"Ayah, bolehkah hari ini aku ke pasar? Kumohon, ini hari ulang tahunku, izinkan aku melihat-lihat pasar, ya, ya, ya~?"
Pria paruh baya yang sedang duduk bersantai sembari menikmati secangkir teh hangat itu mendongak menatap si bungsu yang tengah bergelayut manja memeluk lehernya dari belakang.
"Tidak boleh. Ayah tidak mengizinkanmu untuk pergi keluar. Terlalu bahaya bagi omega keluar meskipun ini hari spesialmu."
Mendapati penolakan sang ayah membuat sosok manis itu mengubah ekspresinya sedih. Bibir sewarna buah ceri tersebut mencebik ke bawah menandakan dirinya kecewa berat.
"Ayah, ayolah! Meskipun aku omega, aku ini laki-laki. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku bisa bertarung, memanah, hingga menggunakan pedang seperti yang ayah ajarkan. Ayah jangan kolot begitu, selalunya melarang-larangku untuk melakukan apapun yang aku suka."
"Ayah tidak bermaksud melarangmu, Jeno Anakku. Ayah tahu kamu laki-laki, tapi pada dasarnya kamu ini omega tetaplah omega yang bisa mendapatkan masalah. Ayah tidak mau kehilanganmu sama seperti kehilangan Ibu."
Jeno memberengut saat alibi yang sama diucapkan untuk yang ke sekian kalinya oleh sang ayah. Alasan serupa menentang Jeno supaya tidak keluar rumah karena ayahnya takut kehilangan Jeno karena ibunya telah tiada beberapa tahun yang lalu.
Ibunya tiada akibat serangan dari kubu musuh yang berhasil mengalahkan penjaga-penjaga sang ibu sehabis menghadiri pertemuan antardesa di desa lain. Ibunya dibunuh dengan keji, meninggalkan duka yang amat memilukan bagi sang ayah, Jeno, beserta para penduduk atas kepergian sang Luna.
Ayah tidak ingin kejadian itu menimpa putra bungsunya, satu-satunya omega dalam keluarga kecil yang Ia miliki. Karena itu sejak gender kedua Jeno terkuak, baik ayah maupun keempat kakak laki-lakinya benar-benar menjaganya dengan penjagaan ketat. Mereka tidak membiarkan Jeno ke mana-mana meskipun untuk bermain di teras rumah.
"Ibu 'kan omega perempuan, sementara aku omega laki-laki. Aku bisa menjaga diri."
"Tidak."
Berulang kali memohon-mohon sepertinya sang ayah tetap tidak akan memberinya izin. Tapi karena kebetulan Jeno ahlinya keras kepala, omega itu tidak akan menyerah begitu saja.
"Sebentar saja, boleh, ya?"
"Ayah bilang tidak tetap tidak, Jeno. Kembalilah ke kamarmu."
Oke, Jeno menyerah. Ayahnya juga sama keras kepala, Jeno tidak akan menang melawan perdebatan dengan ayahnya.
"Izin biarkan saya yang menemani Jeno, Ayah."
Jeno dan sang ayah bersama-sama menengok ke ambang pintu saat seorang pemuda jangkung bersuara. Jeno tersenyum lebar, berbeda dengan sang ayah yang memandang pemuda itu datar.
"Tidak, Jaehyun. Pergilah, jangan ikut campur."
Pemuda bernama Jaehyun itu tersenyum simpul. Lantas Ia menghampiri keduanya. "Aku pikir Jeno bosan berada di dalam rumah selama menghabiskan masa remajanya, mengapa tidak kita biarkan sesekali Jeno melihat suasana sekitar? Jeno tidak bisa terus-terusan bersembunyi disaat dia belum tahu perubahan zaman yang begitu menakjubkan. Ayah, percayalah padaku, aku akan menjaga Jeno dan memastikan dia tidak akan kenapa-kenapa."
Ayah masih menampilkan raut datar. Namun, kini pupil legamnya bergulir ke samping menatap si bungsu yang mengangguk semangat, berharap perkataan kakak pertamanya itu berhasil memengaruhi sang ayah agar memberi izin.
"Tidak lebih dari tiga puluh menit."
Kedua mata cantik sang omega membulat bahagia. Dia langsung berlutut memeluk sang ayah saking senangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembatas
Fantasy"Ada hal apa yang membuat omega semanis dirimu berada di wilayah kami?" "M-Maafkan aku, ak-aku tidak bermaksud m-melanggar ...." ⚠[b×b stories]⚠ →C.Soobin [dom] & L.Jeno [sub] ©Pin, edited by Lillavias