Setelah pertandingan tadi, aku dan kakek memutuskan makan siang di restoran cepat saji sekalian melaksanakan shalat di musholla yang tersedia.
Memasuki restoran, kami memilih duduk di kursi dekat dengan jendela sambil menikmati pemandangan kota ku ini.
"Kek, terimakasih karena terus mendukung Hana.. Hana bisa sampai ke titik ini karena kakek.. walaupun aku terkadang suka membuat kakek marah dulu," aku terkekeh mengingat kenakalanku saat masih kecil yang terkadang kabur dari latihan dan berakhir dihukum.
Kakek memberiku senyum lembut, lalu beliau mulai menasehatiku, "Kakek tidak berbuat banyak, ini semua karena kerja kerasmu, nak. Yah, kau sedikit mirip dengan ayahmu yang terkadang kabur dari latihan.. tapi ayahmu lebih parah, saat kakek lengah sebentar, anak itu sudah menghilang saja," kakek lalu menghela nafas lelah mengingat kelakuan ayahku.
"Kuharap kau tidak akan seperti ayahmu itu, Hana," lanjutnya.
Aku terkekeh kecil lalu menggeleng, "tidak akan, kek. Lagipula dengan semua latihan ala militer mu itu aku sudah merasa menjadi tentara saja."
Kakek hanya tertawa sambil menggeleng. Tiba-tiba kakek sepertinya teringat sesuatu, "kau sudah 17 tahun saja sekarang, Hana. Apa kau sudah memutuskan ingin masuk ke SMA apa?"
Oh iya, jika kalian penasaran kenapa aku baru masuk SMA, jawabannya adalah.. ayahku yang ceroboh melupakan mendaftarkan aku saat ajaran peserta didik baru ketika masih SD. Aku bingung, sikap cerobohnya itu dari siapa.. kakek saja orang yang tegas dan disiplin, berbeda jauh dengan ayahku.
"Ah.. soal itu, kata ayah, dia mendaftarkanku di sekolah SMA Furin. Katanya dia merindukan ku dan ingin tinggal bersamanya disana," jawabku.
Kakek hanya mengangguk paham, "tapi entah mengapa perasaan kakek menjadi tidak enak.. semoga saja ayahmu tidak membuat hal konyol lagi," dengusnya sedikit kesal. Walaupun kata-kata kakek seperti itu, beliau ini sangat mengkhawatirkan ayahku yang sedang bekerja di Jepang.
Aku lalu menyeringai jahil, "oh~ kakek mengkhawatirkan ayah, huh~" godaku pada kakek yang langsung terlihat salah tingkah.
"Bocah ini... Untuk apa aku mengkhawatirkan anak itu. Lagipula dia punya istri yang bisa memperhatikannya disana," dengus kakek.
Oh, sekedar informasi.. ibu kandung ku sendiri telah meninggal saat aku berusia 2 tahun. Beliau meninggal karena kanker yang menyerangnya. 7 tahun setelah ibuku meninggal, ayahku kembali menikah dengan wanita jepang bernama, Kyoritsu Minami. Aku tidak sering bertemu dengannya, aku hanya bertemu dia dan ayahku saat aku ada waktu libur ke Jepang. Jujur saja aku ingin ke Jepang, sudah lama aku tidak bertemu ayah. Tapi... Aku tidak ingin meninggalkan kakek sendirian disini.
"Kakek tidak masalah jika kau ingin ke Jepang, lagipula bibimu kan sering mengunjungi kakek. Jangan terlalu khawatir," lanjut kakek, sepertinya kakek dapat membaca perasaanku ya? Dasar kakek, malu-malu kucing seperti biasa, haha..
---
S
eminggu telah berlalu sejak pertandinganku hari itu. Selama seminggu ini aku tentu tidak bersantai, selain melakukan aktivitas ku seperti biasa, aku juga mulai mengurus berkas-berkas yang harus disiapkan seperti pasport, visa, tiket pesawat, dll.
Oh iya, dalam beberapa hari tepatnya 5 hari lagi... Tahun ajaran baru di Jepang akan segera mulai, berbeda dengan Indonesia yang masih dalam suasana libur. Untunglah barang yang akan ku bawa telah beres. Tidak banyak sih, hanya sebuah koper dengan tas travel besar dan sebuah ransel. Hey, kalau kalian bilang ini banyak.. aku memang sedang bersiap pindah ke Jepang, oke? Bukan berlibur ke Jepang.
"Nomor antrian 35, silahkan menuju loket I" oh! Akhirnya nomorku disebut!
Aku segera menuju loket I. Setelah menjalani prosedur yang dibutuhkan, akhirnya visa dan pasport ku jadi! Akhirnya aku tinggal menunggu hari keberangkatan ku ke Jepang.
Drrttt.. drrt...
Suara getaran hpku membuyarkan lamunanku. Aku merogoh kantong ku dan mengambil benda pipih tersebut. Tanpa melihat nama penelpon, aku langsung saja menerima telpon tersebut.
"Assalamualaikum, halo?" Salamku saat menjawab telpon.
"Waalaikum salam, Aruu. Sudah lama ayah tidak menelpon mu, ayah rindu dengan putri kecil ayah~" sahut si penelpon alias ayahku. Yah, jangan heran dengan ayah satu ini. Beliau memang agak laen daripada bapak-bapak lain yang berwibawa dan kesan tegas.
"Oh, Ayah.. berhentilah bersikap dramatis, kita baru saja teleponan kemarin, oke?" Reflek saja aku memutar mataku jengah dengan sikap dramatisnya.
"Eehh~ apa salah jika seorang ayah merindukan anak gadisnya~ Aruu mulai jahat ke papa.." aku menghela nafas panjang, jika sudah begini.. dia tidak akan berhenti sampai membuatku kesal. Apakah ayahku benar-benar anak kandung kakek? Kok aku jadi meragukannya ya?
"Aruu? Kau masih disana?" Tanya ayahku.
"Iya, aku masih disini, Ayah. Oh ya, ngomong-ngomong aku akan berangkat ke tokyo besok. Jadi jangan lupa menjemput ku ya!"
"Oh, kota makoci dari tokyo lumayan jauh, nak. Kau harus menepuh perjalanan selama 3 jam menggunakan bus, Aruu."
Lah? Bukannya ayah tinggal di tokyo?
"Tunggu bentar, yah. Bukannya ayah tinggal di tokyo? Kok jadi kota makoci?" Tanyaku bingung, apa ayah pindah rumah?
Sejenak ayahku terkekeh, "Ayah sudah tidak di Tokyo lagi, Aruu. Ayah dan mamamu sekarang tinggal dikota makoci. Kamu sih, terakhir ke Jepang 7 tahun lalu."
Ehh, benar juga ya.. sudah lama sekali aku tidak kesana.
Aku terkekeh lalu menjawab, "hehe, maaf ayah. Beberapa tahun terakhir aku disibukkan dengan tugas sekolah dan persiapan olimpiade."
Terdengar suara helaan nafas ayah, "sesekali bersenang-senanglah, nak. Nikmati masa mudamu, masa muda hanya sekali, lho." Nah, mulai lagi nasihat ayah tentang masa muda dan tetek-bengek nya.
"Iya, iya, ayah. Aruu paham, Aruu sudah mendengar itu ribuan kali, lho."
Kudengar ayah terkekeh diujung sana, "baguslah kalau Aruu paham. Tapi ayah yakin nasihat ayah pasti masuk telinga kanan keluar telinga kiri bukan?" Wahh.. Ayah hapal betul dengan kebiasaan ku yang satu ini, ckckck.. apa ini yang disebut ikatan batin?
"Ayah, apa ayah cenayang? Kok bisa tahu sih?" Aku lalu terkekeh, diujung sana aku juga bisa mendengar ayah ikut tertawa karenaku.
"Oh iya, kau tahu, Aruu. Ayah ingin mengenalkanmu dengan 2 anak yang usianya tak beda jauh darimu. Mereka anak-anak yang baik, ayah sudah menganggap mereka sebagai anak sendiri."
"Benarkah? Seperti apa mereka?" Tanyaku penasaran, jika ayahku menganggap mereka seperti anak sendiri, berarti mereka memang anak baik. Walaupun tingkah ayahku ini agak absurd tapi dia sangat pandai menilai seseorang.
"Kau akan tahu saat bertemu mereka, Aruu. Oh iya! Jangan khawatir tentang perjalananmu ke terminal bus, ayah sudah meminta tolong kepada teman ayah. Dia akan memandumu ke terminal nanti, namanya Riku."
Oh ayah.. aku kira kau melupakan jika aku ini buta arah. Yah, kalian tidak salah. Jika aku pergi sendirian, aku akan mudah tersesat. Bahkan dengan bantuan maps pun belum cukup untuk membantuku. Betapa malangnya nasibku ini....
"Baiklah ayah, kalau begitu sampai ketemu di Jepang nanti. Assalamualaikum"
"Iya, nak. Waalaikum salam." Dengan itu, panggilan kami berakhir.
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Napa Ku Masuk Furin?! |||windbreaker ( by NIISATORU) x hijab!reader
FanficHana Arumi, seorang gadis yang memperoleh banyak penghargaan kompetisi taekwondo dan karate. Gadis berusia 17 tahun itu bisa meraih kesuksesan tersebut tidak lain tidak bukan karena didikan kakeknya. Memasuki tahun ajaran baru, Ayahnya memutuskan me...