Chapter 37

14.2K 958 310
                                    


"Bau apa ini?"

Hidungku yang memang sensitive akhir-akhir ini tidak bisa tahan saat mencium sesuatu yang terasa begitu menyengat dan amis salah satunya adalah nori. Aku menjadi sangat benci makanan yang mengandung rumput laut sekarang. Dan baunya sangat menyengat kali ini membuatku sudah pusing menjadi lebih tidak enak lagi karena ini. Rasanya aku . .

"Huekkkk," menutup mulutku dengan tangan, aku berlari kecil ke kamar mandi. Lagi-lagi aku muntah, rasanya lemas saat tidak ada lagi yang tersisa untuk dikeluarkan. Aku bersandar di dinding, untuk menghilangkan rasa mual yang terus bergejolak ini.

"Soojung kau baik-baik saja?" Suara eonnie dari luar membuat mataku mengerjab terbuka.

"Aku tidak apa-apa, eonnie." Aku membasuh mulutku yang terasa pahit sebelum keluar. Membuat diriku nampak baik-baik saja meski aku tidak.

Wajahku pucat bahkan ketika aku sudah menggunakan lipsbalm tetap tidak bisa menutupinya. Semua masalah yang terjadi ahkir-akhir ini terlalu mengangguku. Aku tidak bisa tidur nyenyak meski dalam pelukan Jongin. Tidak bisa menghentikan diri dari memimpikan hal-hal buruk dalam tidurku. Belum lagi ditambah morning sickness yang terus-terusan. Tentu saja itu membuat nabsu makanku menurut. Aku tidak bisa menelan apapun setiap pagi, meski dipaksa aku tetap akan memuntahkannya.

Belum lagi ditambah masalah foto waktu itu, jika memikirnya hanya tambah membuatku pusing. Tidak siapa yang mengirimkannya, apa tujuannya? Ancaman atau peringatan? Aku tidak tahu. Aku belum mengatakannya pada Jongin. Aku lupa karena terlalu sibuk memindahkan eonnie. Banyak yang harus disiapkan terutama alasan masuk akal untuk membohongin eonnie.

"Hei, kau sakit?" Eonnie ada di depan toilet begitu aku keluar.

"Hanya mual," bisikku.

Eonnie menatapku dengan dahi berkerut. Dia menyentuh keningku, "Aku pikir ini bukan sakit biasa Soojung. Kau sering mual akhir-akhir ini dan selalu pucat. Periksalah ke dokter."

Eonnie memperhatikannya bukan? Dia tahu jika aku sering mual karena aku tidak tahan dengan bau rumah sakit. Ini hal normal sebenarnya kalau saja eonnie tahu aku sedang hamil. Tapi eonnie tidak tahu, jadi tentu saja dia khawatir.

Memejamkan mataku erat, aku bersandar di dinding. Kepalaku berdenyut-denyut rasanya ingin meledak. Aku mengedipkan mataku, melihat sekitarku yang lambat laun nampak menghitam sedikit demi sedikit.

"Sudah, eonnie. Semuanya baik-ba. . ."

"Soojung!"

***

"Akhirnya kau bangun," suara bass berat menyambut pendengaranku.

Aku mengedipkan mataku yang masih terasa berat dan melihat ke sekelilingku.

"Dimana?"

Apa kita di rumah sakit? Karena ini bukan kamarku bukan juga kamar di penthouse Jongin.

Jongin membantuku duduk yang bangun dengan perlahan rasanya seperti dejavu.

"Minum." Perintahnya memberiku segelas air putih. Aku patuh karena tenggorokanku terasa kering.

Menarik tangan kiriku aku melihat ada jarum infus di sana. Sial.

Aku pasti pingsan bukan yang pertama tapi mengapa harus hari ini saat pertama eonnie pindah. Semua seperti kegagalan yang sempurna. Aku tidak bisa membayangkan betapa terkejutnya dia.

"Eonnie? Dimana Sooyeon eonnie?" Tanyaku perlahan dan mencoba untuk tenang.

"Ada di luar," Jawab Jongin santai.

"Sial, Kim Jongin lalu apa yang kau lakukan di sini?" Aku menghentakkan tanganku marah yang langsung dihentikan oleh Jongin.

"Kau bisa melepaskan ini." Jongin menunjuk jarum infusku.

"Aku tidak peduli. Ya Tuhan, Jongin apa yang sudah kau katakan pada kakakku?" Desisiku marah dan frustasi sendiri. Aku marah pada diriku sendiri, karena begitu lemah hingga membuatku pingsan dan membuka peluang Jongin bertemu kakakku.

"Memang apa?"

"Jongin!"

Jongin membuang nafas jengkel lalu berdiri dengan marah, "Apa kau akan menyembuyikan ini selamanya dari kakakmu?"

"Ya!"

"Dia akan tahu kau hamil cepat atau lamabat. Apa bedanya jika dia tahu sekarang."

"Itu bukan urusanmu!" Aku tidak bisa mengunakan nada tenang atau biasa-biasa saja berbicara dengan Jongin sekarang.

"Urusanku karena itu anakku."

Aku berpaling, merasa tertohok oleh ucapannya. Benar ini anak Jongin juga, dia juga berhak atas bayi di dalam perutku. Jika tidak ada Jongin, bayi ini juga tidak akan ada.

"Aku memberitahu kakakmu jika kau adalah kekasihku."

Sialan Kim Jongin.

"Kau tidak bisa."

"Aku sudah mengatakannya."

"Tapi. . ."

"Tenanglah Soojung semuanya akan baik-baik saja. Kau terlalu banyak berpikir. Jangan membuat dirimu sendiri stress."

Demi Tuhan dialah penyebab utama stressku. Aku memejamkan mataku dan menuruti perintah Jongin dengan tidak berteriak padanya. Aku tahu aku tidak boleh over thinking tapi aku tidak bisa Demi Tuhan.

"Kau tidak bisa mengatakan itu saat kau akan menikah dengan wanita lain." Desisku marah. Dan tanpa diminta air mataku menetes turun begitu saja. Aku begitu emosional akhir-akhir ini.

Jongin segera menarikku ke dalam pelukkannya, "Ssttt jangan menangis."

Entah untuk yang keberapa kali kami bertengkar sekarang. Terlalu sering hingga aku tidak bisa mengingatnya. Sekarang bukan hanya Jongin yang menjadi sering marah tapi aku juga. Aku tidak bisa mengedalikan diriku terkadang meski aku tahu amarahku mungkin karena hormon kehamilan saja.

Aku kadang begitu cemburu meski aku tidak berhak. Aku tidak pernah berniat merebut Jongin dari Jinri tapi aku tidak bisa melihat mereka bersama.

Dan setiap kali mengingat jika mereka akan menikah pada akhirnya aku tidak bisa untuk menjadi tidak marah. Aku benci kenyataan itu, aku benci berada diposisi ini.

Aku tidak ingin hanya berada di bawah bayang-bayang Jongin tapi aku juga tidak bisa menjadi begitu jahat.

***

"Jadi?"

"Apa?" Aku yang sedang memasukan suplemen yang dibeli oleh Jongin ke dalam lemari pendingin menghentikan aktivitasku sejenak tanpa menoleh kepada Sooyeon eonnie yang sekarang duduk di pantri di belakangnya.

Aku tahu eonnie akan bertanya pada akhirnya, aku menanti itu saat makan malam tadi. Tapi Jongin bergabung dengan mereka jadi mungkin eonnie menahannya.

"Kim Jongin bukan pria lajang."

Seluruh dunia tahu jika dia sudah bertunangan dan akan menikah. Aku tidak perlu eonnie mengingatkan itu padaku.

"Sejak kapan kau menjalin hubungan dengannya?" Nada dalam suara eonnie begitu sinis.

"Kami hanya berteman."

"Orang buta juga tahu jika kalian lebih dari itu, Jung Soojung."

"Eonnie."

"Tolong jangan bilang jika apartemen ini miliknya."

Dari awal aku tahu ini bukan ide yang bagus membawa eonnie ke apartemen Jongin. Aku bisa membayangkan Jongin yang menerobos masuk ke dalam apartemen dan itu pasti membuatnya curiga. Bagaimana bisa pria asing masuk sembarang ke dalam apartemen wanita. Lebih parahnya dia ada berjam-jam di kamar wanita tersebut.

Apa yang ada dipikiran gila Kim Jongin.

Aku tidak tahu asusmsi apa saja yang sekarang dibuat oleh kakakku tentang aku dan Jongin yang pasti itu buruk.

***

Note: ternyata masih ada yg nungguin cerita ini gak nyangka. Aku aja udah lupa wkwk kemaren kapan taon tuh udah nemu plotnya tp pas nulis alurnya jadi beda terus sekarang aku bingung lagi gimana lanjutiiinnya haha ✌️

NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang