C H A P T E R II

1K 138 63
                                    

Baru sehari gak ketemu gue sampe lupa seganteng apa Khailan Hantanto ini. Rahang yang tegas, mata hitam tajam, dan senyumnya manis kekanakan yang bakal buat hampir semua cewek meleleh termasuk gue.

Gue salah satunya. Tuhan, kayaknya dulu sambil tersenyum deh saat menciptakan manusia yang hampir sempurna ini. Mas Khailan itu tinggi, badannya super atletis, bahunya lebar yang akan sangat nyaman buat sandaran, wajahnya ganteng maskulin bikin lo gak mau berpaling, udah gitu good attitude, dari keluarga cemara dan poin plus-plusnya dia super kaya.

Kalau kata gue sih dibandingin sama Choi Siwon, dia bisalah apple to apple cuma beda negara doang. Mas Khai terkenal di kalangan atas. Dia sering masuk portal berita bisnis.

Duduk di hadapan gue Mas Khai masih pakek kemeja putih dan celana kain dari Gucci saat jemput gue, lengan panjangnya digulung ke siku dan kancing atasnya terbuka dua. Rambutnya udah gak serapi tadi pagi, ganteng banget gue gak bohong. Mata gue gak bisa berhenti ngelirik ke dia.

“Kamu mau makan apa, Kall?” Mas Kai beralih dari buku menu ke gue.

Mata kita bertemu, tatapan intensnya ke gue bikin gue, gugup.

“S-steak rib eye aja, Mas.”

Mas Khai memesan menu dengan banyak side dishes dan memilih minuman sama dessert yang terkenal di restoran ini.

“Tadi pagi kamu bilang hari ini free,” pertanyaan Mas Khai keluar dengan nada gak enak.

“Tiba-tiba manajer aku telepon, dia lupa ngasih tau event itu.” Gue gak ada maksud buat boong, ini kan beneran mendadak.

“Kalau besok kamu ada jadwal?”

“Enggak aku free sampe selasa, Mas.” Gue punya rencana buat rebahan seharian besok. Menurut gue healing terbaik itu adalah bermalas-malasan.

“Bagus, kita ke Jepang besok siang.” Kalimat itu meluncur begitu mudah dari Mas Khai, bukan ajakan tapi lebih keperintah supaya gue ikut pergi sama dia.

“Ke Jepang?” Dari pagi sampe malam Mas Khai gak berhenti buat gue terkejut.

“Mas sori tapi aku udah ada rencana lain besok.” Tentu aja gue tolak, apa kata orang kalau ada yang liat gue pergi berdua sama Mas Khai.

“Apa rencana kamu?”

“Rebahan,” jawab gue jujur.

Mas Khai tersenyum geli.

Hei, menurut gue healing terbaik itu rebahan dan bermalas-malasan.

“Ok kalau urusan kerjaan aku di sana selesai kita mampir ke pemandian air panas sekalian massage di Kyoto.” Rencana Mas Khai.

Lalu ngambil hapenya dan ngetik sesuatu sebelum beralih lagi ke gue, “Done, sekretaris aku udah atur semuanya,”

“Kita berangkat besok jam sebelas,” lanjutan.

“Mas, makasih tapi aku gak mau.”

Apa-apaan sih Mas Khai seenaknya kayak gitu ngatur-ngatur hidup orang.

“Kall, kamu perlu healing setelah apa yang terjadi.” Kata dia mengarah ke batalnya pertunangan gue. “Jalan-jalan bentar bisa bikin kamu lupain masalah kamu.”

SUDDEN BOUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang