"PANSA, apa yang terjadi? Apa yang kamu lakukan di sini?"
Celana bagian lututnya robek oleh gesekan kerikil-kerikil dan batu-batu di dekat rel kereta api. Pansa tidak punya daya apa-apa lagi untuk menoleh. Rambutnya sudah sangat kusut. Ia malah mengira, matanya tidak bisa lagi terbuka. Tapi ia selalu tahu. Selalu tahu siapa pemilik suara itu. Tapi dia tidak ingin melihatnya. Gadis yang tengah berantakan itu tidak ingin melihat apa-apa.
"Pak, boleh bantu untuk membawa teman saya?"
Pemilik suara itu berkata pelan. Kemudian tak lama, tubuh Pansa terangkat. Kakinya terseret di tanah. Di sebelah kirinya ada Love, di sebelah kanannya seorang laki-laki berseragam rapi petugas kereta api. Tak lama, petugas itu mengangkat tubuh gadis tinggi itu. Membopongnya di bahu.
Tubuh Pansa lunglai di bangku panjang. Kepalanya berada di paha gadis itu. Mereka hanya diam. Gadis mungil itu tampak sibuk dengan ponselnya sementara Pansa tidak lagi peduli. Namun, getaran itu masih terasa di dadanya. Semacam api kecil yang ingin menyala. Tapi air hujan sudah terlalu deras membasahi dirinya.
"Pansa, bisakah kamu bangun dan berjalan? Taxi online sudah menunggu di depan."
Gadis itu bicara dengan raut wajah khawatir. Dengan lembut ia membelai kepala Pansa. Namun, sepertinya ia berbicara sendiri. Tubuh Pansa kembali dirangkulnya. Mereka berjalan pelan. Kaki panjang Pansa terseret di lantai. Pansa berusaha keras menguatkan diri, tapi ia tidak bisa. Ia membiarkan tubuhnya lunglai. Love memasukkan tas mereka berdua ke dalam mobil, kemudian menjatuhkan Pansa di jok belakang dan pelan ia masuk ke dalam. Ia merebahkan kembali kepala Pansa di pahanya. Meraba-raba alis tipis gadis jangkung itu. Membelai pelan hidung lurus panjangnya.
Taxi itu melaju. Di dalam hening. Gadis yang membawa gadis jangkung itu perlahan menangis. Menjatuhkan air matanya. Ia juga tidak mengerti mengapa ia menangis. Tapi penampilan Pansa sungguh berantakan. Gadis mungil itu terus menerus menghapus air matanya dan tetap tenang dalam diamnya.
***
Pansa masih tertidur saat Love menyibakkan rambut gadis itu. Menatanya rapi ke pinggiran bantal. Pansa sudah mandi dan berganti pakaian dengan sedikit sisa tenaganya. Mereka tidak banyak bicara. Sejak Love membawa Pansa ke rumahnya, Pansa tidak mengatakan apa pun. Dia ingin sekali mengucapkan sesuatu, tetapi yang dia lakukan hanyalah mendengarkan perintah dan melakukannya sebanyak yang ia bisa. Sampai saat ini, saat ia berbaring. Matanya tidak lagi bisa terbuka. Meski ia mendengar semua hal dan arus lalu lintas dalam pikirannya masih mencekiknya."Tidurlah. Aku di sini. Tidak kemana-mana. Kamu boleh istirahat. Aku akan menjagamu," bisik Love. Tangan gadis itu meraih telapak tangan Pansa dan memegangnya. Bahu Love turun, bibirnya tersenyum tipis sambil mengeratkan genggamannya sedikit, berharap memberi kekuatan.
Pansa merasa sedikit tenang. Pelan ia menggigit bibir bawahnya menahan sesuatu. Tapi tangan Love bergerak sedikit lagi mengeratkan pegangan tangan. Pansa memejam dengan air mengalir di sudut matanya. Ia membiarkan dirinya tertidur tepat setelah gadis yang sedang memegang tangannya mematikan lampu.
Love, si gadis dengan bibir mungil itu mengeluarkan ponsel dari sakunya.
Love, kamu sudah tahu kalau Pansa kelas XII IPA satu dikeluarkan dari olimpiade SAINS?
Teman sebangkunya, Nanlin mengirim pesan. Dengan tangan kanannya yang tersisa ia membalas.
Kamu tahu dari mana, Nan?
Pengumumannya ada di mading.
Namanya ga ada lagi di sana.
Dia digantikan oleh pacarmu.Love memandang sebentar ke arah Pansa. Lalu fokus mengetik di ponselnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAIN GAZING
FanfictionIf you know you would have to endure pain in the end, would you still want to love? #milklove Milk dan Love written by Anaheim