Kalau sudah kumpul bareng, rasanya nggak mungkin ya nggak ada yang diobrolin. Pun dengan para muda-mudi kosan Abah Jaya yang sedang membuat kue di dapur yang baru setengah jadi pasca insiden kebakaran seminggu yang lalu. Dari banyaknya topik yang mungkin bisa dibahas, nggak tahu kenapa para lelaki lebih senang ngobrolin soal pacar orang.
"Nancy? Hukum?" Nina yang pertama kali menanggapi.
"Wah...." Prima terperangah, "yang bule cantik itu kan?"
"Iya yang itu." Aryan mengangguk.
"Dih, ngomongnya ke gue sama Mika aja privasi, tapi Aryan sama Haris malah udah tau. Emang bener omongan lelaki nggak ada yang bisa dipegang, bisanya diskrinsut!"
"Ye babi, jangan generalisir semua cowok dong." Haris protes.
"Kenyataannya emang gitu kan. Termasuk lo sendiri."
"Enggak ya!" Haris menyangkal. "Coba, kapan gue omdo? Orang gue selalu menepati omongan gue."
"Pret!"
"Emang ada omongan Haris ke elo yang nggak ditepatin, Pim?" Bayu bertanya sambil menahan senyum geli.
"Ke gue sih nggak ada. Tapi ke cewek-cewek di luaran sana noh." Prima menunjuk ke segala arah dengan spatulanya. "Eh tapi ngomomg-ngomong kok bisa-bisanya Felix dapetin cewek secantik Nancy? Felix emang nggak jelek, tapi menurut gue sebagai perempuan, he's not that attractive."
"Nah itu dia yang juga gue bingungin. Diantara banyak cowok ganteng yang ada di kampus, kenapa dia malah naksir setengah matinya sama Felix, sampai dikejar-kejar loh!" Haris menjawab tanpa pikir panjang.
"Jadi lo berharap ditaksir sama Nancy?" Nina mengangkat alis.
"Eey mana ada gue bilang—"
"Gue aduin Kak Sonya tau rasa lu!" Aryan berseru.
"LO JANGAN MEMANCING HURU-HARA YA!" Haris berseru sambil memelototi Aryan. "Awas aja sampai lo ngadu ke Sonya. Gue masih berantem sama dia, jangan dibikin tambah panas dong!"
"Kenapa berantem lagi?" tanya Nina.
Sebenernya sih biasa banget tahu Haris dan pacarnya berantem, cuma penasaran aja, hal sepeleh macam apa yang mereka ributin kali ini.
"Gara-gara dia minta gue pindah kos tapi guenya nggak mau."
"Gue jadi lo sih udah gue putusin." Prima mencibir.
"Iya lho, Ris, pacar lo tuh ngaturnya udah di tahap yang annoying kalau menurut gue. Gue tau orang pacaran ada rasa 'memiliki' tapi ya nggak harus ngatur sampai ke akar-akarnya." Bayu mengutarakan pendapatnya.
"Nanti lama-lama jadi toxic kalau diterusin," sambung Nina.
"Yaa gimana ya Mbak, Mas, gue udah terlanjur sayang beneran." Haris cemberut sambil motongin stroberi yang bakal jadi hiasan kue tart.
"Efek pacaran sama dia bagus nggak?"
"Maksudnya?"
"Misal, lo yang tadinya males jadi lebih rajin. Yang tadinya berantakan jadi rapi. Ada hal positif yang lo dapetin dari pacaran sama dia nggak?"
Haris diam dulu sebelum jawab. "Nggak ada sih—eh apa belom ada ya?"
"Lo pacaran sama dia udah berapa bulan?'
"Empat bulanan."
"Selama itu lo belum dapet positifnya?"
"Maaf nih Kak, tapi sejak lo pacaran sama yang ini, gue ngerasanya lo jadi makin jauh dari Kak Mika. Lo ngerasa nggak?" Aryan menyahut. "Soalnya Kak Mika jadi ngerecokin gue mulu, biasanya kan sama lo mulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH KEDUA (Migrasi ke Fizzo)
Novela JuvenilCerita ini bukan cerita best friend goals yang bisa bikin orang iri atau romansanya bikin gigit jari. Ini hanya cerita tentang empat belas orang yang tinggal dalam satu atap. Orang asing yang berangsur menjadi teman lalu menjadi keluarga. Kompak dal...