C H A P T E R X I I

755 115 47
                                    

"Lo mau kopi juga?" Gue nawarin Geeta yang menatap gelas kopi dan salad yang baru akan gue makan sebelum dia dateng di kitchen island.

"Kopi boleh, gue juga butuh kafein." Geeta duduk di kursi tinggi dia meletakan sport bagnya di kursi yang lain. Sama seperti gue Greta juga makek sport wear tapi dia kayaknya habis olahraga sedangkan gue baru mau.

"Lo belom jawab pertanyaan gue, Kall." Geeta gak melepaskan perhatiaan dari gue.

"Pertanyaan yang mana?" Tanya gue balik, bingung. Membuat bibir tipis Geeta mengetat. "Oh. Kenapa gue di apartemen Mas Khai?"

"Serius Kall, lo bener-bener ada hubungan sama kakak gue?" Geeta keliatannya masih gak percaya.

Sekarang gue bisa lebih tenang menghadapi Geeta setelah tahu hubungan Mas Khai sama Kak Nina. Dan Geeta meski kayaknya masih belom percaya tapi dia lebih baik dari kemarin.

"Iya, Ya Tuhan." Gue gemas sendiri jawabnya.

"Kok bisa sih lo mau-maunya jadi selingkuhan Mas Khai," katanya gak habis pikir.

Napas gue tercekat saat Geeta bilang gue jadi selingkuhan. Gue yang baru mau menjawab menutup mulut gue lagi lalu membuang nafas

"Geet, gue sama Mas Khai gak selingkuh." Maksud gue hubungan Mas Khai sama Kak Nina kan gak beneran. Duh gimana sih jelasinnya.

"Kall, lo sadar gak sih kakak gue udah tunangan." Nada suara Geeta keliatan gak sabar.

"Iya, tapi lo tahu gak kalau Mas Khai sama Kak Nina itu gak beneran punya feeling to each and other."

"Terus lo sama Mas Khai ada feeling?" Tanya Geeta balik.

Gue diam sesaat sebelum mengangkat bahu, karena gue sendiri bingung sama perasaan gue apalagi perasaan Mas Khai ke gue. Tapi yang pasti gue nyaman dan bahagia saat bareng Mas Khai.

"Lo aja gak tahu sama perasaan lo sendiri, gimana sih?"

"Yang pasti gue sama kakak lo saling tertarik," Bela gue.

Geeta memutar bola matanya jengah, "Udah berapa lama lo sama Mas Khai berhubungan di belakang gue?"

Geeta nanya seolah-olah dia yang dikhianati, "Hampir lima bulan."

"Dan lo tinggal di sini sejak saat itu?"

"Almost everyday, meski gak selalu." Jawab gue sambil sesekali menyesap kopi gue karena gimana pun gue cukup gak tenang.

Untuk pertama kali gue bisa terbuka sama Geeta tentang hubungan gue dan Mas Khai. Rasanya agak canggung, beda kalau gue cerita tentang cowok lain. Tapi ini bukan, ini kakaknya dia.

"Lo udah tidur sama Mas Khai?" Curiga Geeta.

"Kenapa lo jadi malah introgasi gue," jawab gue menghindari pertanyaan Geeta sambil memalingkan wajah gue dari tatapan intensnya.

"Kan gak mungkin kalian berbulan-bulan living together gak ngapa-ngapain." Denger sindiran Geeta membuat gue tersentil, merasa sangat salah dengan apa yang gue lakuin.

Kalau dia tahu awal hubungan gue sama Mas Khai karena tawaran uang kakaknya apa gue masih punya muka buat ngobrol sama dia kayak gini?

Menghembuskan nafasnya kasar, Geeta berkata, "Gue cuma gak mau lo sakit hati. Kalau tiba-tiba ntar Mas Khai nikah sama Kak Nina. Lo yang akan jadi pihak paling tersakiti."

Peringatan Geeta yang tulus membuat gue sakit. Ngebayangin ditinggal nikah sama Mas Khai aja udah sakit. Kayak ada yang meremas ulung hati gue, nyeri.

Tapi kenapa omongan Geeta sama Mas Khai beda banget. Mas Khai bilang dia gak harus nikah sama Kak Nina. Sedangkan Geeta bilang seolah-olah Mas Khai akan segera menikah.

SUDDEN BOUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang