maunya dibujuk dan dirayu, mudah kesal dan sangat sensitif.

"Rama... aku minta maaf kalau ada yang membuat kamu kesal. Apa ini karena soal semalam aku yang lembur?"

"Bukan lemburnya, Sayang! Tapi kamu nggak jujur, terutama soal lembur bersama bos kamu itu," sergah Rama gusar sembari tiba-tiba meremas jemari Lily. Ada bayang-bayang kecemburuan yang sangat besar tergambar di bola mata hitam lelaki itu, pun ada rasa takut kehilangan yang amat sangat.

"Iya... aku minta maaf ya, Rama..." tanpa sadar, Lily pun menitikkan air matanya. Perasaan bersalah ini terasa semakin membebani dirinya. Ia merasa tertohok dengan ucapan Rama barusan mengenai ketidakjujuran.

Rasanya sangat berat sekali untuk jujur...

"Eh, kok kamu jadi menangis sih, Sayang?" Rama pun kaget melihat cairan bening yang membasahi pipi putih Lily. Ia mengira tunangannya itu menangis karena dirinya yang marah-marah, tak tahu bahwa sesungguhnya Lily merasa bersalah karena telah berbohong.

"Sssh... Lily, jangan nangis dong. Aku nggak marah lagi, kok. Beneran." Rama yang kini telah pindah posisi duduknya menjadi di samping Lily pun sontak merengkuh bahu wanita itu erat.

Lily pun membalas pelukan Rama, memeluk tubuh tunangannya tak kalah eratnya. Aaah... perasaan bersalah ini terasa begitu menyiksanya!

CUP

Lily tersentak ketika merasakan bibir Rama yang mencuri kecupan tiba-tiba di bibirnya.

"Haha. Dicium langsung berhenti nangisnya," ledek Rama geli. Lelaki itu pun bermaksud hendak kembali mengecup bibir Lily, namun wanita itu keburu memalingkan wajahnya cepat-cepat dengan wajah merona.

"Rama, ih. Ini di tempat umum!" Desisnya malu seraya membelalakkan mata.

Tawa kecil yang menguar dari bibir Rama semakin membuat Lily cemberut dan semakin membuat lelaki itu gemas. "Oke, kalau gitu nanti kita lanjutin di mobil ya? Tapi... harus lebih hot," sambungnya seraya mengedipkan satu matanya jahil.

Sleeping With Mr. BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang