C H A P T E R I

941 139 72
                                    


"Kringg. Kringg. Kringg."

Bunyi alarm selalu membangunkan gue di pagi. Mata gue berkedip perlahan terbuka, di saat yang sama gue juga merasakan sakit kepala yang gak biasa. Gue memegang kepala gue yang terasa nyut-nyutan berlebihan.

"Arghh," perlahan duduk, gue baru sadar kalau gue ada apartemen Geeta. Mata gue mejelajah, mengamati ruangan yang bukan kamar Greeta ini kamar lain di apartemen Greeta biasanya kalau gue nginep di sini gue tidur sama Greeta jadi gue tahu. Tapi sekarang. . .

"Sial kenapa gue ada di sini," menyibak selimut, gue liat ranjang di samping gue sama berantakannya.

Semalem gue sama Mas Khai, gue mimpi gak sih?

Kalau liat baju Greeta yang gue pakek sekarang gue rasa gue gak mimpi. Tapi gue sama Mas Khai, anjirr kita ngapain aja semalem.

Tuhan, tolong jangan sampai gue malu-maluin diri gue sendiri di depan Mas Khai.

Gue megang kepala gue yang masih sakit dengan bingung dan mengasihani diri gue sendiri.

"Klik," suara pintu yang terbuka membuat mata gue menatap ke arahnya.

Laki-laki yang baru aja gue sebut masuk ke dalam kamar dengan celana tranning dan kaos jersy hitam basah yang mencetak jelas bahunya yang lebar dan otot perutnya yang berbentuk kotak-kotak atletis. Keringat masih membasahin pelipis dan badan Mas Khai.

Baru bangun tidur gue udah suguhi pemandangan seindah ini. Thanks God.

"Kepala kamu pusing," Mas Kai duduk di samping gue dengan segelas air di tangannya.

Gue cuma bisa mengangguk tanpa mengeluarkan suara, tenggorokan gue terlalu kering dan yang lebih parah jantung gue rasanya berdegub gak karuan.

"Minum," Mas Khai menyerahkan gelas yang dibawa ke gue. Yang gue terima dengan tangan gemetar.

Gue minum habis air itu dibawah tatapan Mas Khai yang gak sedetik pun berpaling.

"Hmm makasih, Mas." Sumpah suara gue gagap.

Hening saat gue dan Mas Khai saling menatap satu sama lain. Gue gak bisa berpaling dari mata hitam Mas Khai yang indah. Kapan lagi gue bisa sedekat ini sama dia.

Tapi saat ini ada banyak pertanyaan di otak gue tentang semalam.

Apa yang udah terjadi semalem?

Kenapa gue ada di kamar ini?

Kenapa gue bisa pakek bajunya Geeta?

Dan yang terpenting, "Semalem Mas tidur dimana?" hanya itu yang mampu terlontar dari mulut gue.

Mas Khai menunjuk dengan dagunya yang tajam ke samping gue, "Jadi semalem-"

"Drrttt Drttt Drrttt," pertanyaan gue terpotong sama hape sialan gue.

"Hape kamu berisik banget dari tadi," Mas Khai bergumam dengan nada gak suka. Hape gue pasti ganggu tidur dia.

Gue buru-buru meraih hape gue dan menggeser tombol hijau tanpa melihat siapa yang lagi nelepon gue. Mata Mas Khai yang mengamati setiap gerak-gerik gue bikin gue salah tingkah.

"Hallo.'

"LO TIDUR SAMA SIAPA LLA!" Terikan dari seberang buat kuping gue sakit. Suara Mavin penuh amarah dengan berbagai kutukan yang terlontar.

"Masih punya nyali lo telepon gue," amarah gue juga gak bisa terbendung begitu gue denger lagi suara laki-laki brengsek itu.

"Aku tanya kamu sama siapa?" nada bicara Mavin lebih pelan setelah gue sambut dengan gak ramah.

SUDDEN BOUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang