Hari ini, mungkin akan menjadi hari paling melelahkan bagi Alif. Tidak hanya berurusan dengan senior, guru BK, soal matematika, dan Rara, namun ia juga harus berurusan dengan Gagan dan teman-temannya yang diagung-agungkan oleh sebagian besar orang di sekolahnya. Baru saja ia menghadapi perundung d jam istirahat, kali ini ia harus berhadapan dengan perundung lagi ketika jam pulang sekolah.
"He anak cupu! Mau kemana lo bawa buku setebal ini? Belajar?"
Gagan dan beberapa pengikutnya terbahak melihat teman seangkatannya membawa buku tebal. Bagi mereka itu lucu, temannya yang dikenal sebagai orang terbelakang dalam hal akademik membawa buku setebal itu. Pikirnya, mau berlagak sok pintar?
"Gu-Gue gak punya urusan sama lo, pe-permisi." Anak yang diganggu itu tergagap, ia menelan salivanya, ketakutan.
"Whooooo! Udah berani gini nih, kayaknya perlu dikasih pelajaran lagi biar gak sok sombong," ujar Gagan lalu tertawa sinis. Dicengkramnya dagu anak berkacamata itu.
"Sekali lagi so-sorry, Gan, Gue gak punya urusan sama lo."
Laki-laki bertubuh gempal itu menepis cengkraman Gagan, kemudian ia bergegas pergi. Sikapnya membuat Gagan marah. Ia menyusulnya lalu mencengkram tangan temannya dengan lebih kasar.
"Heh denger! Lo itu mau baca buku apa pun gak bakal jadi pinter! Apalagi buku serumit ini. Adanya tambah gila lo karena sulit paham!" ujar Gagan sambil merebut bukunya. Itu buku langka, sebuah novel best seller yang kini jarang ditemukan di toko buku mana pun.
Anak yang diselimuti perasaan takut itu mengambil bukunya kembali dengan paksa, namun Gagan dengan tangkas mengalihkan buku itu pada pengikutnya. Mereka tertawa ketika melihat wajah kesal si pemilik buku.
"Kembaliin buku gue, bangsat!"
Perkataan itu keluar begitu saja, refleks sebab kesal barang berharganya dibuat mainan. Gagan jelas tak terima dengan perkataan nyalangnya. Tanpa pikir panjang ia menarik kasar tangan lelaki berkacamata itu, "Mau buku lo balik? Nurut mangkanya!"
Gagan kemudian memberi perintah pada dua pengikutnya untuk membawa anak berkacamata itu ke atas balkon.
"Nurut! Paham? Atau buku lo gue bakar, hm?" tegas Gagan sekali lagi.
Akhirnya, mau tidak mau, lelaki gempal itu menurut untuk ikut ke atas balkon. Ia hanya ingin buku itu kembali. Tidak lebih. Dia bahkan bukan anak pintar. Tapi kenapa selalu saja menjadi sasaran empuk atas setiap penghinaan?
Setelah sampai di balkon, Gagan menjulurkan buku tebal itu pada si anak berkacamata. Ketika hendak diambil, Gagan sengaja menjatuhkan bukunya. Gemuruh emosi dalam hati anak gempal itu makin bergemuruh. Sialan, sialan, sialan! Begitu pekik hatinya.
"Kenapa? Mau melawan?" Gagan menatapnya remeh. Sementara anak itu masih terus menatap bukunya yang berserakan di tanah.
Dengan hati marah, ia menunduk untuk mengambil bukunya. Namun momen itu justru makin menjadi bulan-bulanan. Gagan menendang buku itu hingga berada di dekat salah satu kaki pengikutnya. Dia kemudian menendangnya lagi pada temannya yang lain. Laiknya sebuah permainan, ketiga orang itu tertawa sebab berhasil membuat jengkel si pemilik buku.
"Makanya jangan sombong jadi orang!!" ujar Gagan penuh penekanan.
Si anak gempal terus mengejar bukunya yang ditendang kesana kemari. Ia memupuk seluruh kemarahan dalam hatinya. Ketika Gagan cukup puas, ia menendang buku itu ke arah pemiliknya. Anak itu lekas mengambil bukunya, memeluknya erat dengan emosi yang bertumpuk di dada.
Gagan kini menyejajarkan posisi dengan anak itu, "Lo tahu kan lagi berhadapan sama siapa?" Dia menarik kerah bajunya, mendekatkan wajah seraya menampar pelan pipi si gempal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alif Baswara [[TAMAT]]
Teen FictionIni kisah tentang seorang anak SMA yang berani maju menindas para perundung. Tatapannya tajam, auranya penuh misteri, bahkan semua orang di sekolahnya mengakui tentang betapa dinginnya seorang Alif Baswara. Bagi Alif, tidak ada yang bisa dilakukan...