Kebencian

44 34 0
                                    

Selama di perjalanan, Alif terus memikirkan bunda, ayah, dan adiknya, begitu pun dengan Tara dan Dirga. Mereka khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk pada mereka.

Di sekolah, Gagan dikenal sebagai sosok yang keren dan tidak pernah berbuat onar. Padahal di balik itu, dia cukup menyeramkan. Alif, Tara, dan Dirga tahu itu karena mereka pernah memergoki Gagan dan teman akrabnya tawuran dengan anak SMA lain.

Ikut campur? Tidak! Mereka justru memilih pergi. Untuk apa ikut dalam tawuran bodoh semacam itu? Biarkan saja mereka menikmati kesalahan mereka bersama para petugas keamanan yang sedang berpatroli di daerah itu.

Sejak kejadian itu, Alif dan kedua temannya tidak pernah menganggap Gagan sebagai anak SMA yang kalem. Omong kosong. Dia lebih mengerikan daripada itu.

"Semoga semua baik-baik saja," harap Alif dalam hatinya. Ia terus mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi.

Sesampainya mereka di rumah guru Naya, Alif dan kedua temannya langsung masuk mencari keberadaan orang tua dan adiknya. Mereka mencari ke segala arah namun tak mendapati batang hidung ketiganya.

Proses pernikahan baru akan dilangsungkan ketika Alif dan kedua temannya datang. Guru Naya menggandeng seorang lelaki berjalan di atas karpet merah. Senyumnya merekah. Iringan musik jawa bergema di seluruh ruangan, menambah sakral prosesi resepsi.

Alif dan kedua temannya memutuskan untuk berpencar, ruangan pernikahan itu sangat luas. Selain mencari keluarganya, Alif juga berjaga, barangkali melihat Gagan di tempat itu. Tapi nihil, ia tidak menemukan siapapun. Sampai akhirnya Alif, Dirga, dan Tara bertemu kembali.

"Kelihatan engga?" tanya Alif khawatir. Dirga dan Tara menggeleng. Wajah mereka juga begitu khawatir.

"Kak Alif!"

Tiba-tiba Naya menepuk bahu Alif, wajah mungil itu merasa heran dengan kehadiran kakaknya, "Ngapain lo ke sini? Bawa dua curut ini pula. Katanya malas di keramaian?"

Ocehan itu membuat Alif begitu lega, dia memeluk adiknya erat, "Lo gak papa, kan? Ayah Bunda mana, Nay?" panik Alif sembari melepas pelukan.

Naya kemudian menunjuk salah satu meja tempat Ayah dan Bundanya duduk, itu area yang belum mereka datangi. Alif menghela napas lega ketika melihat mereka tersenyum lebar dan baik-baik saja.

"Kenapa sih, kak?"

Alif menggeleng samar, "Gak papa, Nay. Tadi gue lihat.. " Omongannya terpotong ketika ujung mata Alif menangkap keberadaan Gagan. Dia duduk dengan para tamu utama.

Tara dan Dirga menyikut lengan Alif, mereka saling bertatapan. Kenapa Gagan juga ada di pesta ini?

"Kakak cari si Gagan?" celetuk Naya saat menyadari tatapan sang kakak yang menuju pada Gagan.

"Eng-enggak kok, Nay," Dirga menjawab.

"Ih kan gue tanyanya ke kak Alif!" Protes Naya.

Dirga hanya cengengesan, sementara Tara bersorak mengejek temannya yang dibantah mentah-mentah oleh gadis cantik itu.

"Dia keluarga guru lo kah, Nay?" Tatapan Alif kini beralih pada Naya. Gadis itu hanya mengedikkan bahunya, "Mana gue tahu, Kak. Dia tiba-tiba udah di sini dan gabung sama para tamu undangan," jelas Naya.

Alif menatap netra adiknya tajam, "Ingat kata gue, Nay. Jangan berurusan sama Gagan lagi! Paham?!" tegas Alif.

"Ck, iya iya, Kak Alif! Bawel banget!!" Naya memutar bola matanya, itu sudah kali ke sekian Naya mendengar peringatan itu.

Alif mengelus rambut adiknya sembari mengatakan "bagus". Ia kemudian mengalihkan pandanganku sekali lagi pada pemuda yang mengusik pikirannya hari ini. Tepat ketika tatapannya mengunci diri Gagan, ia berjalan ke arah Alif.

"Gue bakal pulang, lo balik lagi gih ke bunda dan ayah," titah Alif. Naya menurut, ia pergi dari hadapan kakaknya. Sementara Alif, Tara, dan Dirga juga mendekati Gagan. Meski kekhawatiran mereka tidak terjadi, Alif merasa perlu tetap waspada di hadapannya.

Setelah saling berhadapan, Gagan memberi senyum simpul, "Gimana, Lif?" tanyanya dengan tatapan menantang.

Alif tidak mengerti maksud lelaki di hadapannya ini, apanya yang gimana? Apakah dia mendekati Alif hanya karena ingin menanyakan hal tidak penting saja?

"Khawatir kan lo?" lirih Gagan sembari mengangkat alisnya. Alif hanya mengernyitkan dahinya heran.

"Untung gue masih memberi kesempatan pada orang-orang berharga lo itu. Tenang saja, Lif. Gue akan sabar... " lanjut Gagan sembari tersenyum simpul, tatapannya penuh hinaan dan kebencian.

"Sekali aja lo nyentuh orang-orang gue, jangan harap lo bisa hidup tenang," geram Alif, tangannya mengepal kesal.

Gagan mengedikkan bahunya, "Oh ya? Mau coba buktikan? Adik lo bisa jadi percobaan pertama. Sepertinya.. dia cukup lucu untuk menemani malam kelam gue," ujarnya lalu tersenyum simpul.

Sontak Alif melayangkan pukulan di pipi Gagan, "Anjing!" Alif tak bisa mendengar adiknya mendapat perkataan buruk semacam itu.

Dirga dan Tara ikut marah, mereka mendorong tubuh Gagan sembari mengatainya laiknya binatang. Semua atensi di gedung itu akhirnya beralih pada Alif dan Gagan. Pengantin yang sudah duduk di kursi pelaminan pun sontak berdiri, penasaran dengan apa yang terjadi hingga mengalihkan perhatian tamu undangan dari pesona mereka.

Gagan menyentuh bibirnya yang kini berdarah, tatapannya nyalang, "Lo itu gak pantas dapat kasih sayang dari siapapun, Lif. Gue benci banget lihat lo disayangi."

"Berhenti bicara omong kosong, brengsek!" Alif mencengkram baju Gagan, matanya memerah marah.

"Lo itu cuma orang brengsek yang pernah merebut kebahagiaan orang lain. Jadi jangan salahin gue kalau gue melakukan hal yang sama!" Gagan menepis cengkraman Alif. Ia bergegas pergi usai mengatakan kalimat yang sama sekali tidak Alif mengerti.

"Sialan!!" Alif memukul meja di sebelahnya, membuat tamu undangan di sekitarnya ketakutan.

Amarah Alif masih membara, ia masih belum puas memukuli Gagan atas ucapan buruknya tadi. Namun ia tidak bisa melakukan itu karena kehadiran Ayah dan Bundanya yang menatap dengan tatapan tajam, membuatnya terpaksa menahan emosi. Alif dan kedua temannya langsung pergi, malam ini sungguh menyebalkan!

***

Alif Baswara [[TAMAT]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang