- Delapan Belas -

39 7 0
                                    

- Selamat Membaca -

|| Duda bucin itu ternyata kekasih sahabatku 

Ollafia Charlotte

————

Kampus siang ini dihebohkan dengan tingkah seorang laki-laki dewasa yang terus berusaha mengejar seorang mahasiswi dari empat yang sedang berjalan menuju kantin. Di kantor dia tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Terhitung sudah tiga hari kekasihnya memblokir akses menemui dirinya, dia merasa bersalah, tapi dia juga bingung waktu itu malah main serobot saja, tidak peduli dengan kekasihnya sendiri yang risi atau tidak atas perilakunya.

Bodo amat. 

Iya. Mungkin itulah yang dia rasakan saat ini di saat semua orang memerhatikannya. Bahkan sampai ada yang bilang tak tahan ingin merasakan posisi salah satu dari ketiga geng brutal itu yang mana bisa dikejar oleh laki-laki tampan, mapan dan rupawan itu.

Siapa lagi kalau bukan Kaivan Dwi Anderson.

Iya. Dia sedang berusaha mendapatkan kata maaf dari kekasihnya. Tidak peduli seberapa banyak penolakan yang diterima, Kaivan terus mendesak agar dirinya bisa mendapatkan akses kembali untuk dia bisa meminta maaf. 

Mendadak Kaivan teringat akan seseorang. Pikirnya cara ini akan sangat berhasil dan beruntung untuk dia lakukan. Renjana—-kekasihnya, salah satu mahasiswi incaran kaum Adam di fakultasnya itu—-yang sejak tadi dikejar Kaivan dan Kaivan harus mendapatkannya kembali. Tidak ada cara lain. Kaivan berhenti di salah satu meja dekat pintu masuk kantin di pojok kanan, dia mengeluarkan ponselnya menyuruh seseorang untuk segera menemuinya di sana.

Salah satu pekerja di kantin itu datang menawarkan makanan pada Kaivan, mau menolak takut dikira gaje duduk tidak jelas di sana tanpa memiliki tujuan yang lain. Ah, nyatanya Kaivan terpaksa memesan satu minuman untuknya.

“Pak! Kenapa Anda menyuruh saya ke sini? Bukankah Anda ada jadwal meeting nanti jam dua dan lagi di kampus? Saya rasa tidak ada jadwal Anda mengajar atau ….” Si seseorang yang ditunggu Kaivan yang tidak lain merupakan asisten pribadinya itu menjeda sejenak ucapannya merasa ada yang aneh dari diri atasannya, “oh, apa Anda masih berusaha membujuk—”

“Mulutmu!” potong Kaivan sembari memelototi asisten yang ternyata sahabatnya itu begitu tajam, “lakukan sesuatu untuk saya dan bagaimanapun caranya harus berhasil. Saya dan Renjana harus kembali baikan. Sebagai imbalannya saya akan menaikkan gajimu dua kali lipat dan membiayai pernikahanmu dengan Olla. bagaimana?” 

Wow. 

Keuntungan yang luar biasa bukan? Tapi bagaimana caranya? Sayang banget rasanya kalau harus ditolak. Secara saat ini memang—Evan Mahendra—-asisten sekaligus calon suaminya sahabatnya Renjana ini sedang membutuhkan suntikan dana. Walau orang tuanya terbilang berada, tapi Evan ingin hasil sendiri.

Oh iya. Setelah pertemuan dan percakapan singkat waktu itu dengan Olla. Mereka berdua menerima perjodohan itu, tapi Olla tentunya tidak ingin ada orang yang tahu selama statusnya belum jelas—maksudnya belum jelas mau dinikahi atau tidak—kan kalau ngebongkar sekarang dia calon dari Evan tapi nyatanya tidak terjadi pernikahan atau pertunangan yang ada dia malu sendiri. 

Olla. Malu, tapi ya … Evan juga malu lah. 

“Tanyakan pada Olla. Dia pasti tahu bagaimana caranya ngebujuk seorang Renjana!” titah Kaivan.

Sebelum beranjak pergi dari sana karena harus terpaksa kembali ke kantor. Sebab, memiliki pekerjaan di sana. Pandangan matanya sempat beradu dengan Renjana. Namun, setelah itu Renjana mengalihkan pandangannya, Kaivan hanya tersenyum miris sekali dirinya. Menyesal tiba-tiba main serobot saja tanpa bertanya pada Renjana.

Kaivan menghela napas panjang. Langkahnya terasa berat sekali rasanya, tidak tahu mengapa. Tiga hari ini bagi seseorang yang sedang kasmaran apalagi seperti seorang Kaivan ini terasa seperti setahun. Lama sekali. Kaivan sepertinya harus bersabar. 

Pada akhirnya mengalah untuk sementara merelakan sampai benar-benar kekasihnya kembali pada pelukannya ini pun harus dilakukan. Tidak ada yang tidak bisa dia lakukan. 

Di kantor saat sedang mempersiapkan untuk meeting dia kedatangan Mommy Naura. Bibir Kaivan mencebik, malas tapi sisi lain pikirannya melayang pada kejadian di mana dirinya dan Renjana masih marahan. Meminta bantuan kepada Evan—-asistennya itu—rasanya fifty-fifty khawatir antara berhasil dan tidak berhasil. 

Ah, mau gimana lagi coba. Orang Evan sama-sama seperti dirinya. Kurang ahli dalam membujuk apalagi merasakan bagaimana berpacaran. Apa Kaivan memanfaatkan keberadaan mommy-nya aja?

“Apa kamu sedang sibuk, Nak?” 

Satu pertanyaan telah keluar dari mulut wanita itu, sayangnya tak mendapatkan tanggapan apa-apa. Pikir Naura putranya masih belum memaafkan atau mengira fitnah tentang dirinya yang dijodohkan dengan Jovita itu benar adanya.

“Kamu mara—-”

“Nggak. Cuma lagi agak sibuk aja. Mom ada apa ke sini?” potong Kaivan menjeda sejenak pekerjaannya, “sejam lagi mau meeting.” 

“Mom ke sini mau ajak kamu sama Renjana buat makan malam di rumah nanti. Mom harap kamu bisa ikut. Mom sudah berbicara sama Renjana. Dia bersedia ikut.”

Bungkam. Bibir Kaivan tertutup rapat seakan sudah dilapisi lem saja. Akan tetapi, lain halnya dengan pikirannya yang sudah berkelana membayangkan keuntungan yang didapat dari momen makan malam bersama. Meski ada sedikit rasa malas pada mommy-nya itu, tapi kalau dipikir-pikir kenapa nggak disingkirkan saja pikiran jelek tentang wanita yang telah melahirkannya? Bukankah baiknya mereka memulai kembali dari awal sesuatu yang hilang sebagai ibu dan anak?

Lama berpikir membuat Naura mengembuskan napasnya kasar. Pasrah sudah jika putra sulungnya ini masih kesal dan tidak ingin memenuhi undangannya itu. Putusnya dia langsung berdiri maksud hati untuk segera pergi dari sana. Tapi langkahnya terhenti sebab putra tercintanya itu memanggilnya.

“Kai minta maaf kalau selama ini sudah termakan omongannya Jovita. Kai mau kita kembali seperti awal lagi kayak ibu dan anak pada umumnya. Itu pun kalau Mom bersedia, cuma—”

Belum sempat menyelesaikan ucapannya Naura melangkah cepat mendekat ke arah putranya. Sebuah harapan yang kini telah menjadi kenyataan. Naura sangat senang bukan main, terlihat dari sudut bibirnya yang tertarik ke atas.

“Jangan senang dulu, Mom!”

Deg

“Maksudnya?”

Pelukan itu terlepas. Kaivan benar-benar menurunkan rasa gengsinya, digenggamnya kedua tangan yang sudah berkeriput itu dan dia mulai mengungkapkan isi hatinya. “Mom! Gengsi sebenernya jujur, cuma karena tiga hari Kai tidak bisa bersama Renjana lagi. Please! Bantu anakmu buat bisa kembali bersama. Dia ngambek karena Kai lancang sama dia.” Kai sengaja memasang raut wajah frustasi agar Naura mau mengiyakan permintaannya.

Bodo amatlah sekali lagi. Naura akan mengejek karena dikira dirinya sudah berusia matang tapi saat jauh dari perempuan tersayangnya Kai masih membutuhkan pertolongan Naura. Tapi, kan, setahu dia Renjana dan Naura cukup deka. Tidak salah, kan?

“Memangnya apa yang putra Mom ini lakukan sama dia sampai calon menantu kesayangan Mom ngambek, hem?”

Huft 

Pertanyaannya sekarang untuk diri Kai sendiri. Haruskah Kai jawab sesungguhnya?

- Bersambung -

Renjana | OTW TERBIT✅ | Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang