A colorful story by Nora
Ternyata kopi pahit tidak terlalu buruk buat dinikmati
Meski hanya sekali, rasakan nuansa momen berbeda dalam hidup
Cinta dan kaya memang semanis loli
Tapi kalau belum merasakan asinnya lelehan air mata, berarti hidup ini be...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Danis kira jalan menghindar yang ia pilih sudah benar dan menguntungkan, tapi ternyata Lapas seperti medan bermain petak umpet. Penjaga akan menemukan mereka yang bersembunyi. Tidak ada tempat aman karena semua pasti ketahuan. Para tahanan itu pandai membaca karakter.
Usai dari kelas konseling, ia merasa mukanya terasa kusut. Selama ini tidak ada gangguan yang berarti atau kekerasan yang menimpa. Paling juga pukulan gagang sapu dan tonjokan ringan ketika ia salah menuruti kemauan pembesar, tapi secara keseluruhan aman-aman saja.
Namun hari ini terasa membosankan karena kelas olahraga sebentar lagi dilaksanakan dan Danis justru mengantuk. Ia pergi ke kamar mandi dan mencuci wajah. Sejenak menatap refleksi dirinya yang mengenaskan dan bernasib sial ini. Kemudian ia merogoh saku, mengambil satu permen hasil menyogok petugas kantin agar menyetok secara eksklusif untuknya. Danis tidak tahu ini termasuk pelanggaran atau tidak, yang penting ia mendapatkan permen.
Rasa manis yang menyegarkan dari perpaduan mint dan coklat seolah menghidupkan sebagian nyawanya yang padam. Ia pun berbalik dan menengadah menikmati rasa ini. Sudah lama tidak makan permen, memakannya lagi seperti baru saja lari ke surga.
Seseorang datang dari pintu masuk mendekat ke wastafel sebelahnya. Tahanan itu mencuci tangan yang penuh serbuk kayu yang dimesin. Mengetahui Danis yang terpejam menengadah itu, laki-laki seumuran Angger awalnya melirik, tapi kemudian memfokuskan seutuhnya pada Danis. Fokus pada gerakan jakunnya yang naik turun khas menelan rasa permen. Menurutnya, laki-laki muda berkulit putih ini terlihat eksotis.
"Apa kamu menikmatinya?" tanya seseorang itu di balas anggukan singkat.
"Nggak akan ada yang tahu kenikmatan ini."
Suara kekehan kecil menyadarkan Danis, ia terlonjak karena tidak sadar telah berbicara dengan seseorang.
Laki-laki di samping berwajah merah dan matanya berbinar dengan sorot mendalam yang membuat Danis menatap sudut-sudut kamar mandi, was-was.
"Sepertinya kamu merawat kulitmu dengan baik," katanya sambil mengangkat telapak tangan, seperti ingin menyentuh wajah Danis tapi ia langsung menghindar dan laki-laki itu menarik tangannya lagi.
"Ini warisan dari Bapak dan Ibu!"
"Punggung tanganmu terlihat bersih dan sedikit berlemak. Pasti nggak pernah kerja keras, ya? Sepertinya telapak tanganmu sangat halus dan ... nyaman."
Bulu kuduk Danis langsung meremang. Wajahnya berubah pucat dan keringat mulai mengucur deras. Sadar jalan ini keliru, ia ingin bergegas keluar tapi laki-laki itu justru menyeringai dan dengan sengaja meremat lengan kanannya dengan keras dan memojokkannya ke salah satu wastafel.
"Argh ... sakit berengsek!" Ia spontan meringis, nyeri.
Sisa tenaga Danis mengayunkan kakinya untuk menendang betis bajingan itu tapi tidak terjangkau. Ia memburu di sudut itu. Menutup mata erat-erat dan berteriak ketakutan. Sebelah tangan laki-laki itu memaksa tangan kirinya mengusap sesuatu yang tidak senonoh. Pencabul bahkan terangsang hanya dengan melihat laki-laki menawan.