- Empat -

65 12 1
                                    

- Selamat Membaca -

| Kemarin adalah masa lalu, tapi mengingat tentangmu sepertinya tidak ada kata kemarin.

Arunika Renjana

———

O M G. What? Lo serius, Beb?” Daisy yang pertama kali berkomentar rasanya benar-benar tidak percaya mendengar cerita dari si cegil—-Renjana. 

You know, cegil? Yes, cewek gila. Begitulah sebutan teman-teman brutal Renjana yang kadang memanggil dirinya dengan sebutan begitu. Renjana tidak masalah karena memang nyatanya dia kadang sering kali berada di posisi tersebut. 

Seperti saat ini Renjana mengajak ketiga temannya berangkat ke kampus yang meski mereka sama-sama memiliki satu kelas dan kelas tersebut akan dilaksanakan sejam kemudian. Akan tetapi, Renjana memaksa mereka karena ia ingin menceritakan tentang masalah semalam yang membuat dirinya tidak pernah bisa meninggalkan ponselnya.

Entah apa yang ada di dalam ponsel itu. 

“Kayaknya bau-baunya ada yang udah bisa move on dari Mas-Mas gila modelan si Hansel, iya nggak, sih?” Bianca menebak dari segala cerita yang Renjana tuturkan perihal semalam.

Ola menambahkan. “Wah, Nana hebat. Teori dari Ola kemarin sudah dipraktekkan langsung kayaknya?” 

Renjana yang biasa disebut Nana oleh Ola mendadak mengerutkan keningnya. Jika Bianca menebak dirinya sudah bisa move on, Daisy tidak pernah percaya akan kejadian Renjana. Ola malah bicara tentang teori. Renjana meskipun otaknya lumayan tapi nyatanya dia bingung sendiri teori mana yang Ola sebutkan. 

Dia melihat ke arah Bianca dan Daisy. Mereka berdua mengedikkan bahunya masing-masing. Jika begini, Renjana melihat kalau Ola sepertinya tidak sepolos yang mereka pikirkan. Justru Ola ternyata tahu semua hal tentang yang mereka bertiga tidak diketahui. Benar tida, sih?

Wait, Ola. Lo bilang teori?” tanya Renjana yang diikuti anggukan oleh Ola sendiri, ia meneguk salivanya susah payah dan berusaha melanjutkan kalimatnya meskipun sempat terjeda tadi. “Memangnya lo pernah mengatakan tentang teori itu, kapan? Kok gue mendadak lemot, ya?” 

Daisy nerceletuk. “Biasa. Efek ketempelan Mas Duda Kai jadinya otak lo cuma seuprit,” ledek perempuan itu. 

Renjana tidak segan-segan menjitak kepala Daisy. Tidak peduli katanya meskipun berakhir geger otak sekalipun. “Sialan lo,” ketus Renjana, “begini-begini juga gue calon Nyonya Mas Duda tahu. Eh, tapi ges menurut kalian kalau gue deket sama tuh duda hot, bisa nggak, ya? Cocok nggak, ya?” Renjana ingin tanggapan mereka sekarang juga, tapi begitu mereka meminta ingin melihat bagaimana rupa si duda itu. 

Renjana melupakan kalau dia sendiri tidak punya fotonya. Mengingat semalam hanya bertukar nomor saja? Hah, itu artinya kalau sudah punya nomor mah bisa dong minta lewat pesan, suruh dia PAP? 

Alamak. Kok Renjana jadi mode oleng begini?

Bianca, Daisya dan Ola saling melempar pandang. Sialnya mereka bertiga meraba kening Renjana dan membandingkannya dengan panci gosong milik si pemilik warung yang kebetulan memang mereka sedang berada di sebuah warung. Bercerita sambil menikmati makanan khas buatan si pemilik warung.

Tepat tidak jauh dari mereka berada. Ada beberapa wadah yang sedang dijemur oleh si pemilik warung, salah satunya ada panci gosong kelihatannya—-sudah lama dipakai dan pantat pancinya itu hitam pakai banget.

“Lo pada samain kening gue sama pantat panci buat apa, cuk?” 

“Kali aja otak lo lagi gosong sama kayak tuh pantat panci,” celetuk Bianca. 

“Sialan?” Renjana memutar bola matanya malas. 

