BAGIAN 13

193 39 5
                                    


***

David dengan tekad kuatnya berjalan pelan menuju kamar Ansel yang tepat berada di samping kamarnya, tanpa mengetuk pintu David membuka pintu kamar, terdengar suara gemericik air dari arah kamar mandi dan itu kesempatan bagus untuk David.

Berjalan mengendap-endap David menuju meja belajar Ansel untuk mencari ponsel milik Ansel, mengobrak-abrik seisi meja belajar dan akhirnya menemukan benda yang di incarnya sejak tadi.

Buru-buru David menyalakan ponsel milik Ansel, beruntung David mengetahui sandi layar ponsel Ansel, dengan cepat David mencari kontak Aiden karena cuma nomor Aiden yang Ansel punya di antara nomor keluarganya yang lain.

David hampir saja berteriak saat menemukan nomor Aiden, dengan begini ia bisa menghubungi setidaknya Aiden, menekan tombol panggilan dan menunggu Aiden menjawabnya membuat David tak sadar jika Ansel telah selesai mandi dan kini berjalan ke arahnya.

Panggilan di terima dan suara Aiden di sebrang telefon membuat David ingin menangis sekarang.

"Halo bangg?? Halo?" Suara Aiden di sebrang sana.

"Halo dek, ini kak Dav." Balas David lirih, masih tak sadar jika sekarang Ansel berdiri di belakangnya.

"Kak! Kak pulang kak." Aiden berbicara dengan nada yang bergetar, David cukup paham jika Aiden sedang menahan tangisnya, bersama Aiden sejak Aiden lahir tentu membuat David paham dengan Aiden.

Belum sempat David menjawab Aiden, ponsel di tangannya di ambil yang punya, Ansel menatap tajam David yang mematung di tempatnya, langsung saja Ansel mematikan sambungan telefonnya dengan Aiden.

"Bagus kaya gitu? Siapa yang kasih izin lo pakek hp gue?" Tanya Ansel dengan nada datarnya.

"Pinjem bentar aja masa ga boleh, biasanya juga lo ga pelit kok sekarang pelit." Sahut David.

"Gue bukannya pelit Dav, tapi lo udah langgar aturan papa buat ngga pegang hp sampai besok, dan lo masuk kamar gue tanpa izin." Ansel masih menatap David dengan tatapan tajamnya yang jujur membuat David sedikit takut.

"Gue cuma mau telfon Aiden, kenapa sih? Kenapa harus nunggu besok? Kalian bawa gue tanpa izin juga apa gue marah? Engga kan??" Balas David dengan berani balik menatap tajam Ansel, namanya juga kembar satunya keras kepala satu lagi kepala batu.

"Lo egois tau ga Dav lo__"

"Lo yang egois Sel, kalian semua egois!!" Potong David dengan berteriak, dirinya yang masih sensitif tak terima di bilang egois, dengan perasaan marah David berlari meninggalkan Ansel, menuju kamarnya dan mengunci diri di sana.

"Aduh mampus! Lupa lagi kalo Dapit lagi mode cewek pms, duh ngambek tuh pasti." Ansel kebingungan di tempat, dan akhirnya berjalan menyusul David walaupun terlambat.

"Dav, buka plis, maaf gue ngga maksud bilang lo egois!!" Ansel menggetok pintu kamar David dengan keras namun tak ada sahutan apapun dari pemilik kamar.

Tok.. tok.. tok..

Tokk.. tokk..

Tok.. tokk..

Dorr dorrr dorrr

"Sumpah Dav plis keluar Dav!" Ansel panik setengah hidup melihat Bara berjalan menaiki tangga, sudah pasti Bara mendengar keributan dari kamar adik-adiknya.

"Ngapain kamu depan kamar David gedor-gedor gitu?" Tanya Bara begitu sampai di belakang Ansel.

Ansel ingin menjawab namun pintu kamar terbuka membuat Ansel mengurungkan niatnya untuk berbicara.

David keluar kamar dengan wajah datarnya, berjalan melewati Ansel dan Bara, tak lupa memandang sinis Ansel yang menatap bingung ke arahnya.

"Dek mau kemana?" Tanya Bara begitu David melewatinya begitu saja.

"Makan." Jawab David, singkat dan padat.

Ctakk..

Sentilan sayang dari Bara mendarat mulus di jidat Ansel.

"Aduh! Bang sakit." Ansel mengusap jidatnya yang memerah.

"Di apapin tuh David kok mukanya monyong gitu?" Tanya Bara sedikit berbisik, takut David denger malah tambah ngambek.

"Oh iya lagi ngambek! Bang nitip Dapit bentar!" Sahut Ansel sembari berlarian menuruni tangga.

"Jangan lari!!" Teriakan Bara tak di gubrisnya, Ansel terlanjur keluar rumah.

**
David menuju dapur karena memang ia lapar, mengambil sebungkus mie kuah rasa soto untuk di masak, tadinya udah di tawarin pembantu di sana untuk di masakin tapi David menolaknya, lagipula cuma rebus mie bukan ingin masak rendang.

Mengambil sebutir telur untuk di masak bareng mie, membuat David teringat dengan Gabriel, biasanya mereka rebutan telur yang tinggal sebutir untuk di masak bareng mie dan akhirnya di bagi dua, David bagian kuningnya dan Gabriel bagian putihnya.

"Dek?" Panggilan Bara membuat David kembali ke realita.

"Itu loh airnya udah mendidih, mau di masukin mie nya dulu apa telurnya dulu?" Tanya Bara sembari mengusap pelan surai adiknya.

"Eh? Mie nya aja dulu." Sahut David lirih, ia masih malu-malu untuk berbicara dengan keluarga barunya kecuali Ansel.

Bara hanya tersenyum menanggapi, Bara paham jika adiknya masih perlu banyak adaptasi, hati Bara terasa sakit melihat wajah lugu David, ia tak bisa membayangkan bagaimana sulitnya David saat mengetahui ternyata selama ini ia hidup bukan dengan keluarga kandungnya, beruntung keluarga lama David bukanlah orang jahat dan membesarkan David penuh kasih sayang, lain waktu Bara akan meminta tutorial mendekati David pada Gabriel, karena Gabriel lebih paham segalanya tentang David, mengingat hal itu membuat Bara merasa sedih.

Mendapat senggolan kecil membuat Bara tersadar dari lamunannya, menoleh pada David yang menyentuhnya dengan menggunakan ujung jarinya.

"Kenapa?" Tanya Bara.

"Jangan ngelamun, rumah gede gini banyak setan." Jawab David dengan berbisik.

"Gemes banget sih dek." Sahut Bara sembari mencubit pipi David dengan gemas, membuat sang empu mengaduh kesakitan.

Keasikan mereka terjeda lantaran kedatangan Ansel dengan nafasnya yang tersengal-sengal.

"Nih jajan jangan ngambek lagi." Ujar Ansel sembari menyodorkan sekantung plastik besar jajanan pada David.

David menerimanya dan tersenyum paksa pada Ansel, walaupun senyumnya tak ikhlas tapi David sudah tak lagi marah pada Ansel karena Ansel juga tak sepenuhnya salah, dan so kembar berakhir damai, tanpa memikirkan Bara yang kebingungan di tempatnya.

***
See u next chapter guyss
Jangan lupa vote dan komen
감사합니다



Pliss minimal vote ya kalo ngga komen, soalnya...

Rumah untuk pulang? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang