Setelah bertemu Tara, Alif melanjutkan perjalanannya ke kantin, perutnya semakin keroncongan setelah menguras tenaga dan pikiran hampir setengah hari itu. Biasanya, Bunda Alif membawakannya bekal sehingga ia tidak perlu membeli makanan untuk menikmati waktu istirahat di balkon sekolah. Tapi hari ini, Bundanya sibuk sekali, banyak pasien yang silih berganti membutuhkan perawatannya di rumah sakit.
"Ma...maaf, Kak," suara isak seorang perempuan tiba-tiba hinggap di telinga Alif.
Sontak Alif menghentikan langkah. Siapa yang menangis? Dimana? Ia mengedarkan pandangan, hatinya berdegub kencang, sebuah perasaan yang sama ketika dia menemukan seseorang sedang dirundung. Alif segera mencari sumber suara. Menapak kaki ke arah udara menuntun menuju sumber suara. Itu arah yang berlawanan dari kantin.
Orang-orang di sekitar Alif tampak biasa saja, seakan tak mendengar apapun. Alif sedikit ragu dengan pendengarannya, "Apa gue berhalusinasi?" batinnya. Alif menghela napas kasar, selama ini perasaannya selalu benar ketika berkaitan dengan perundungan. Ia memutuskan terus mencari sumber suara. Di pojok lorong, Alif berbelok ke kiri.
Astaga....
"Ini... toilet perempuan?!" lirihnya sembari mengerjapkan mata kaget.
Alif terbelalak ketika membaca papan nama di ruangan yang ia yakini sebagai asal dari sumber tangisan itu. Toilet perempuan, bagaimana dia bisa masuk ke sana? Hatiknya gentar, bimbang harus bagaimana. Tapi... jika dibiarkan...
Brak!
Suara pukulan kembali terdengar di telinga Alif.
"Maaf kak..." lirih suara perempuan yang membuat hati Alif makin geram.
"Sial!" gerutu Alif.
Alif mendobrak pintu lorong toilet perempuan yang dikunci itu. Dia alihkan pandangannya ke lantai, khawatir jika tiba-tiba masih ada para gadis yang membenarkan pakaian mereka.
"Alif?"
Perlahan, Alif menatap sumber suara yang memanggilnya, ternyata benar, seorang perempuan telah dirundung oleh sekelompok geng perempuan yang memang dikenal barbar di sekolahnya. Alif melihat perempuan yang dirundung itu menunduk pilu di sudut ruangan. Bibirnya berdarah. Dia terlihat sangat tidak berdaya.
Darah Alif berdesir hebat, ia marah. Dengan langkah cepat ia menghampiri gadis yang memanggilnya itu, "Lo perempuan atau apa?!" ujarnya sembari menatap tajam perempuan itu.
Sialnya, perempuan itu malah terbahak, "Lo gak perlu jadi pahlawan di sini, Lif. Ini urusan gue, jangan mencampuri urusan orang lain, okey?!" Perempuan itu balik menatap tajam netra Alif.
"Gila lo!"
Alif mendorong tubuh Rara. Gadis itu terjungkal, ia meringis kesakitan. Namanya Rara, gadis yang menjadi tetangganya sejak ia pindah dari luar negeri. Keluarganya pengusaha kaya. Rumahnya besar. Sayangnya, hampir setiap hari terdengar suara pertengkaran dari dalam rumah itu. Tidak heran jika Rara akan menjadi seperti ini. Ia meniru ayah ibunya yang melampiaskan frustasi dalam pertengkaran.
"Sialan lo!" Rara berteriak marah.
"Ini kali terakhir lo nyakitin dia, paham?!" Alif menekan suaranya, telunjuknya mengarah pada Rara. Ia bergegas mendekati gadis yang tak berdaya di pojok ruangan.
Melihat itu, Rara langsung bangkit dan menarik tangan Alif kasar, "Lif! Gue masih lebih kuat daripada lo. Kalau lo bawa dia kabur dari sini, gue pastiin lo gak bakal bisa nyaman di sekolah ini!"
Alif menghela napas berat. Sikap Rara itu tampak begitu menyebalkan baginya. Gadis itu bebal sekali. Rasanya ingin sekali ia membantah ucapannya yang tak realistis itu. Tapi Alif mengurungkan itu, ia tidak ingin memperpanjang ocehan tak bernilai semacam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alif Baswara [[TAMAT]]
Novela JuvenilIni kisah tentang seorang anak SMA yang berani maju menindas para perundung. Tatapannya tajam, auranya penuh misteri, bahkan semua orang di sekolahnya mengakui tentang betapa dinginnya seorang Alif Baswara. Bagi Alif, tidak ada yang bisa dilakukan...