Chapter 38

1K 116 43
                                    

“Soojung bagaimana kau bisa berakhir berhubungan dengan Kim Jongin?” Tanya eonnie dengan dahi berkerut keheranan di wajah pucatnya.

Haah! Aku menghela nafas kasar tidak tahu harus memulai darimana. Aku tidak berani melihat eonnie yang pasti menatap marah padaku dengan mata coklatnya yang tajam.

Bagaimana aku harus bercerita pada kakakku. Jika aku mengatakan yang sebenarnya aku takut eonnie akan menyalahkan dirinya sendiri.

Situasi ini, aku tidak tahu bagaimana menghadapinya. Semuanya menjadi sangat kacau.

“Apa itu karena operasi ginjalku,” tebak eonnie yang sangat tepat.

“Tidak. Tentu saja bukan.” Aku segera mengelak. Tidak mau eonnie menyalahkan dirinya. Aku sudah sangat bersyukur eonnie sekarang sudah benar-benar sembuh dan sehat kembali. Aku sama sekali tidak menyesal melakukannya. Aku sumpah.

“Lalu apa alasannya Soojung? Demi Tuhan kau dan Kim Jongin hidup di dunia yang berbeda kalian tidak akan saling terhubung.” Kakakku bukan orang bodoh kan.

Tentu saja tidak pernah juga terlintas bahkan di dalam mimpi pun aku akan berhubungan dengan Jongin. Itu mustahil.

“Dia tunangan Jinri,” aku mengatakan bagaimana aku dan Jongin bisa bertemu, awal dari hubungan kami.

“Dan kau berniat menghianati sahabatmu?” Nada dan kecewa dari kakakku seperti tamparan untukku.

“Tidak!” Kataku seperti wanita munafik tapi aku tidak lebih frustasi daripada pada eonnie. Air mata sudah kembali mengenang di pelupuk mataku.

“Jadi kau melakukannya karena uang,” eonnie membuat kesimpulannya sendiri dengan suara menyedihkan dan senyum sinis.

Aku menghela nafas, frustasi dan kecewa terhadap diriku sendiri. Pada akhirnya aku hanya menyakiti semua orang.

Kakakku.

Sehun.

Jinri.

Dan juga Jongin.

“Tidak ada yang lebih penting daripada kesembuhan eonnie,” elakku dengan air mata yang sudah mengucur deras membasahi wajahku

“Soojung,” nada bersalah dalam suara serak eonnie hanya membuatku hancur.

“Aku tidak apa-apa, eonnie.” Dengan menggelengkan kepalaku.

Sica eonnie memelukku, membiarkanku menangis di bahunya seperti yang kami lakukan dulu waktu kecil. Hanya pelukan dan rasanya sudah cukup membuatku lebih baik.

***

Aku membuka mataku ketika alarm di ponselku berbunyi seperti biasanya di jam enam tiga puluh pagi. Mengeliat, tangan besar Jongin selalu melilit di perutku.

Tapi kali ini aku menyerngit heran, kenapa Jongin bisa ada di sini?

Maksudku aku ada di apartemen yang ditempati eonnieku, bukan di apartemenku. Lalu bagaimana Jongin bisa di sini? Bagaimana dia bisa masuk.

Hah tentu saja dia bisa, dia adalah pemilik gedung ini, Jung Soojung.

Aku sengaja tidak kembali ke apartemenku atau penthouse Jongin. Aku tidak mau ketika Sooyeon eonnie bangun besok pagi dia tidak menemukanku di sini. Dan hanya akan membuat semuanya menjadi nampak jelas.

Memindah tangan Jongin dari perutku pelan-pelan, aku beranjak ke kamar mandi. Aku membasuh mukaku yang nampak tidak lebih baik dari kemarin. Mataku masih bengkak dan wajahku pucat. Sebagai wanita hamil aku merasa, sangat kurang makan. Aku masih mual dengan bau-bau aneh yang membuatku jarang bisa menelan banyak makan.

Hal itu hanya membuatku merasa sangat bersalah dengan bayi kecilku.

Klik!

