Chapter 2

15.2K 1.3K 106
                                    

The proposal

***

Akhir tahun adalah hari yang sibuk di toko perabotan rumah tempatku bekerja. Banyak orang mencari furniture baru untuk mendekor ulang guna menyambut natal dan tahun baru. Biasanya pelanggan ingin suasana baru di tahun yang baru untuk rumah mereka. Dan jumat malam seperti ini banyak pengunjung yang datang untuk membeli atau hanya sekedar melihat-lihat karena besok weekend.

Dan meski aku bukan seseorang yang mengenyam pendidikan di bidang desain interior tapi keterampilanku dalam menata ruangan cukup bagus hingga aku bisa menjadi supervisor di tempatku bekerja saat ini.

Meskipun begitu aku tidak benar-benar menikmati pekerjaanku sekarang. Aku tetap bertahan karena aku membutuhkan uang. Kakakku sakit, dia terkena kanker dan setiap minggu harus kontrol ke rumah sakit sedangkan biayanya tidak murah. Sedangkan gajiku di sini bahkan kurang untuk biaya hidup dan berobat eonnie setiap bulannya. Tapi aku tidak memiliki pilihan lain karena sangat sulit menemukan pekerjaan yang lebih baik dari ini dengan pendidikanku yang terbatas.

"Isa-nim ada seorang palanggan yang membutuhkan bantuan memilih sofa," salah satu anak buahku melapor. Aku yang sedang melihat katalog untuk barang baru dari supplier yang diserahkan oleh atasanku segera menutupnya.

"Dimana?" tanyaku. Mungkin mereka kerepotan dengan pelanggan ini jadi membutuhkanku.

"Urban room, Isa-nim." Aku mengangguk berjalan ke arah depan toko yang di desain urban dengan dinding kaca dan plesteran yang tidak dilapisi cat.

Suasana toko ramai tapi area itu lebih sepi. Tren di Korea saat ini lebih ke desain ruang vintage yang feminim. Jadi area urban yang manly tidaklah terlalu diminati oleh pelanggan.

Dari jauh aku melihat pria tinggi yang spertinya tidak asing berdiri membelakangiku di antara perabotan-perabotan yang terpajang dan tertata rapi. Sosoknya begitu mendominasi dan perasaan itu tiba-tiba hadir.

Semakin aku berjalan mendekat semakin aku merasa hatiku menjadi tidak tenang. Dan begitu sosok yang berdiri membelakangiku itu berbalik langkahku terhenti seketika seperti jantungku yang mendadak berhenti berdebar.

Aku terlalu terkejut, aku tidak pernah membayangkan akan bertemu pria ini di sini di tempatku bekerja. Lagi pula apa yang dilakukan oleh CEO Kimsang Group di toko furniture?

Ah mencari sofa. Bukankah itu terdengar lucu. Apa Jongin tidak memiliki hal penting lain yang harus dilakukan dari pada menyia-nyiakan waktu berhargnya milih sofa di toko furniture? Apa dia tidak mampu menyewa jasa desainer interior hingga datang sendiri ke sini?

Menarik nafas panjang aku menenangkan debaran jantungku yang entah sejak kapan berpacu lebih cepat. Dengan langkah ragu aku mendekati pria itu.

"Ada yang bisa saya bantu, Sir?" Sapanya berusaha untuk terdengar seprofesional mungkin.

"Miss Jung," Jongin tersenyum, senyum yang tidak mencapai mata. Menyembunyikan sejuta misteri yang tersimpan dibalik senyumnya.

Dari caranya tersenyum dia tidak seperti pria baik-baik. Ini tidak lebih bagus daripada topeng dinginnya kemarin.

Aku mengatupkan bibirku, mencegah agar diriku tidak ternganga dan meneteskan air liur karena terlalu terpesona. Aku tidak pernah melihat makhluk yang lebih indah dengan mata yang sangat intes seperti pria yang berdiri tepat di depanku. Tapi senyumnya hanya membuatku takut atau aku yang takut terpesona pada senyumnya.

Oh itu hanya wajah tampan, Soojung. Bernafas.

"Anda mencari furniture?"

"Ya." Jawab Jongin cepat. "Aku mencari sofa panjang. Mungkin juga meja kopi dan karpet."

NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang