- Empat Belas -

36 6 0
                                    

- Selamat Membaca -

|| Bertemu kamu aku tidak takut. Jika memang aku yang dipilih bukan salah dia, harusnya kau berkaca pada dirimu sendiri! Mengapa datang di saat dia sudah menemukan cinta yang sesungguhnya.

Arunika Renjana 

———

Mas Duda 

[Mau lunch bareng tidak? Kebetulan saya sedang tidak memiliki pekerjaan. Jadi, ayok? Saya jemput.]

Weekend begini biasanya Renjana asyik berada di atas ranjang dengan tubuh kecilnya sudah tergulung selimut, menimmati mimpi indah tanpa takut terhalang subuh harus bangun untuk melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim. Syukurnya yang dimiliki perempuan atau kodrat perempuan pasti tiap bulan sedang diberikan libur hingga tak melaksanakannya. 

Alhasil, Renjana bebas sesuka hati tidur sampai siang.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan kurang limat menit ponselnya berdenting menandakan ada sebuah pesan masuk. Renjana yang ogah-ogahan pun langsung bangkit dan melihat siapa yang mengirim pesan.

“Ternyata Mas Kai,” ucap Renjana.

Dia pun membalas pesan dari Kaivan. 

Nana Cantik

[Boleh deh. Aku tunggu, Om! Kalau sampe lama, aku pergi sama sahabat-sahabat aku. Kebetulan sekarang kita mau hang out. Jadi, awas aja kalau sampai terlambat!]

Tidak sampai lima menit, Renjana mendapatkan balasan dari Kaivan.

Mas Duda 

[Hang out sama saya aja.]

“Boleh juga.” 

Senyuman terbit di wajah cantik nan imut milik Arunika Renjana. Gegas dia bangkit dan merapikan ranjang yang tadi berantakan. Entahlah apa yang terjadi pada Renjana semenjak mengenal dan bertemu secara tidak langsung dengan Kaivan, tapi hatinya merasakan ketenangan yang teramat sangat. Nyaman lagi.

Berbeda halnya dengan ketika dia saat pacaran dengan Hansel. Bahagia tidak yang ada setiap hari dibentak terus menerus. Namun, setelah selesai bersiap dirinya sampai lupa kalau sore nanti harus pergi bekerja. Ah, tapi biarlah. Toh bisa nanti dijelaskan saat acara makan siang bersama duda itu.

Saat langkah kakinya sudah berada di lantai bawah. Renjana dihadapkan dengan mami dan papinya. Berdiri sembari berkacak pinggang di dekat dinding yang menghubungkan ke ruang utama. Tatapan mereka tajam tak terlihat keceriaan yang biasa diberikan ketika Renjana pergi kuliah atau uluran tangan bahkan dekap hangat sebagai sambutan mengawali pagi ini. 

“Mami, Papi. Hehe—-”

“Bisa untuk jangan terlalu cantik di hadapannya?” Gerry menotong ucapan putrinya, tak lama di melihat penampilan putri kecilnya, “tolong, jaga diri dan jaga batasan, Na! Papi memang belum beri restu sama kalian, tapi tolong jangan sampai kamu merusak kepercayaan Papi.”

“Mami!” Kini dia beralih menatap sang mami, sama sekali tidak ada sahutan dari maminya. “Na belum kasih tahu bakal ke—-”

“Di depan sudah menunggu!” 

Renjana pusing. Tak paham dengan ucapan kedua orang tuanya. Untuk melihat dan memastikan ucapan maminya bahwa di depan sudah ada yang menunggu Renjana mengecup pipi orang tuanya sebagai sambutan pagi ini dan langsung pergi begitu saja.

Langkah kecilnya terhenti tatkala melihat siapa yang ada di depan sana. Ternyata benar. Si duda itu sudah ada di sana, duduk anteng seolah itu merupakan sofa yang ada di rumahnya. Terlihat jelas tak ada sedikitpun canggung di sana dan biasa-biasa saja dilihatnya. Renjana mempercepat langkahnya untuk mendekat segera ke arah si duda.

Renjana | OTW TERBIT✅ | Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang