- Dua Puluh Tiga -

28 3 0
                                    

- Selamat Membaca -

|| Sadarlah diri, Wahai Nona! Kau yang membuangnya tapi kau yang ingin kembali memungut berlian itu. Apa kau waras?

Daisy Liana Cattline

—————

Hari ini ketiga sahabat Renjana mendapatkan tugas untuk membasmi seseorang yang sudah mengintip ke arah mansion-nya. Renjana tahu bukan hanya sekedar mengintip dan sesuai yang dikatakan oleh sahabatnya—--Ollafia—-kalau yang mengirim pesan dengan nomor asing ada kaitannya dengan si penguntit. Jelas itu juga diketahui oleh Kaivan.

Saat ini Olla yang seharusnya punya janji dengan calon suaminya—-kekasihnya—-mereka rencananya mau pergi mengurus sesuatu entahlah. Olla belum tahu jelas hanya diberi kabar harus datang bersama Evan. 

Nyatanya sekarang Olla tidak jadi dan bersama Bianca dan Daisy. Ketiganya berhasil menghalau jalannya sebuah mobil berwarna merah menyala bahkan mereka tidak takut sama sekali berjejer di tengah jalan merentangkan tangan mereka. Tahukah siapa yang ada di dalam mobil?

“Eh bocil-bocil! Kalian ngapain halangin jalan orang, eum? Nggak ada kerjaan banget. Minggir, nggak?!” bentak si pemilik mobil. 

Bianca yang satu-satunya dikenal cukup garang di antara keempatnya itu pun nyeletuk, “eh. Sembarangan ngatain orang bocil. Lo, Juleha! Keluar sekarang juga buruan.” Bianca menyingkir dari barisan itu, mendekat ke arah pintu mobil itu di mana si pemilik mobil berada. Tidak segan-segan Bianca sampai menggedornya beberapa kali.

Daisy tersenyum puas. Dia menyusul mendekati Bianca. Olla bertugas masuk lewat pintu samping untuk mengambil kunci mobil milik si pemilik mobil itu. 

Sesuai yang diperintahkan Renjana dan mereka juga kurang menyukai para pelakor yang merebut pasangan baik mereka sendiri maupun sahabatnya. Intinya dia sih, membuang berlian tapi ingin kembali memungutnya. Andai saja waktu itu si Jovita tidak menghubungi mantan istrinya kekasih sahabat mereka. Hal ini tidak akan terjadi. 

“Kalian lagi. Heran saya. Dibayar berapa, sih, sampai kalian rela dijadiin babu sama temenmu yang bernama Renjana itu?” Si sosok pemilik mobil yang tak lain merupakan mantan istrinya itu pun lantas mendekati mereka dengan melipat kedua tangannya di depan dada. “Kalian harus tahu, ya. Saya ini mantan istrinya Kaivan—-kekasih sahabat kalian. Saya lebih tua dari kalian. Jadi, tidak sepantasnya kalian berkata tidak sopan apalagi—-”.

“Mantan istri kok bangga,” celetuk Olla sembari memutar-mutar sebuah kunci milik si mantan katanya. Mantan istri kekasih sahabatnya lebih tepatanya, “waras nggak, sih, girl? Mantan istri ingin mengambil mantan suaminya dari sahabat kita? Padahal dulunya dia sendiri yang buang berlian kayak Pak Kaivan.”

“Kamu!” 

Megan—-si paling mantan itu—-mendekati Olla hendak menampar tapi seseorang menghalanginya, mencegahnya sampai tangan mulusnya diremas kuat-kuat oleh orang yang Megan tidak tahu siapa.

“Pergilah Anda dari Kota ini, Nona Megan! Tempatmu bukan di sini, melainkan di Kota sebelah karena anak dan suamimu pasti tengah menunggumu sekarang.” Ucapan seseorang yang mencekal lengan Megan membuat mereka bertiga cengo, langsung bungkam dengan raut wajah berbeda-beda. 

Apa katanya tadi? Megan sudah punya anak dan suami, terus kenapa sampai berniat mendekati seseorang yang seharusnya jadi mantan dia? Oh, apa mungkin Megan mau jadi pelakor alias selingkuh di belakang suaminya karena tahu si mantan suami punya dan bisa bahagia dengan bocil model Renjana?

“Mas Evan! Di sini? Sejak kapan?” Olla bertanya setelah dia melihat si pemilik suara tadi. 

Yang lainnya hanya terdiam dengan pikiran masing-masing. 

Evan—-ya, dialah yang datang mencegah Megan yang akan menggampar Olla karena ucapan Olla yang menyinggung perasaan Megan—-syukurnya datang tepat waktu, sehingga dia bisa menyelamatkan kekasihnya, calon istrinya. Bianca dan Daisy belum tahu jika sahabatnya dijodohkan. Yang mereka tahu Olla, ya tetap Olla dengan tutur katanya yang sok tahu dan kadang-kadang lola pada masanya.

Evan membawa Megan memasukkannya ke dalam mobil. Setelah itu, Evan meminta kunci mobil itu dari calon istrinya, kemudian melemparkannya sampai tepat pada pangkuan Megan. Sebelum meninggalkan alias membiarkan mobil milik Megan pergi. Evan memberikan ancaman kepada Megan agar tidak sampai mengulangi kesalahannya lagi.

Apalagi bertingkah seperti dulu menyakiti perasaan sahabatnya.

Mobil Megan telah pergi dari hadapan mereka. Mereka bertiga mendekati Evan dan mengeluarkan berbagai pertanyaan yang sedari tadi mereka simpan di benaknya masing-masing. 

“Kok bisa, sih, kamu kena sama dia? Kamu cegah dia pas mau gampar aku, Mas Evan? Kamu tahu dari mana pula kita di sini?” Olla bertanya dengan jarak hanya selangkah dengan Evan. “Aku tidak mengabarimu aku ke sini, melabrak si mantan istrinya kekasih sahabat aku?” 

“Jangan lupakan, mantan Megan itu sahabat dan atasan saya juga, La. Jadi, sudah tugas saya menjauhkan dia dari sahabat saya. Soal saya tahu kamu di sini, saya cek lewat ponsel kamu, pun kalau tentang Megan kenal nggaknya. Tidak terlalu. Yang jelas dia memaksa Kai menikahinya, tapi tidak pernah disentuh bahkan ketika diminta cium tangan suami.”

“Hah? Jadi?” 

Evan memerintahkan mereka bertiga langsung pulang saja. Evan tidak terlalu menjelaskan apalagi sampai membeberkan apa jawaban dari pertanyaan mereka. 

“Sudah. Nggak usah begitu tanggapannya. Ayo! Kita masih ada urusan. Biarin aja mereka berdua pulang. Kamu ikut sama saya.”

“Hem.” 

Evan menggeleng, melihat Olla mengerucutkan bibirnya. Ingin rasanya menerkam sekarang tapi nyatanya waktu pernikahan mereka masih lama. Jadinya, mereka mesti menyiapkan stok kesabaran yang berlapis dan isi pikirannya harus dimasuki nasihat ustaz dan ustazah agar tidak eror.

Sebelum pulang Evan mendengar gumaman kedua sahabat calon istrinya. Lucu sekali. 

“Kita yang dapat tugas buat kasih pelajaran sama si pelakor itu, eh belum apa-apa Pak Ganteng itu datang. Tuh pelakor malah nurut sama bapak ganteng yang sama si Olla.” 

Daisy membenarkan. “Heem. Belum puas sebenernya gue, Bi. Pengen kek garuk tuh manusia satu. Uh, kalau gue nanti punya pacar atau suami. Gue mau dia jauh-jauh dari ulet bulu kayak si Megan tadi.” 

“Gaskeun kuy, kita pulang.” 

Evan dan Olla masih berada di dalam mobil. Evan belum menyalakan mesin mobilnya karena membiarkan mobil kedua sahabat Olla pergi lebih dulu barulah mereka berdua. 

Olla bertanya ke mana Evan akan membawanya dan apakah tujuannya tersebut, tapi dia hanya mengatakan kejutan dan tidak berhak dikasih tahu. Olla penasaran bukan main bahkan sedari tadi tangannya digenggam, sangat erat.

Evan menarik tangan mungil calon istrinya, lalu mengecupnya pelan. Jalanan kota saat ini cukup ramai, sehingga Evan mengemudikan kendaraan mereka cukup lelet juga.

“Bilang dulu, Mas. Ke mana kamu bawa aku? Ini … belum yang kek urus pernikahan kita, kan? Inget, ya! Aku nggak suka kalau urus pernikahan kita ini kamu serahkan sama orang tua. Kasihan, capek kerja.” 

Evan mencebik. “Nggak kasihan sama saya?” 


- Bersambung -

Renjana | OTW TERBIT✅ | Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang