“tapi serius, bibi tidak menyuruh yeonjun untuk menjemput ku tadi malam?” jay mengetuk-ngetuk satu jari telunjuknya di pahanya, sementara tangan lain menggenggam benda pipih yang di tempelkan pada satu telinga.
kini ia tengah duduk tenang di dalam sebuah taksi yang baru saja di pesannya, untuk menuju ke kampus.
semenjak tinggal bersama heeseung, jay jarang sekali. hampir tidak pernah membawa kendaraan pribadi menuju kampus, sebab hanya ada satu mobil milik heeseung yang mengisi bagasi besar di rumah mereka.
selain itu, motor jay sendiri telah lama tidak di bawanya pulang. apalagi kini, motor besar kesayangannya itu sudah tak lagi berbentuk.
pun jay terlalu malas mengambil mobil miliknya di kediaman park, entahlah. hanya saja ia sedang tidak ingin bertemu orang-orang di sana. apalagi dirinya ketahuan telah melanggar janji yang baru saja di buatnya bersama sang ibu, dan juga sang adik.
sementara mulutnya menghela nafas pasrah, sebuah suara di seberang panggilan kembali menyahut.
“tidak, tuan muda. saya sudah lama tidak bertukar kabar dengan yeonjun. lagi pula, saya tidak tau kemana tuan muda jay pergi semalam.” itu adalah bibi choi, yang buru-buru di hubungi oleh jay. setelah pembicaraan singkatnya bersama heeseung tadi pagi.
namun dugaannya ternyata salah besar. sebab meski yeonjun merupakan putra tunggal bibi choi, ia tidak sama sekali bertindak atas perintah sang ibu.
dan hal itu kembali menimbulkan setitik keraguan dalam diri jay,
“bibi tidak sedang berbohong kan?” tanya jay lagi. entahlah ia semacam ragu. tak yakin pada pertanyaan nya sendiri, dan juga tidak bisa bertindak banyak pada pengakuan sang pelayan.
“tentu tidak, tuan muda. saya sepenuhnya jujur. tetapi jika tuan muda jay masih meragukan saya, tuan muda bisa menghubungi pelayan rumah yang lain. untuk memastikan bahwa saya tidak menelepon siapapun di waktu malam tadi,” ia menggigit bibir bawahnya, kembali kebingungan.
siapa sebenarnya yang telah mengirimkan yeonjun untuk menjemputnya tadi malam?
jay hampir di buat pening memikirkan itu, bahkan ia tanpa sadar terus mendesak bibi choi untuk mengaku.
meski nyatanya, sang pelayan sama sekali tidak melakukan hal tersebut.
jujur saja, ia sangat percaya pada pengakuan bibi choi. tetapi jika bukan sang pelayan, lalu siapa lagi yang mungkin akan memerintah yeonjun?
“itu tidak perlu bibi, terima kasih. maaf jika aku terkesan memaksa, aku hanya sedang penasaran akan satu hal.” dari pada menambah beban berat tersebut ke dalam kepalanya. jay akhirnya memilih untuk menyerah.
toh, mungkin semakin berjalannya waktu. hal tersebut akan terungkap dengan sendirinya bukan?
“tidak apa-apa, tuan muda jay. anda tidak perlu sungkan begitu kepada saya.” jay tanpa sadar mengangguk, meski tak mungkin terlihat oleh lawan bicara di sambungan telepon.
“kalau begitu aku tutup dulu, sampai jumpa bibi.”
“sampai jumpa tuan muda, semoga hari ini anda menyenangkan!”
setelah kembali mengucapkan terima kasih, jay pun menutup panggilan di antara mereka.
menghela nafas untuk kesekian kalinya, ia memejamkan manik elangnya. menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi mobil, sekedar memenangkan pikiran dan tubuhnya yang terasa tegang.
sebelum rasa kantuk menghampiri, kendaraan yang di tumpangi nya berhenti melaju tepat di tempat tujuan.
jay pun keluar, memperbaiki letak tas selempang nya. kemudian meraba saku celananya, berniat membayar biaya taksi yang baru saja di tumpangi nya.