Lain halnya dengan Ola sendiri yang mana dia di tengah menikmati makanan sebelum meninggalkan tempat tersebut menuju fakultas mereka. Ola memerhatikan dengan seksama bagaimana Renjana. Memang Ola lah yang lebih memahami dan benar-benar bisa mendengarkan Renjana dengan seksama, sehingga dia bisa melihat dan memberikan tanggapannya pada Renjana.

“Sesuai prediksi gue kayaknya Nana sama si Mas Duda bakalan saling kenal dekat nggak, sih? Secara ini pertama kalinya kita lihat Nana pegang ponsel terus,” kata Ola. 

Ola, sih, yakin ada sesuatu yang telah mengubah seorang Renjana hanya dalam waktu semalam. 

Hem … gue heran tebakan lo selalu bener, La. Apa lo peramal, ya? Sampai-sampai lo tahu kalau gue ini … ada something sama si duda hot jeletot itu?” 

Ola menggeleng. Ola juga tidak tahu kenapa bisa begitu. Hanya saja Renjana dan yang lainnya pun tahu kalau maminya Ola itu pintar sekali menebak seseorang sedang atau kenapa hanya lewat raut wajah orang tersebut—-semacam pakar ekspresi nggak, sih? Itulah. Sulit sekali rasanya mendeskripsikan seorang Ola dan keluarganya.

Brak … 

Bianca menggebrak meja tidak tahu karena apa. Hal itu membuat si pemilik warung keluar dari rumah. 

“Eh, Neng. Jangan main gebrak-gebrak kayak gitu dong, dikira tempat ini punyanya Emak Bapak kamu apa? Sembarangan.” 

Bianca memperlihatkan cengiran andalannya. 

Renjana meminta Ola menjawab pertanyaannya. Dua puluh menit lagi waktu yang mereka miliki sebelum akhirnya kelas yang dipimpin oleh Pak Biantara di mulai. 

“La, jawab!” 

Daisy menarik tangan sahabatnya—-Renjana. “Jadi, elo beneran ada sesuatu sama si duda itu? Bjir, baru juga semalam udah sat set aja.” 

“Nggak juga. Bentaran deh, kalian jangan potong ucapan gue napa. Gue mau tahu jawaban Ola.”

“Elah. Si Ola sendiri aja nggak tahu kek mana. Masih aja nanya.”

Sementara yang sedang dibahas di sini, Ola malah mengalihkan pemandangannya ke arah lain diikuti oleh Bianca. Lagi, mereka berdua melihat seseorang berjalan ke arahnya. Kalian tahukah siapa?

“Mereka dateng gengs, cabut yuk,” ajak Bianca.

“Siapa—” 

Bola mata Renjana membelalak tatkala melihat sepasang manusia yang semakin hari semakin mesra saja membuatnya mendadak iri dan ingin sekali pamer kemesraan pada Hansel dan Keyla. Kesal sangat-sangat. Apalagi saat ini mereka bisa dengan terang-terangan tidak sembunyi-sembunyi seperti dulu. 

Renjana tidak sanggup.

Dia berniat mengirimkan pesan kepada seseorang, tapi pas dia membuka ponselnya dia malah dibuat kaget.

“Pura-pura nggak lihat kita, masih belum bisa move on, ya, Mbak?” Keyla sengaja berkata sedikit dikeraskan agar Renjana bisa mendengarnya.

Bianca, Daisy dan Ola memutar bola matanya malas. 

Renjana sendiri men-zoom bagian room chat dia dengan seseorang yang membuatnya semakin tidak bisa memercayai yang dia lihat. Mau tidak mau Renjana dengan cepat memperlihatkan kepada ketiga sahabatnya agar mereka bisa melihat apa yang dia lihat. 

Benar atau tidak. Namun, saat mereka tengah melihat room chat Renjana dengan seseorang tersebut si pasangan menjengkelkan yang sedang tebar pesona itu duduk di hadapan Renjana. 

“Sayang, Sayang! Kasihan banget, ya, si Mbak di depan kita ini kayaknya lagi iri deh soalnya kita semakin mesra aja. Iya nggak, sih? Eh, kamu jangan sampai kepincut sama dia, ya.”

Brak … 

Si Bianca setres. Lagi-lagi apa-apa dia menggebrak meja. Kedua kalinya mereka diprotes sama si pemilik warung.

“Nggak mungkin,” lirih Bianca. 

Daisy dan Ola menggeleng.

- Bersambung -

Renjana | OTW TERBIT✅ | Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang