Chapter 02

469 70 8
                                    

"Awhh! Bisakah kamu sedikit lebih lembut padaku?!"

Pemuda berpakaian serba hitam itu hanya memandang datar setelah dengan kasar mendorong tubuh Jeno ke dalam sebuah jeruji besi. Dari tampangnya seolah tidak peduli oleh keluhan Jeno. Tanpa sepatah kata terucap, dia pergi begitu saja meninggalkan Jeno seorang diri di dalam ruang bawah tanah yang bisa dikatakan cukup gelap, hanya bercahaya dari lampu obor di tembok, itupun belum cukup untuk membuat ruangan tetap terang.

"Tunggu, tunggu! Jangan tinggalkan aku di sini sendiri! Setidaknya tinggalkan satu orang untuk menemaniku, sialan! Tempatmu ini lebih mengerikan dari penjara bawah tanah rumahku!"

BLAM

Ucapannya tak digubris sama sekali oleh pemuda itu. Jeno meringis menatap sekitar. Ia takut. Baru pertama kali ini ada yang berani memperlakukannya seperti seorang penjahat, walau mungkin perbuatannya tadi termasuk ke dalam tindakan kejahatan kecil, tapi tetap saja Jeno tidak tahu soal bunga itu ada yang punya.

Atmosfer ruangan ini terasa begitu mencekam. Jeno ingin menangis rasanya. Menyesal telah kabur-kaburan dari sang kakak yang telah berbaik hati sudi membelanya supaya bisa keluar dari rumah.

....

"Firasat Ayah sudah tidak enak sejak Jeno minta izin untuk pergi, tapi Ayah tepis jauh-jauh karena hari ini adalah hari spesialnya, dan apa yang Ayah dapatkan dari itu semua? Kamu pulang tapi mengapa Jeno tidak ikut bersamamu, Jung Jaehyun?!" bentak Donghae murka.

Wajah pria itu memerah oleh amarah, sementara sosok anak pertamanya itu menunduk dengan perasaan penuh penyesalan terselip sedikit ketakutan. Meskipun dia seorang alpha, Jaehyun tak dapat berbuat apa-apa selain berpasrah menerima amukan Donghae yang notabenenya adalah tetua di desa ini. Terlebih kesalahannya adalah membuat satu-satunya omega di keluarga mereka menghilang tanpa jejak, walau itu bukan sepenuhnya kesalahan Jaehyun.

Donghae mendudukkan diri di salah satu kursi yang ada di ruang tamu itu. Terlihat gurat kesedihan terpancar di wajahnya. Dia takut hilangnya si bungsu karena diculik atau dihabisi oleh musuh-musuhnya. Donghae memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut sakit.

Jaehyun yang menyadari dengan sigap menahan bahu sang ayah yang siap ambruk ke depan jika tidak segera langsung ditangkap.

"Ayah! Ayo kita ke kamar. Ayah harus istirahat."

Donghae menggeleng lemah, menahan lengan Jaehyun yang hendak membantunya berdiri. "Adikmu menghilang, Jaehyun. Ayah harus mencarinya. Ayah tidak ingin dia kenapa-kenapa."

"Saya berjanji akan mencarinya, tapi Anda harus ke kamar terlebih dahulu."

Kali ini tidak ada alasan lagi bagi Donghae menolak. Pria itu dibantu si sulung ke kamar. Setelah memastikan Donghae mendapat perawatan dari tabib, Jaehyun lekas pergi menepati janjinya untuk mencari Jeno. Tidak hanya Donghae saja yang khawatir, malahan sejak Jaehyun menyadari tidak ada Jeno di antara kerumunan pembeli permen kapas.

....

Jeno yang sedang duduk termenung di atas dipan kayu lekas menoleh cepat tatkala rungunya mendengar suara pintu penjara bawah tanah dibuka. Gema langkah kaki yang mendekat membuat Jeno berdiri dari duduknya.

Netranya memandang sosok pemuda yang sebelumnya dengan tega memasukkannya ke dalam jeruji besi itu. Dia datang membawa mangkuk di tangan kanan, sementara tangan kirinya membawa gelas yang terbuat dari bambu yang diukir.

Pemuda itu sempat menatap Jeno, lagi dan lagi tanpa ekspresi apapun yang membuat Jeno menilik sinis. Baru pertama kali ini Jeno bertemu orang yang sangat membosankan dan tidak ekspresif sama sekali. Menurutnya itu menyebalkan, apalagi pemuda itu cukup kasar.

Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam celah besi jeruji tersebut. Mengulurkannya pada Jeno yang justru malah diam saja.

"Ambil," ucapnya dingin, penuh perintah.

Jeno mendengkus kesal. Terpaksa mengambil mangkuk dan gelas itu, sebab perutnya juga tidak bisa diajak kerja sama. Jeno duduk kembali di dipan menikmati makanannya, mengabaikan pemuda asing yang masih di tempat sedang memerhatikannya.

"Apa yang kamu lihat? Kalau ingin pergi, pergi saja. Aku sudah beradaptasi dengan tempat menyeramkan ini, dan seperti yang kamu tahu, tidak seburuk itu ternyata." Omega itu melanjutkan makannya dengan lahap. Lumayan enak juga makanan untuk tahanan seperti dirinya.

Jeno kira pemuda itu akan tetap menunggunya, tapi ternyata dia benar-benar melangkah pergi. Jeno melirik tak suka setelah pemuda menyebalkan itu menutup pintu ruang bawah tanah. Kembali meninggalkannya sendirian. Jeno merasa heran, memangnya ada ya orang paling sengak seperti pemuda menjengkelkan itu?

Untuk meredakan kekesalannya, Jeno meneruskan makannya. Ia bersumpah setelah keluar dari tempat ini, Jeno akan memberinya pelajaran. Padahal cuma pengawal, tapi seenaknya!

....

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nggak lagi pengen apa-apa, cuma mau kasih lihat doang, Noie cantik banget di situ👆🏼😭

PembatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang