Gemuruh Amarah

33 27 0
                                    

Pov Author

"Arghhh!! Sial! Sial!!" Alif berteriak sembari mengacak-ngacak rambutnya. Tangannya mengepal dan memukul jok mobil Tara. Darah segar mengalir dari tangannya.

"Siapa yang berani nyakitin keluarga gua!!" teriaknya lagi, suaranya terdengar pilu. 

Tara dan Dirga hanya diam, pikiran mereka hanya tertuju pada Naya agar segera bisa ditangani oleh ahli medis. Tara melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. 

"Harusnya gua yang celaka! Harusnya aku.. Kenapa Naya harus keluar?" Alif menekan suaranya begitu pilu. Perhatian Dirga teralihkan sembari tetap menahan laju darah dari luka tusukan Naya.  Ia hendak bicara, tapi Alif melakukan hal yang membuat Tara terpaksa menghentikan mobilnya.

Alif memukul dirinya sendiri, mengatakan bodoh atas kelalaiannya menjaga Naya, "Gua gak becus jadi kakak Naya! Gua bodoh! Gua benci diri gua sendiri! Gua gak berguna!"

Tara langsung meminggirkan mobil, dia mencengkram bahu sahabatnya, "Lif, bukan saatnya kamu menyalahkan diri begini! Coba..."

Ucapan Tara langsung terpotong dengan ocehan Alif, "Aku emang gak berguna, Ra. Aku gak becus jagain Naya... Aku..." Alif menunduk pilu. Pikirannya kacau, segala trauma yang dia miliki berlarian di kepalanya.

Melihat Alif yang masih terpuruk membuat Tara makin kesal. Ia mencengkram dagu Alif kasar,  "Alif Baswara! Lihat adik kamu! Lihat!!" Tara memalingkan wajah Alif agar melihat ke bengku belakang. Tatapannya jadi sendu, ia melihat adiknya begitu pucat dengan perut bersimbah darah. 

"Sadar dong, Alif Baswara! Bukan saatnya kamu bertingkah seperti ini.. Adik kamu harus segera ditangani. Kamu harus tahu tempat untuk bersikap, Lif..." Tara mengucapkan kalimat itu dengan penuh penekanan. Alif meraung, ia tidak tega melihat adiknya bersimbah darah. Ribuan penyesalan bergelayut di kepalanya. 

"Ra, jalan lagi cepet!" Titah Dirga.

Tara melepas cengkramannya di dagu Alif dan kembali melajukan mobil ke rumah sakit.  Alif terus menatap Naya sembari mengucap kata maaf. Air matanya jatuh. Ia benar-benar ketakutan.

***

Sesampainya di rumah sakit, Naya langsung mendapat perawat di ruang UGD. Alif, Tara, dan Dirga menunggu di depan ruangan dengan perasaan tak karuan. Mereka sama-sama takut jika terjadi hal buruk pada Naya. Doa-doa baik pun dilayangkan. Mereka meminta keajaiban untuk seorang gadis yang malam ini akan membuat Alif bimbang dengan prinsipnya sendiri.

"Kamu udah ngabarin Ayah dan Bunda, LIf?" Tanya Dirga di tengah keheningan.

Alif mengangguk, tatapannya begitu kosong. Tara mendekati sahabatnya itu, ia merasakan kepiluan mendalam pada diri Alif. 

"Dia bakal baik-baik aja, Lif," ujar Tara berusaha menenangkan sahabatnya.

Alif tetap diam, tatapan kosongnya itu menyiratkan ribuan kepiluan dan penyesalan yang kini sedang menyelimuti diri.

"Ra..." 

Tara menatap Dirga yang memanggilnya, pemuda itu memberi kode akan Tara membiarkan Alif sendiri. Di saat seperti ini, hanya Alif dan ketenangan dirinya yang bisa menyelesaikan segala kepenatan dalam pikirannya.

Setelah menunggu cukup lama, Dokter yang menangani Naya keluar ruangan. Alif dan kedua temannya langsung menghampiri sang dokter.

"Alhamdulillah, luka pasien bisa ditangani dengan baik. Meski lukanya tidak terlalu dalam, namun ketepatan waktu kalian membawa pasien segera ke rumah sakit itu juga membantu kondisi pasien agar tidak kehilangan lebih banyak darah.

Alif, Dirga, dan Tara bernapas lega setelah mendengar penjelasan dokter. Mereka berterima kasih dengan kebaikan sang dokter. 

"Saya akan terus memantau kondisi pasien, sementara tolong jangan dijenguk dulu. Setelah stabil, kami akan memindahkan pasien ke ruang rawat inap. Setelah itu silakan jika hendak menemani pasien selama di ruangan.." 

Alif dan kedua temannya mengangguk paham, dokter itu pun langsung pamit usai menyampaikan kalimat itu. Alif langsung terduduk lemas usai sang dokter pergi. Tara dan Dirga juga duduk di samping Alif dengan napas lega.

"Aku gak bakal biarin siapapun yang menyakiti adikku bebas berkeliaran di luaran sana!" Geram Alif dengan tatapan tajam. Kekesalan hatinya membuncah.

Dirga dan Tara juga merasakan hal yang sama, "Mereka pasti orang yang tahu kepergian kita, Lif. Gak mungkin mereka tahu ada Naya di dalam mobil mengingat kaca mobilku tidak transparan," jelas Tara.

"Lihat ini, Lif!" Dirga menyodorkan sebuah video. Itu rekaman ketika mereka keluar dari pagar rumah Alif. 

"Ga?" Alif meminta penjelasan, apa Dirga seberani itu untuk memata-matai rumahnya?

"Aku menyuruh kenalanku untuk stand by dekat rumahmu. Firasatku aneh, jadi aku minta dia berjaga."

Alif mengangguk paham, mereka bertiga kembali fokus pada video itu. Di sana jelas terekam Naya yang keluar dari mobil untuk mengambil barang yang terlupa lalu kembali lagi ke mobil. Tidak ada yang aneh dari rekaman itu, sampai mobil Alif berangkat, dari arah berlawanan ada segerombolan geng motor yang mendekati teman Dirga. Mereka sadar jika seseorang merekam area itu.  Video rekaman itu langsung berguncang, teman Dirga hanya sempat memasukkan handphonenya ke saku dan pergi dari sana. 

"Temanku ini handal banget kalau disuruh kabur. Kemampuan motornya gak perlu diraguin lagi. So, dia bisa bebas dari kejaran para tikus yang sok jagoan itu."

Tara menghela napas lega, "Bentar deh, coba putar ulang videonya!"

Dirga pun kembali memutar video itu. 

"Stop!" titah Tara, "Zoom, Ga!"

Ketika video itu dperbesar, mereka baru menyadari bahwa ada empat motor yang menghampiri teman Dirga. Tiga motor lainnya sama dengan motor yang mengejar mereka, sementara satu motor lagi...

"Aku pernah tahu plat nomor ini..." lirih Tara.

Dirga dan Alif melirik Tara bersamaan, berharap jika ingatannya itu benar.

"Lif, kamu bawa berkas yang Dirga kasih tadi engga?"

Alif mengangguk, "Di mobil, Ra."

"Aku ingat betul pernah lihat plat nomor ini di salah satu foto itu. Tunggu sini! Aku ambil dulu!"

"Ra, gak usah. Aku dapat salinan foto dan berkasnya di handphone. Kita lihat bareng!"ujar Dirga.

Mereka pun melihat satu per satu foto salinan itu, "Nah ini dia!" Tara menunjuk foto Gagan dan Darus yang saling merangkul bahu masing-masing di sebuah acara balap motor. Di foto itu, tangan kiri Gagan merangkul Darus, sementara tangan kanan Gagan memegang moge dengan plat yang sama seperti di rekaman video itu.

Alif menelan ludah kasar, "Dia berani sejauh ini?!" suara Alif penuh penekanan.

"Sialan, Gagan!" Gerutu Tara dan Dirga bersamaan.

"Lihat aja besok di sekolah!" celetuk Tara.

Alif mengerutkan keningnya sembari menatap tajam ke lantai lorng rumah sakit, "Sekolah?! Ngapain? Dia aja mulai di luar area sekolah, kenapa kita harus berbaik hati menyiksa dia di sekolah?" 

Kalimat Alif itu terdengar menakutkan bagi Tara dan Dirga. Mereka memang kesal dengan kenyataan yang mereka ketahui, tapi mereka hanya ingin memberi pelajaran setimpal. Kalimat Alif seakan tidak ingin memberi pelajaran setimpal, melainkan pelajaran yang lebih menyakitkan. 

Tara dan Dirga saling melirik, mereka menghela napas khawatir. Kalau sudah begini, bahkan Tara dan Dirga tidak akan bisa menghentikan Alif untuk melakukan apapun yang dia mau.

***

Alif Baswara [[TAMAT]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang