Pulau jawa masih dingin, ya, jaga diri. Pilekku gak sembuh-sembuh gara-gara dingin
Enjoy.
.
.
.
"Uhuk, siapa yang kau temui?!" tanya Sean, sambil terbatuk karena tersedak tehnya."Tuan Zhu, Zhu Wangyi," Will menjawab tenang. Tangannya dengan terliti menata balok-balok bersama Alan.
Sean terdiam. Tidak menyangka kalau bajingan itu tanpa ijin menemui putranya. Entah apa yang dikatakan pria itu sampai guru penjaga memberinya ijin menemui Alan. Tapi Sean tidak heran, kata-kata Wangyi memang sangat manis, membuat siapapun menurutinya seperti budak.
"Apa yang akan kau lakukan, ge? Bukankah kau harus segera menjawab pertanyaannya? Apapun jawabanmu, aku akan mendukungmu sepenuh hati. Walau keputusanmu akan menyakitiku, aku akan tetap mendukungmu."
Ekspresi Will sangat tenang, tidak terlihat keraguan, atau kebohongan. Ini membuat perasaan Sean campur aduk.
"Tapi, ada satu hal yang harus kau tau, ge. Bahkan meski kau memilih untuk kembali padanya, aku akan merebutmu kembali dari pria itu. Aku bukan pemegang ideologi cinta tidak harus memiliki. Aku pemegang prinsip, apa yang jadi milikku, harus tetap menjadi milikku. Walau aku harus bertarung dengan raksasa seperti Zhu corp., aku pastikan kau jadi milikku, ge. Karena pria itu tidak pantas untukmu."
Sean meneguk ludah. Meski tangan Will masih asik menyusun balok, auranya sedikit mendingin, membuat bulu kuduk Sean berdiri. Hanya Alan yang sama sekali tidak terganggu dengan pembicaraan keduanya.
Setelah meletakkan balok terakhir dari istananya, Alan menumpukan kepala di atas meja, dan bertanya.
"Jadi, apakah Will akan menjadi daddyku?" Sean tersedak teh lagi.
Bukan memberi penjelasan, Will hanya tersenyum simpul sambil membenarkan beberapa balok yang goyah.
"Uhuk, kenapa Alan bertanya seperti itu?"
"Mommy tau, orang tua teman-temanku selalu bertanya, apakah Will sudah menikah dengan mommy. Bahkan guru baru di sekolah juga menanyakan apakah Will adalah daddyku, atau bukan. Will itu tampan, rajin, ramah, dan baik. Mereka selalu memujinya begitu."
Will terkekeh. Berpura-pura memperbaiki balok-balok lainnya. Tidak berusaha membantu Sean yang kebingungan menjawab pertanyaan dari putranya.
"Jadi, apakah mommy, dan Will akan menikah?"
Bibir Sean terbuka, lalu menutup lagi. Menatap Will yang kini balik menatapnya. Sean belum memiliki jawaban untuk pertanyaan Will di danau tempo hari. Sementara untuk jawaban dari pertanyaan Wangyi, Sean sudah yakin dengan apa yang harus dia ambil.
"Alan, bisa ke rumah Hanna sebentar, mommy lupa mengambil susu."
"Oke."
Alan berlari menuju kamarnya. Keluar dengan mengenakan jaket hijau kesukaannya. Dengan mandiri memasang sepatu, dan sarung tangan, lalu keluar setelah berpamitan pada Sean, dan Will.
Suasana hening menyelimuti mereka. Will biasanya akan jadi orang yang memulai pembicaraan antara keduanya. Tapi saat ini, Will seolah bungkam, dan memberi kesempatan untuk Sean memulai pembicaraan mereka.
"Aku, belum memiliki jawaban untuk pertanyaanmu saat kita di danau malam itu. Maaf."
"Tidak masalah. Aku bisa menunggu."
Kedua tangan Sean saling meremas. Meskipun hubungan mereka belum jelas, tapi, Will adalah soulmate-nya. Mau tidak mau, Sean mengakui kalau pemuda berbeda delapan tahun dengannya ini adalah soulmate-nya, atau orang kadang menyebut soul-bound. Dirinya beruntung bisa bertemu. Karena menemukan soulmate, seperti mencari lidi di tumpukan jerami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starting a New Life
FanfictionSean memulai hidup baru bersama putranya setelah perceraian. Namun, mantan suaminya tiba-tiba datang, dan mengajak rujuk. Padahal pria itu sudah menikah dengan orang lain, dan Sean menemukan soulmatenya. Namun ancaman kehilangan putranya, memaksa Se...