“hati-hati dengan itu.” jay bergumam malas, entah untuk yang ke berapa kalinya. bahkan kini lidahnya hampir mati rasa, karena terlalu banyak melontarkan kalimat yang sama.
ia mengumpat, sepenuhnya menyalahkan heeseung yang seenaknya melempar bebas koper besar milik nya.
beruntung saja benda itu mendarat sempurna di atas kasur yang empuk, sehingga tak membuat ketahanan benda besar tersebut runtuh.
hari ini ia dan heeseung, mengikuti keinginan kedua orang tua mereka untuk tinggal bersama di sebuah rumah mewah. yang telah di bangun oleh pria jangkung itu.
sebenarnya jay tidak terlalu ingat, hal apa yang membuatnya menuruti permintaan tersebut. yang pasti, dirinya tidak dapat menarik kembali apa yang telah menjadi keputusan nya.
dan di sinilah ia sekarang, berdecak malas. sembari menatap heeseung yang telah merebahkan tubuh jangkungnya di atas kasur, bersebelahan dengan koper berisi pakaian miliknya.
“hei bedebah, menyingkir dari kasur ku!” jay menggenggam kesal, terlalu malas melihat pria itu. yang beberapa terakhir ini selalu berada di sekitarnya.
dan mungkin mulai hari ini, hingga seterusnya. ia akan selalu di hadapkan dengan wajah menyebalkan heeseung, sebab kini mereka telah tinggal di rumah yang sama.
kecuali jika dirinya menolak perjodohan yang di minta oleh chaewon ini.
meski sebenarnya jay tidak memiliki perasaan tulus dalam menerima perjodohan konyol ini, nyatanya ia tak dapat menolak permintaan terakhir kekasih hatinya itu.
yah, memang terasa begitu berat. tetapi jay tetap harus menerima kenyataan pahit ini.
“jongseong, biarkan aku istirahat sebentar. lengan ku sakit, sebab terlalu banyak mengangkat koper besar mu.” heeseung yang mencoba untuk terlelap, pun akhirnya bergumam mendengar jay yang terus mengoceh padanya.
ayolah, heeseung tidak bohong. kedua lengannya terasa ngilu, sebab sedari tadi ia sibuk ke sana kemari membawa barang-barang milik keduanya.
belum lagi kamar mereka berada di lantai dua rumah, yang memaksanya harus turun naik tangga beberapa kali untuk memindahkan seluruh barang yang mereka bawa.
“kalau begitu, istirahatlah di kamar mu sendiri. jangan seenaknya ikut menumpang di kasur ku!”
mendengar itu, heeseung dengan cepat menoleh ke arah jay. yang baru saja melempar kepalanya, menggunakan bantal dari sofa di kamar tersebut.
ia mendelik, menatap kesal manik elang pemuda bersurai silver itu.
“apa katamu, kasur mu?” heeseung mendengus di akhir kalimatnya,
“ya, ini kasur ku. dan ruangan ini adalah kamar ku. sebaiknya kau cari ruangan lain, sebab aku tidak sudi berbagi kamar bersama pria aneh seperti mu.” jay berujar santai, mengabaikan tatapan tidak suka dari lawan bicaranya.
“ini adalah rumah ku, mengapa kau berani mengusir ku dari kamar ku sendiri?” sambar heeseung yang sudah mengambil posisi duduk di atas kasur, meski punggungnya masih terasa panas. sebab terlalu banyak mengangkat beban berat tadi.
ia merasa sedikit konyol, sebab kini seorang tamu memintanya pergi dari kamarnya sendiri.
ah, atau mungkin lebih tepatnya penghuni baru di rumahnya. karena kata tamu di rasa terlalu asing untuk di sematkan pada pemuda bermanik elang itu.
“tentu saja aku berani. sekarang, keluar dari kamar ku.” jay berujar malas, bersedekap membalas tatapan tajam pria jangkung di hadapannya. sembari mengetuk-ngetuk telapak kaki nya.
“kau bajingan kecil, akan ku buat kau membayar ini.”
jay mengangkat kedua bahunya acuh. dengan malas memperhatikan heeseung yang turun dari kasurnya, sebelum kemudian membawa kembali barang-barang miliknya.