C H A P T E R X I V

640 91 16
                                    

Ketika gue buka pintu rumah, lampu di dalam rumah masih menyala semua. Gue mengunci pintu utama dan mematikan saklar ruang tamu lalu melangkah ke lantai dua.

"Kamu dianter siapa, Kak?" Suara dari arah dapur mengangetkan gue yang baru aja mau menginjak anak tangga.

"Mama." Gue kira semua orang di rumah udah tidur. Tapi Mama muncul dengan segelas air putih masih dengan makeup di wajah serta kemeja satin dan midi skrit.

"Mama baru pulang arisan?" Tanya gue balik.

"Baru aja." Mama mengangkat salah satu koleksi tas Birkin yang mengantung di lengan kirinya. Menandakan Mama baru masuk ke dalam rumah jugan "Kakak tadi pulang sama siapa?"

Mama tanya begitu karena tahu gue gak bawa mobil, "Dianter temen, Ma."

"Kak ngobrol dulu yuk," Mama jalan kembali ke dapur dan duduk di kitchen island. Gue mengikuti Mama, mengambil minuman isotonik di lemari es lalu duduk di samping Mama yang sepertinya mau ngomong hal yang penting. Biasanya sih soal uang.

"Kenapa, Ma?"

"Kakak lagi deket sama cowok ya?" Mama menatap gue lembut dengan nada pelan.

"Hmm enggak kok, Ma." Elak gue. Bisa bener-bener digantung gue kalau Mama tahu gue jadi selingkuhan atau apa yang tepatnya sugar baby kali kalau gak mau dibilang ani-ani.

"Kata bibi kakak jarang di rumah terus kalau pulang sering dianter cowok. Siapa kak?" Tanya Mama terlihat sangat ingin tahu.

Tapi gue enggan buat menjawab. Gue cuma gak mau bohongin Mama. Kalau gue gak kasih tahu Mama kan gue gak bohong, gue hanya menutupi kebenaran aja dari Mama.

"Waktu Kakak tiba-tiba mau tunangan terus memutuskan pertunangan sama Mavin secara mendadak juga, Mama gak komentar. Kakak udah dewasa udah tahu mana yang baik buat Kakak. Tapi buat kali ini, kalau Kakak memang lagi serius sama laki-laki tolong kenalin ke Mama dulu ya. Biar Mama bisa lebih mengenal calonnya Kakak nanti." Mama berucap dengan hati-hati.

"Cuma temen kok, Ma." Jelas gue gak akan bisa cerita soal Mas Khai ke Mama. "Lagian aku belum mau buat serius sama cowok."

"Tapi kamu tuh udah dua lima loh, Kak. Dulu Mama seusia Kakak udah punya kamu." Kata Mama yang kembali ke mode ibu-ibu yang sebenarnya.

"Ma, sekarang tuh banyak kok orang lebih milih buat hidup sendiri atau kalau pun nikah mereka memilih childfree. Jadi Mama. . ."

"Duh duh Kakak jangan trauma sama Mavin gitu ah. Masih banyak kok laki-laki yang baik tuh." Mama buru-buru membantah omongan gue.

Iya, Ma emang masih ada cowok baik tapi sayanganya udah taken kayak Mas Khai misalnya. Baik sih, baik banget malah, bucin juga sama gue tapi kayaknya gak setia. Kalau Mas Khai setia, dia gak akan selingkuh sama gue.

- × × × -

Pagi berikut sesuai janji, gue ke tempat Mas Khai setelah gue ngegym yang tertunda waktu itu. Dan tentu aja sampai penthouse kosong, Mas Khai udah berangkat ke kantor.

Pulang olahraga jelas gue laper dan melihat ke lemari pendingin Mas Khai gak ada isinya. Baru ditinggal beberapa hari udah kosong aja cuma ada susu, minuman kaleng, telur, dan roti yang udah expayet.

Karena gak ada yang bisa dimakan. Gue memutuskan gorcery shopping ke Grand Lucky seberang apartemen, hal yang gue suka mengisi lemari es dan pantry Mas Khai. Setelah hidup bersama, belanjaan makanan gue jadi kemakan. Gue dan Mas Khai lebih banyak dinner dan breakfast di apartemen. Dan harus ada stock makanan karena Mas Khai tipe yang tiba-tiba aja laper.

SUDDEN BOUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang