C H A P T E R V I I I

1.1K 119 53
                                    

“Kamu gak ada syuting?” Mas Khai yang baru keluar dari wardobe nanya ke gue yang masih bergumul dengan selimut tebalnya.

“Enggak, hari ini libur, Mas. Paling nanti cuma mau treatmen ke klinik terus nyalon sama Geeta.” Gue duduk bersandar di kepala ranjang biar lebih jelas liat Mas Khai yang hari ini pakek setelan suite warna old cream dari Brioni. Kulit tannya jadi keliatan makin exotis dan tonjolan rahang Mas Khai yang tegas ditambah rambutnya yang disisir rapi kebelakang bikin dia makin keliatan gak cuma tampan tapi juga garang banget.

Pesona pria matang diatas tiga puluh tahun emang not kaleng-kaleng sih. Aura-aura maturenya beda sama cowok dua puluhan.

Kenapa gue baru nyadar kalau Mas Khailan seganteng ini.

“Mas sini,” gue melambaikan tangan supaya Mas Khai mendekat.

“Kenapa?” Tanya dia tetap nurutin permintaan gue.

“Peluk dulu,” gue langsung meluk Mas Khai begitu dia duduk di hadapan gue. Wangi manly bercampur citrus sama mint bikin gue ketagihan.

“Hari ini kamu pulang jam berapa, Mas?”

“Tumben kamu nanyain,” iya kan biasanya Mas Khai yang selalu lebih perhatian dan care sama gue.

Tahu gak sih, sifat Mas Khai itu bikin gue merasa  dibutuhkan dan diinginkan padahal hubungan kita ini pure karena nabsu bukan yang lain.

Udah hampir empat bulan hubungan rahasia gue dan Mas Khai berjalan. Hidup gue seratus persen berubah sejak itu.

Gue jadi punya seseorang buat bersandar sekarang.

Seseorang yang bisa gue ceritain tentang hari sulit dan bahagia yang gue alami.

Seseorang yang bisa gue mintain tolong kapan pun gue butuh.

Seseorang yang memeluk gue saat gue tidur.

Seseorang yang mampu melindungi gue.

Seseorang yang akan menghadapi masalah buat gue.

Seseorang yang mengcover gue secara financial.

Seseorang yang berbagi ranjang sama gue, yang gue liat saat akan dan bagun tidur.

Gue udah terlalu biasa dan nyaman sama keadaan ini. Gue udah gak semandiri dulu. Sekarang gue sangat bergantung sama Mas Khai.

Kalau lama-lama kaya gini gue bisa bener-bener jatuh makin dalam. Meski seberapa keras pun gue berusaha menjaga hati gue dalam hubungan gelap ini agar nantinya gue gak terlalu terluka saat gue harus berpisah dengan semua itu.

Gue gak akan berani bermimpi buat jadi seseorang yang bisa  ada di sisi Mas Khai dan dikenalkan kepada dunia sebagai pasangannya.

Mas Khai terlalu jauh untuk bisa gue gapai, ada wanita lain mungkin merasakan apa yang gue rasain. Wanita yang akan bisa memiliki Mas Khai seutuhnya. Wanita yang udah menyandang status yang resmi sebagai tunangannya.

Gue cukup tahu diri saat Mas Khai meminta gue jadi kekasih gelapnya. Yang berarti gue gak bisa nuntut hal yang gak mungkin bisa dia kasih.

Bukannya gue juga dibayar buat jadi simpenan Mas Khai.

Jadi gue cukup tahu diri. Tahu diri.

“Kamu pergi jam berapa?” Mas Khai menyelipkan rambut coklat panjang gue ke belakang telinga, kebiasaanya. Kadang Mas Khai emang bisa semanis ini.

“Gak tahu paling habis makan siang,” ini kan jumat Geeta harusnya bisa luang habis makan siang.

× × ×

SUDDEN BOUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang