A colorful story by Nora
Ternyata kopi pahit tidak terlalu buruk buat dinikmati
Meski hanya sekali, rasakan nuansa momen berbeda dalam hidup
Cinta dan kaya memang semanis loli
Tapi kalau belum merasakan asinnya lelehan air mata, berarti hidup ini be...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sebuah bangunan satu dua tingkat bernuansa gelap terawat menyambutnya di gerbang utama. Mobil berhenti. Penjaga mengunci pergerakannya, menggiringnya meniti langkah demi langkah hingga sampai pada lobi. Ini perangkap, sungguh perangkap. Lorong panjang itu terdiri dari beberapa pintu sel ketat dengan masing-masing penjaganya. Total ia melewati lima pintu sebelum dihadapkan pada bilik-bilik ruang yang mirip ... asrama. Penjaga menyerahkan sekotak keranjang berisi seragam tahanan dan alat mandi.
Orang-orang di sana jauh lebih ramai daripada perkiraannya. Mereka aktif membersihkan ruangan dan emperan masing-masing seperti yang sudah diperintahkan. Danis pikir narapidana akan selamanya mengendap di balik sel selama masa tahanan, tapi ternyata ini mirip rumah. Rumah dengan benteng ekstra dan kawat berduri.
Para tahanan menunjukkan bermacam reaksi. Ada yang melongo, ada yang sampai menjatuhkan gagang sapu, ada yang abai dan tetap mengepel, ada yang tersenyum sumbang, ada yang melambaikan tangan seolah menyapa teman baru. Mereka kumpulan anak-anak muda yang terjerat berbagai kasus berat yang mengharuskan terperangkap ke rumah berduri ini.
Lapas Pemuda, berisi pemuda usia 18-25 tahun, tempat Danis menunaikan hukumannya. 1 tahun 3 bulan, 455 hari, 10.920 jam, 655.200 menit, 39.312.000 detik. Pergi saat berumur 20 tahun 4 bulan, harus bisa kembali ke pelukan Ibu saat 21 tahun 7 bulan.
Danis menempati ruangan 12 yang diisi empat orang termasuk dirinya. Ruangan ini pengap sekali, hanya satu ventilasi permanen kecil, dinding semen tanpa cat, tempat tidur bertingkat dan masing-masing meja lemari, lampu kuning redup, dan panas yang menusuk. Benar-benar asrama versi terburuk.
Danis mengawali hari pertamanya dengan membuat rencana harian di mana ia akan mencoret hari terlewati setiap hari di atas kalender kecil. Ia juga melingkari hari-hari penting termasuk peringatan ulang tahun keluarga, tanggal ia tinggal pertama, dan tanggal kepulangannya nanti.
"Kasus lo apa? Lo seorang pembunuh? Melukainya dengan tangan kanan lo dan lo melukai tangan sendiri sebagai ... rasa menyesal?" Salah satu dari mereka bertanya sambil membersihkan lemari.
"Aku nggak bunuh dia dan aku bukan pembunuh!"
Ah, logat itu. Sepertinya ia bukan orang sekitar, pikirnya.
Mungkin benar kesabaran Danis hanya untuk Angger. Baru beberapa jam di sini, temperamen buruknya mulai terbentuk. Ia melempar kacamatanya dan duduk menengadah di kursi, mendesah panjang, kemudian terpejam dengan lipatan tangan kiri.
Hari terasa lambat.
Seseorang lain menghentakkan serbet di meja Danis. Debu yang menguar tajam membuatnya terbatuk beberapa saat. Ia ingin mengeluh, tapi alisnya kembali mengendur ketika berhadapan dengan si kekar bertato. Sontak Danis mendekap lengan kanannya.