Tin tin
Indi dan Mika yang duduk-duduk di ruang tamu langsung beranjak begitu mendengar suara klakson motor dari luar rumah.
"Eh kok motornya cuma satu? Terus gue sama siapa?" tanya Mika.
"Bertiga lah kita." Bambang menjawab. "Jadi terong balado. Terong sama cabe-cabean."
Mika tanpa sungkan menggeplak kepala Bambang. "Sembarangan aja lo ngomongnya! Dah lo bawa Mbak Indi aja, terus panggilin Kang Dimas buat jemput gue."
"Dih, emang lo siapa minta jemput Aa gue?" Bambang bertanya sinis.
"Calon kakak ipar lo, baek-baek lo sama gue!"
"Lah emang Aa gue mau sama lo?"
"Mau lah!"
"Sori ye, selera Aa gue tuh tinggi."
"Buat ukuran cewek, gue juga tinggi kali."
"Bacot!" umpat Bambang menutup perdebatan. "Ayok ah, kalau mau ke rumah gue ya kita bonceng tiga, kalau enggak, gue bawa Indi doang."
"Kenapa sih lo nggak mau panggilin Kang Dimas?"
"Aa gue lagi sibuk, goblok! Lo pikir dia lagi santai di rumah? Tuh dia lagi gelar-gelarin karpet."
Indi menepuk pundak Mika dari belakang. "Bertiga ajalah nggak pa-pa, deket aja kan."
Bambang mengangguk setuju. "Tuh, Indi aja bisa pengertian, kenapa lo enggak?"
"Ck, iya iya iya!" Mika mengalah.
Akhirnya mereka pergi ke rumah Abah Jaya satu motor bertiga. Bambang yang nyetir, di tengah ada Mika yang pakai celana, Indi paling belakang soalnya pakai gamis. Jarak dari kosan ke rumah Abah Jaya memang tidak jauh, jalan kaki juga nggak makan waktu lima menit. Kebetulan aja Bambang disuruh beli sekardus air mineral kemasan gelas, jadi sekalian nyusul mereka yang katanya mau bantu sampai acara selesai. Tapi ya, itu bukan inisiatif Bambang sendiri melainkan disuruh sama Mamad, sekalian daripada bolak-balik.
Di rumah Abah Jaya lagi ada pengajian empat puluh hari meninggalnya istri Mamad. Tadinya anak kos nggak ada yang tahu, baru tahu waktu Abah Jaya antar Jane dan Nero ke kosan buat dititip.
Namun beda cerita sama Indi yang sudah dari siang ikut bantu-bantu masak. Dia awalnya diajak makan siang sama Bambang. Dipikir mau makan di warung mana gitu, eh ternyata diajak ke rumahnya gara-gara lagi masak banyak. Habis ngobrol lumayan lama, akhirnya Indi memutuskan untuk membantu persiapan karena jika diperhatikan, orang-orang yang bertugas menyiapkan konsumsi agak kewalahan.
"Jiahahahahaha terong dicabein!"
Seruan Mamad dan suara ketawanya yang menggelegar menyambut kedatangan tiga serangkai di atas satu motor NMax.
"Heh ini pengajian tahlil buat bini lo, bisa-bisanya ketawa ngakak." Mika turun dari motor sambil protes.
"Lah terus napa?" Mamad menjawab santai. "Gue harus sedih gitu? Mau sesedih apapun nggak balikin istri gue hidup lagi. Dek Mika, life must go on, sebagai orang yang hidup kita punya kehidupan yang harus dijalanin, nggak bisa terpaku terus sama yang namanya kehilangan."
Ah sial, jawaban Mamad bikin Mika jadi merasa bersalah. "Maaf, omongan gue bikn tersinggung ya?"
"Enggak. Santai aja kali, Mik." Mamad menepuk lengan Mika yang kemudian tanpa sengaja kulit tangan mereka bergesekan. "Ya ilaaah pake segala kesenggol, batal wudhu gua!"
Habis bilang begitu, Mamad langsung jalan ke belakang rumah, mau ambil wudhu lagi.
"Mik, lain kali omongannya direm ya, jangan asal." Indi menasehati.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH KEDUA (Migrasi ke Fizzo)
Novela JuvenilCerita ini bukan cerita best friend goals yang bisa bikin orang iri atau romansanya bikin gigit jari. Ini hanya cerita tentang empat belas orang yang tinggal dalam satu atap. Orang asing yang berangsur menjadi teman lalu menjadi keluarga. Kompak dal...