Pintu kamar mandi dibuka, aku bisa melihat pantulan Jongin di cermin dengan piyama warna maroon yang sama dengan gaun tidurku. Kita tidak berencana mengenakan panjama yang sama, aku yakin.

“Kenapa lama sekali?” Jongin berjalan ke arahku dan langsung melingkarkan tangannya di pinggangku. Kepalanya bersandar di bahuku, dan wajahnya di ceruk leherku.

Tangan kananku menghusap wajah Jongin, ketika dia menggesekan dagunya di bahu telanjangku. Dagu Jongin di pagi hari sangat tajam karena dia belum bercukur.

“Jongin geli,” aku mengeliat, mencoba melepaskan pelukannya.

Yang tentu saja sia-sia Jongin lebih besar dariku dan pastinya juga lebih kuat.

“Mau mandi bersama?” Gumam Jongin, nafasnya yang hangat mernepat kulit leherku.

“Hanya mandi?” Aku harus memastika jika itu hanya mandi atau . . .

“Apa kau mual?” Tanya Jongin, tangannya yang semula di perutku mulai merayap ke atas. Menghusap payudara telanjangnku yang hanya berlapis kain satin dari lingerie yang kukenakan.

“Hmm tidak,” jawabku ragu. Aku sudah mendapat obat anti mual dan banyak vitamin yang cukup membantu mengatasi morning sickness yang menyiksa ini.

“Apa kau mau?” Jongin bertanya lembut, mata kami bertemu dicerimin. Aku bisa mata hitam kelamnya sudah diliputi gairah. Telapaknya sudah memilin putingku yang mengeras karena husapannya.

“Hmm,” aku tidak bisa menolak. Tubuhku menginginkannya. Aku rasa aku mulai kecanduan seks sama sepertinya.

***

Aku keluar kamar diikuti oleh Jongin di belakangku. Dia sudah rapi dengan setelan remsi warna abu tuanya.

Sooyeon eonnie mendonggakan kepalanya mendengar suara pintu kamarku. Mata coklatnya yang mirip dengan milikku melebar dan dahinya berkerut terkejut. Bibir tipisnya terkunci rapat tapi aku tahu ada seribu pertanyaan yang akan terlontar dari sana.

“Selamat pagi,” suara berat Jongin memecahkan keheningan.

Dia duduk di kursi di depan eonnie yang sedang membuat telur mata sapi.

“Selamat pagi Mr. Kim?” Tanya eonnie.

“Jongin. Cukup panggil Jongin, noona.” Jawab Jongin terlampau santai menurutku. Noona? Aku bahkan Miss Jung hingga pertemua ke sekian kami.

“Jadi Jongin, kau mau bergambung bersama kami?” Tanya eonnie. Dia sama sekali tidak terintimidasi dengan Jongin.

“Tentu,” Jongin menarik kursi untukku di sampingnya, “Duduk.”

Aku duduk dengan patuh namun memberi jarak diantara kami. Membuat Jongin mengangkat alisnya tidak suka.

Eonnie membuat tiga sarapan untuk kami, toast, bacon, dan telur mata sapi. Dia duduk di samping kananku dan Jongin di samping kiriku. Hening untuk waktu yang cukup lama hanya suara piring dan garpu yang terdengar. Hingga suara pintu di ketuk dari luar. Jongin bangun tanpa berkata apapun.

“Ini Mr. Kim.” Sepertinya itu Joowon bodyguard Jongin aku tidak bisa melihatnya karena tertutup tubuh Jongin.

Jongin kembali dengan dua kotak susu hamil. Mataku melebar melihatnya.

“Kamu mau minum yang rasa apa, Soojung?”

Eonnie yang melihat Jongin berjalan ke arah pantry dan mengambil gelas memperhatikan kotak susu yang berada sudah Jongin letakan di atas meja.

Matanya melebar sempurna, “Soojung kau . . .?”

Aku tidak berani menatapnya, pada akhirnya entah cepat atau lambat eonnie akan tahu seperti kata Jongin.

“Soojung sedang mengandung anakku,” Suara tenang Jongin menjawab.

NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang