Chapter 10

22K 1.2K 119
                                    

His Ex

***

Aku mengeliat merasakan tubuhku yang sakit semua. Kemarin lebam-lebam sekarang aku merasa seperti habis dipukuli. Aku turun dari ranjang tidak terkejut tidak menemukan Jongin kali ini. Jam cantik di dinding menunjukkan pukul sembilan lebih lima pagi namun langit masih mendung, mungkin turun salju lagi.

Aku mandi cepat, dan mengenakan pakaianku. Aku melihat iphone yang kemarin, beserta black card baru yang ada namaku di nangkas. Terdapat kertas yang terselip di sana dengan tulisan tangan yang cukup rapi.

-Aku akan menghubungimu di nomer ini. Dan gunakan kartu ini untuk kebutuhanmu, pinnya xxxx- KJ

Singat, padat dan penuh perintah. Sangat seperti Kim Jongin, tidak ada kata tolong atau terima kasih.

Aku tersenyum miring menyentuh kartu persegi hitam yang bernilai  jutaan won itu. Jongin benar-benar memperlakukanku seperti pelacur. Meski dia mengatakan aku bukan tapi caranya memperlakukan memang begitu. Dia bercinta denganku semalam dan membayar di pagi harinya. Setetes air mata yang tidak diinginkan jatuh dari pelupuk mataku. Aku tidak suka berpikir seperti ini, tapi setiap kali aku teringat  kondisiku sekarang. Aku selalu merasa kotor dan bersalah.

Drrtt. Drrtt. Drrtt.

Bunyi dari getaran ponsel mengagetkanku. Itu bukan ponsel pemberian Jongin yang berarti itu ponselku yang berbunyi. Aku mengambilnya di tas slempang kecilku. Tertera nama 'OhSe'  di layar yang berkedip. Aku mengigit bibirku membiarkan ponsel itu terus bergetar di tanganku. Aku sudah mengabaikan panggilan Sehun selama lima hari. Dan jika aku mengabaikannya lagi hari ini, dia pasti akan gila mencariku.

Aku mendehem membenarkan suaraku, "Yoboseyo," Sapaku secerah mungkin.

"Soojung. Terima kasih Tuhan akhirnya kau mengangkat teleponku." Sindirnya dari seberang sana.

"Maaf Sehun aku sibuk," ucapku menyesal. Aku memang sibuk kemarin tapi sebenarnya bukan itu alasanku tidak mengangkat telepon Sehun.

"Aku mengerti. Tapi sesibuk apapun kau, bisakah setidaknya mengabari meski lewat pesan singkat."

"Ok. Aku sangat menyesal, maaf." Ucapku dengan suara yang kubuat semanis mungkin.

"Tidak apa tapi jangan lakukan itu lagi."

"Tentu."

"Mengapa kau tidak bilang kalau Sica noona pindah rumah sakit?" Sehun menghela nafas di seberang sana. Dia pasti kecewa, selama ini aku selalu mengatakan segalanya pada Sehun. Tapi untuk yang kali ini aku tidak mungkin berkata yang sebenarnya.

Sehun bisa- Aku tidak yakin apa yang mampu ia lakukan jika dia tahu bahwa aku menjual diriku untuk biaya perawatan eonnie. Sehun, aku sudah mengenalnya sejak kecil tapi kadang dia melakukan hal-hal yang tidak terduga.

"Aku ingin yang terbaik untuk eonnie. Aku ingin dia cepat sembuh." Suaraku menjadi serak dan mataku memanas, aku ingin menangis, aku melakukan ini semua untuk kakakku. Aku hanya ingin dia sembuh seperti semula, Jung Sooyeon yang selalu perhatian, Jung Sooyeon yang sangat melindungiku, Jung Sooyoen yang sering memarahiku ini itu.  Bahkan aku merindukan omelan eonnie, candaan kami. Aku ingin kakakku yang seperti dulu, sehat dan sering tertawa. Bukan kakakku yang selalu terlihat sakit dengan wajah pucat tersiksa yang semakin hari semakin kurus dan lebih banyak berbaring.

"Soojung kau menangis? Kau dimana sekarang? Aku akan ke sana." Suara Sehun berubah panik, aku tidak sadar jika aku sudah terisak keras.

"Tidak. Tidak. Aku akan ke rumah sakit. Aku tidak akan menangis di depan eonnie kau tahu itu, jangan khawatir." Tolakku buru-buru jika Sehun sampai menemuiku aku pasti akan menangis keras dan mengatakan yang sebenarnnya padanya.

NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang