Halo!
Follow dulu dong ig dan tiktok @ceritanora
Vote dulu jan sampe lupa
Tandai bagian yang kamu suka
Ini udah masuk bagian nggak klise jadi selamat menikmati
Selamat membaca
Beberapa detik terpaku pada pemandangan mengerikan, lalu komplotan Devil Bite segera kalang kabut melarikan diri. Kellan lemas di tempat, Yasa menutup matanya dan berbalik ketakutan, Fandi mematung dengan pandangan kosong, sementara Cody bergegas lari ke depan menyelamatkan Danis.
Cody membalikkan tubuh Danis yang tengkurap lemas. Lantas pandangannya mengikuti pergerakan sebuah tangan yang menyematkan sebuah bintang di jaket sebelah kiri, itu Jerk yang tanpa suara kemudian berlalu meninggalkan lokasi kecelakaan.
Cody menahan lengannya merasa Jerk juga terlibat dalam kecelakaan ini, apalagi dia dalangnya. "Tunggu ... lo nggak bisa lari gitu aja setelah kejadian ini. Lo juga terlibat dan lo harus tanggung jawab!"
Jerk melepas genggaman itu, tersenyum miring tipis, kemudian melanjutkan langkahnya bersama bawahannya tanpa sepatah kata.
Bukan Jerk yang penting, tapi Danis lebih penting. Cody pun mengangkat kepala Danis ke pangkuannya dan melepaskan helm. Kepalanya aman, bahkan Danis masih membuka mata meski napasnya memburu dan pandangannya kosong. Namun Cody menepuk pipinya beberapa kali agar Danis tetap mempertahankan kesadarannya.
"Lo oke, Dan. Lo baik-baik aja. Gue minta lo jangan tidur dulu, bisa? Harus bisa pokoknya."
Danis menatap sekitarnya dengan degup berantakan, lalu netra itu terpaku pada sosok terkapar yang dikerubungi tiga orang lain. Sayangnya, Danis bangkit tanpa aba-aba bahkan Cody belum refleks membantunya. Danis menumpu tubuhnya dengan lengan kanan, ia ingin berlari, tapi mengerang kesakitan setelahnya sambil memegang lengan bawahnya yang terasa panas, kebas, dan nyeri tidak tertahan. Belum pula Cody melihat kondisinya, Danis lebih dulu menghampiri seorang remaja akhir yang terbaring mengenaskan di dekat trotoar.
"Gila cantik bener!" celetuk Yasa memandangi wajah bulat dengan hidung kecil yang mancung itu penuh noda darah.
"Tolongin, bego!" Kellan menepuk bahunya kesal.
Fandi menyingkir memberi ruang Danis yang terseok menghampiri. Kedua tangannya gemetar seiring bulir air mata jatuh mewakili penyesalan bercampur ketakutan berlebih. Danis bersimpuh di dekat korban. Kedua kakinya rembes darah dan luka terbuka memperlihatkan dagingnya yang hancur. Pelipisnya penuh merah darah, kedua lengannya lecet dan beberapa terlihat dalam karena goresan aspal. Ada memar di siku sebelah kiri, tidak tahu itu karena apa. Napasnya tampak tersengal dan matanya tidak sanggup terbuka, semakin menambah ketakutan Danis bagaimana jika remaja ini mati karena kenakalannya?
"Aku bukan pembunuh!"
"Nggak!"
"Aku nggak mungkin membunuhnya!"
Isak tangis Danis semakin keras. Bingung mesti bagaimana. Ia terlalu gegabah ingin membawa korban lari dari tempat secepatnya, tetapi Danis langsung mundur, jatuh, ketika tangannya berubah merah gelap setelah meraih tengkuk perempuan itu. Ia semakin bergetar ingin melarikan diri sendiri, darah itu mengalir seolah mengejar langkahnya dan Danis sangat takut.
"Argh ... tangan aku sakit! Panas, Bang."
Beruntung Kellan langsung menangkapnya ketika ia mengurungkan niat kabur. Tangannya kembali sakit lebih parah ketika tidak sengaja menumpu pada aspalan. Danis kelimpungan di tempat sambil meremat tangannya dan ia tidak bisa berpikir jernih ketika mendengar suara seperti kerikil yang menyakitkan ketika bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADD flavour into your life || END
Ficção AdolescenteA colorful story by Nora Ternyata kopi pahit tidak terlalu buruk buat dinikmati Meski hanya sekali, rasakan nuansa momen berbeda dalam hidup Cinta dan kaya memang semanis loli Tapi kalau belum merasakan asinnya lelehan air mata, berarti hidup ini be...