Kebencian yang Berkobar

34 25 0
                                    

POV Author

Setelah mendapat telepon dari pengawal ayahnya, Gagan bergegas meninggalkan sekolah. Dia sadar betapa mengerikannya lelaki yang mengangkatnya jadi anak itu. Sedetik saja perintahnya tidak didengarkan, Gagan bisa lebam bertubi-tubi seharian itu. Seringkali ia berpikir, sebenarnya dia diangkat menjadi seorang anak atau pesuruh?

Setelah tiba di depan kafe Aksara, Gagan mengerutkan dahinya ketika melihat motor Alif terparkir di sana. Ada keperluan apa dia di kafe Ayah angkatnya?! Begitu pikirnya. Dari pada mematung, Gagan memilih langsung masuk ke dalam kafe yang di pintunya tertera tulisan "Tutup".

Gagan langsung naik ke lantai dua. Dia menerka-nerka, hal apa yang membuat Ayahnya memanggil di saat ia masih sekolah? Hatinya merasa ini bukan perkara yang baik atau pun mudah.

Sementara di dalam ruangan, Alif dan Darus menunggu dengan dada yang naik turun, tersulut emosi sebab fakta yang mereka ketahui. 

"Setidaknya, tanyakan dulu kebenarannya, Yah. Tidak perlu terburu-buru memberinya hukuman..." ujar Ruhi. Gadis itu terlihat lebih tenang dari ayahnya. 

"Tidak perlu membelanya, Ruhi. Dia putra dari pembunuh ibumu. Dan sekarang dia mau jadi pembunuh orang yang Ayah sayang?! Memang buah jatuh tidak jauh dari pohonnya!" 

Darus jelas menyimpan kebencian mendalam pada Gagan. Kalimat yang ia ucapkan tadi mau tidak mau mmebuat Alif dan Dirga teralihkan dari lamunannya. Orang tua Gagan membunuh istri Darus? Tidak bisa dibiarkan, Alif perlu tahu siapa Gagan ini sebenarnya, dan apa hubungannya dengan Darus. 

Dirga yang memahami maksud tatapan Alif langsung menyikut lengannya, "Nanti aku bantu cari. Sekarang, fokus aja sama kehadiran Gagan!" 

Alif menghela napas pelan, dia memejamkan mata perlahan, mencoba menenangkan diri. Dirga benar, dia harus bisa menempatkan masalah pada tempatnya masing-masing.

Tok Tok Tok

Seorang pemuda dengan seragam putih abu-abu masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi dengan amarah. Ia cukup kaget ketika menangkap kehadiran Alif di ruangan itu.

"Ngapain kamu di sini?!" tanya Gagan sembari mendekati Alif dengan tatapan emosi.

Alif yang sedari tadi menahan amarah masih mencoba menekan diri ketika melihat wajah orang yang membuat adiknya celaka. 

"Apa yang kamu lakuin sama Naya, hm?!" tanya Alif dengan penekanan di suaranya.

"Apa yang aku lakuin?! Adik kamu itu sok berani, makanya dia pantas dapat pelajaran!" jawab Gagan begitu sembari mendongakkan wajahnya begitu sombong di hadapan Alif.

Bruk!

Alif tak lagi bisa menahan diri, dia melayangkan pukulan di pipi Gagan. Sekali tak cukup, ia mengulangi pukulan itu berkali-kali. Gagan tentu tidak diam, kebiasaannya dalam berkelahi membuatnya menjadi lawan yang imbang untuk Alif. 

"Ck, makanya punya adek dijaga! Gak usah sok berani di depan aku!" Gagan tersenyum simpul. darah di sudut bibirnya tak terasa sakit sedikit pun.

Sementara Alif semakin marah, kenapa dia menyalahkan adiknya yang ingin menghentikan perilaku buruknya? Kenapa sulit sekali bagi orang brengsek untuk menyadari kesalahannya?!

"Cukup!" teriak Darus dengan matanya yang memerah. Lelaki paruh baya itu mendekati Alif dan Gagan yang saling menatap penuh benci.

"Aku hanya membela diri, Yah. Bukankah tidak masalah jika aku memberi pelajaran pada mereka yang berani mengusikku?!"

"Dia mengusikmu?" Suara bariton Darus yang penuh penekanan membuat seluruh ruangan itu bertambah menakutkan.

"Iyalah! Dia menghentikan aku bermain dengan salah satu kutu buku yang sok jagoan di sekolah," Gagan tersenyum, menatap rendah Alif, "dia mencoba menjadi sok pahlawan.." ujar Gagan ringan. Ia merasa menang karena yakin ayah angkatnya akan membelanya. Toh, selama ini ayahnya selalu membiarkan dia melakukan banyak pertengkaran. 

Alif Baswara [[TAMAT]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang