Chapter 12

24.6K 1.2K 315
                                    

He's a jerk. I'm not lying

***

"Apa yang kau lakukan di sini?" Desisku kaget mendapati Jongin yang masuk ke toilet wanita.

"Ssttt." Jongin meletakkan jarinya di bibirku, menyeretku menuju bilik toilet paling pojok. Dia mendorongku masuk dan dia juga masuk kemudian menguncinya dari dalam.

Ya Tuhan, kegilaan apa lagi ini?

Jika seseorang tahu dia memasuki toilet wanita, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi.

"Jong...." Dia membungkam mulutku dengan mulutnya.

Jongin menciumku keras yang akan membuat bibirku memar. Tubuhnya menabrak tubuhku menjebakku diantara tembok dan dirinya. Tangannya di rambutku menahan kepalaku di tempat.

Aku tidak bisa bergerak maupun menolak, tapi tanganku bebas.

"Plak!" Aku menamparnya cukup keras hingga wajahnya miring ke samping. Sialan dia!

"Lepaskan aku," geramku marah. Mendorong dada Jongin tapi dia bahkan tidak bergerak. Yang ada Jongin merengut pinggangku dan saling membenturkan tubuh kami. Ia menarik kedua tanganku di atas kepalaku dan mengucinya dengan satu tangannya.

"Jangan membuatku lebih marah, Soojung," Jongin berusaha untuk tenang meski aku tahu dia siap untuk meledak. Jongin tidak pernah berteriak, dia tidak perlu itu untuk mengintimidasi seseorang. Suara geramannya yang dalam sudah cukup, cukup untuk membuat orang lain takut dan mematuhi perintahnya.

Aku juga tidak akan berteriak saat ini, seberapapun marah aku. Aku tidak ingin ada yang menemukan kami saat ini.

Sial!

"Sekarang tutup mulutmu dan bercinta denganku." Jongin langsung kembali menciumku, tidak membiarkanku mengucap kata-kata penolakan lainnya.  Dia mengigit bibir bawahku untuk masuk ke mulutku. Tangannya mengunci kedua tanganku di atas kepalaku, memastikan aku tidak akan menamparnya lagi.

Jongin menciumku kepalaran, lidahnya dengan agresif melesat masuk ke dalam mulut.

Dia gila aku tidak bisa melakukan ini.

"Eghhh Jong-in..." Aku menggelengkan kepalaku, "Jang-an!" Kataku tersedat oleh ciumannya.

Mulut Jongin rakus melumat, mengigit dan menusuk ke bibir juga lidahku. Dia tidak melepaskanku bahkan tidak memberikan jeda padaku untuk mengambil nafas sejenak.

Tubuhnya mendesakku, memastikan aku merasakan tonjolan yang terbentuk di selangkangannya.

Darahku berdesir merasakan gairahnya untukku. Tubuhku bereaksi terhadapnya. Kepanasan itu datang lagi, perlahan-lahan bergerak terus menjalar melintasi seluruh saraf di tubuhku hingga bermuara di dalam intiku yang berdenyut terangsang.

Aku mencair, aku lemah, aku tidak pernah benar-benar bisa menolaknya. Dia berbau nikmat dan akrab membuat putingku berdiri tegak menghianatiku. Gairahku terpacu, aku mulai membalas ciuman Jongin, tidak kalah agresifnya. Tanganku yang sudah ia bebaskan menjambak rambutnya.

Aku marah tapi aku juga bergairah sepertinya. Aku menginginkannya juga, tapi di sini? Ini gila.

"Jongin hentikan." Protesku setengah hati saat ia mulai melumat leherku. Mulutku berkata untuk berhenti tapi kepalaku miring ke samping memberinya akses yang dia inginkan.

"Jangan melawanku, Soojung!" Dia meremas bokongku, membenturkan selangkanganku penisnya yang sekeras batang pohon mahoni berulang-ulang.

Aku mendesis, "Ta-tapi tidak di sini eughhh." Aku berusaha menolak, meski tubuhku tidak demikian. "Kumohon."

NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang