- Dua Puluh Empat -

30 3 0
                                    

- Selamat Membaca -

|| Seseorang yang serius terhadap sesuatu itu merupakan seseorang yang bertanggung jawab.

Gerry Henderson

———

Malam ini sesuai janji papi dan maminya akan mengintrogasi calon menantunya yang usianya jauh lebih tua daripada putrinya. Awalnya hanya akan berdua saja antara Kaivan dan juga papinya Renjana—-tapi Freya dan Renjana ingin ikut mendengarkan, tapi Freya sendiri memiliki tujuan tertentu—-jadinya introgasi ala-ala keluarga Henderson dilaksanakan di ruang keluarga saja.

Agar lebih santai ceritanya. Ya, begitulah—-saran papinya Renjana saja.

“Mami, Papi. Kapan mulainya?” tanya Renjana, tak sabar sekali rupanya putri semata wayang mereka. 

Papi Gerry menaikkan sebelah alisnya, menatap curiga pada putrinya. Seperti ingin tahu bagaimana tindakan yang dilakukan olehnya, pikirnya. 

“Papi kok tatap Na kayak gitu?” 

Renjana memerotes papinya, tapi tangan kekar Kaivan mengusap puncak kepala Renjana maksud hati ingin menenangkan gadis itu agar tidak gugup dan tidak terlalu banyak bertanya. Iya, intinya biarkan saja lah mereka berkata apa yang ingin mereka katakan, kan? Tidak salahnya. 

Gerry berdehem pelan. Mulai menegakkan duduknya. “Pacarmu yang ingin papi tanyai, kok jadi kamu, sih, Na, yang gerasak-gerusuk? Apa jangan-jangan kamu tidak sabar lagi sama keputusan papi? Izinin kamu menikah sama dia atau—”

“Is, Papi. Ayolah, Na pengen denger!” potongnya. 

Kaivan yang melihat kekasih kecilnya itu memerotes sembari mengerucutkan bibirnya semakin dibuat gemas. Pikiran jahatnya mendadak mulai berkeliaran. Namun, secepatnya berusaha ditepis dan yang ada tiba-tiba malah dia mencubit gemas pipi Renjana tidak peduli Gerry dan Freya menatapnya tajam. Kaivan berusaha menetralkan degup jantungnya agar supaya dirinya tidak terlihat gerogi. Ya, Kaivan colak-colek Renjana pun sebenarnya hanya pengalihan saja. Kaivan gugup, gerogi. 

Ekhem … 

Gerry memerhatikan Kaivan dan pandangan matanya melihat ke arah putrinya melihat reaksi putrinya saat tangan nakal Kaivan mencubit pipi gembul putrinya. Gerry mendapatkan cubitan di pinggangnya dan itu sebabnya karena Freya ingin secepatnya mengatakan inti daripada percakapan mereka sekarang.

Mau tak mau Gerry mengangguk. Ditatap tajam oleh istrinya begitu Gerry sudah tahu, maka dari itu dia mulai ingin membuka mulutnya memulai topik percakapannya. Kalau kelamaan lagi yang ada Freya mencak-mencak berakhir kagak dapet jatah. Haduh, jangan sampai!

“Kaivan Dwi Anderson. Putra tunggal Nyonya Naura Laurence yang telah memiliki beberapa perusahaan sendiri entah di luar atau dalam negeri. Usia sudah mau 30 tahun, status duda ditinggal cerai istri pertamanya. Apa kamu yakin ingin menikah dengan putri saya? Alasannya kamu mencintai putri saya apa dan sanggupkah kamu buat terima kekurangan dan kelebihan dia?” 

Freya menambahkan sesuatu yang seharusnya tidak perlu diungkapkan dan bukan rahasia umum lagi kalau ternyata, “bahkan putri kami manja dan tidak bisa memasak. Masih mau nikah dengannya apalagi sampai dipercepat?” tanyanya.

Tangan Kaivan tak lagi berani mencubiti pipi gembul kekasihnya. Dia menegakkan duduknya, tapi sebelum itu dia menghela napas panjang dan barulah setelah itu dia angkat bicara. “Saya yakin. Saya mau menikahi anak kalian. Saya mencintai dia apa adanya terlepas dari dia manja, tidak bisa melakukan pekerjaan rumah, saya tidak peduli juga mau Renjana kerjaannya hanya rebahan saja. Yang jelas, tujuan saya menikahi putri kalian ini untuk menjadikannya ratu di kehidupan saya nanti bukannya babu.” 

Kaivan menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskan napasnya perlahan. “Sejauh yang saya tahu Renjana ini meskipun anak orang terkaya nomor satu di negara ini. Hidupnya tidak neko-neko, apa adanya bahkan dia sama sekali tidak pernah menunjukkan kalau dia orang kaya. Selain itu juga mau bekerja keras dan yang Anda katakan tentang Renjana yang tidak bisa masak. Anda salah.” 

Bola mata Kaivan mengarah ke arah Freya. 

Malam ini suasananya benar-benar terasa mencekam. Sunyi, tapi di menit setelahnya embusan angin malam menyapa mereka. Kaivan mulai melanjutkan ucapannya tersebut. 

“Renjana pandai memasak. Rasa masakannya bahkan mengalahkan masakan chef resto mahal. Saya pernah merasakan makanan buatan Renjana dan begitupun dengan Mom saya.”

Gerry mengangguk mengerti. “Jadi, alasan Anda ingin sekali menikahi putri saya dalam waktu dekat ini. Apa, ya?” 

“Saya hanya tidak mau berdosa karena berpacaran lama-lama. Saya mencintai Renjana begitu pula sebaliknya, saya punya niat baik dan bukankah niat baik itu harus disegerakan? Jadi, tulus dalam hati saya ingin mengutarakan bahwa bolehkah saya menikahi Renjana dua minggu lagi?”

“Hah?”

Renjana yang sejak tadi diam memerhatikan obrolan papi dan maminya bersama kekasihnya tersebut dibuat shock atas ungkapan Kaivan. Setahu Renjana, Kaivan hanya bilang habis semester ini akan melamar. Lalu, sekarang apa dong kok malah jadi dua minggu lagi?

Tidak terlalu terburu-buru, kan?

Ingin rasanya mengajak Kaivan bicara berdua. Namun, rasanya tidak sopan kalau harus pergi padahal belum selesai.

“Baik. Saya mengerti.” Gerry bersuara.

Freya ikut mengangkat suara. “Kami setuju saja kalau harus minggu depan, tapi semua tergantung putri kami. Cuma di sini saya mau mastiin sebagai mami Renjana dan sebagai perempuan yang tentunya akan menjadi seorang istri. Kamu sudah tidak punya hubungan lagi dengan mantan kamu, kan? Saya hanya takut kamu menyakiti permata kami.”

Renjana menunggu jawaban apa yang akan Kaivan berikan. Karena bagi Renjana apa yang dibilang orang tuanya benar. Hubungan yang akan mereka jalani atau pijaki serius, bukan hanya pacaran, lalu putus dan setelahnya cari yang baru.

Cukup lama tak ada yang bersuara di ruang keluarga ini. Renjana menatap kecewa pada Kaivan yang tidak banyak bicara. Pikiran Renjana sekarang malah jadi ke mana-mana ini. Tapi saat harapannya pupus lantaran Kaivan hanya diam saja. Renjana dikejutkan dengan ungkapan yang tak pernah Renjana pikirkan sejak tadi. 

“Saya sudah tidak punya hubungan lagi dengan mantan istri saya. Semenjak saya tahu bahwa niat dia menikahi saya karena uang, saya sudah tidak lagi memberikan akses untuknya mendekat. Seluruh jiwa raga bahkan apa yang saya miliki sekarang hanya akan diberikan untuk istri saya nanti. Arunika Renjana.”

Kaivan mengambil kedua tangan Renjana dan mengecupnya di depan kedua orang tua Renjana sendiri. “Yang! Aku mencintaimu tulus dari hati aku. Sejak kali pertama kali kita bertemu, hingga sekarang ini bahkan rasa cinta ini semakin bertumbuh dan saya hanya mau kamu sampai kapan pun. Kamulah satu-satunya yang telah menghancurkan benteng pertahananku sehingga aku  menjadi sealay ini.” 

Renjana hanya mengangguk saja. Gerry bertanya pada putrinya tentang keputusan untuk menerima pinangan Kaivan dan menyetujui pernikahan yang akan dilaksanakan dua minggu lagi atau tidak.

Gadis itu mengembuskan napasnya perlahan. “Hem … boleh tidak, kalau Mommy Naura yang mengatakan itu buat aku? Hem … maaf bukan apa. Aku hanya ingin tidak hanya Mas Kai aja yang terima aku di kehidupannya, tapi aku juga ingin keluarganya termasuk mommy-nya terima aku.”

-  Bersambung -

Renjana | OTW TERBIT✅ | Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang