***
Sudah satu minggu lamanya David tinggal di rumah barunya, semuanya sangat terasa berbeda dengan suasana rumahnya yang lama, David merasa kesepian di rumah yang sebesar itu, walaupun hidup penuh kecukupan namun David merasa ingin kembali ke rumah lamanya, David merindukan teriakan Gabriel, merindukan rengekan Aiden dan sangat-sangat merindukan pelukan hangat bundanya.
David berjalan lunglai menuju balkon yang tak jauh dari kamarnya, membawa gitar milik Ansel untuk di mainkannya.
Memetik senar gitar hingga menghasilkan nada yang di inginkannya.
"Mungkinkah Mungkinkah.. mungkinkah......" David memulainya dengan memejamkan matanya, suaranya yang merdu mengalun indah di keheningan malam.
"Kau mampir hari ini.."
"Bila tidak mirip kau... jadilah bunga Matahari..."
"Yang tiba-tiba mekar di taman..."
"Meski bicara dengan bahasa tumbuhan..."
"Ceritakan padaku.."
"Bagaimana tempat tinggal mu yang baru.."
"Adakah sungai sungai itu benar benar...
Dilintasi dengan air susu???""Juga badanmu tak sakit sakit lagi.."
"Kau dan orang orang di sana muda lagi..."
"Semua pertanyaan.."
"Temukan jawaban..."
"Hati yang gembira sering kau tertawa..."
"Benarkah orang bilang ia memang suka bercanda.."
_Gala Bunga Matahari by Sal Priadi_
David tak kuat lagi untuk menyelesaikan nyanyiannya, air matanya mengalir begitu saja, teringat sosok ayah yang pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya, meski David bukan anak kandungnya tak pernah sekalipun mendiang ayahnya membedakan antara ia dan kedua saudaranya.
"Ayah.. maafin David ngga tepatin janji buat bantu bang iel buat jagain bunda sama Aiden.."
David menatap langit malam yang di hiasi bintang-bintang dengan air mata yang masih mengalir, ia merindukan ayahnya tanpa tahu jika papanya tengah menatapnya di balik pintu kaca yang menghalangi jarak di antara mereka.
"Maaf Dav, maafin papa."
***
Bara menemui Gabriel ke kantornya saat jam kerja Gabriel selesai, Bara mengikuti motor Gabriel di depannya, Bara meminta pertemuan di cafenya karena ada hal yang ingin di bicarakan dengan Gabriel.Sesampainya di cafe mereka segera menuju tempat yang sering mereka gunakan.
"Jadi apa yang mau di bicarain?" Tanya Gabriel begitu mereka telah duduk dengan tenang.
"Deketin David susah banget ya.. " Ujar Bara langsung pada intinya.
"Engga kok, dia belum terbiasa aja sama kalian, jangan di paksa ya." Jawab Gabriel dengan senyum tipis di bibirnya.
"David sukanya apa?" Tanya Bara excited.
"Suka Sinchan, kuning telur, suka tidur, suka ayam pedas manis, suka martabak yang di jual depan sekolahnya dan banyak hal lagi, soal makanan David ngga pernah pilih-pilih." Jawab Gabriel, tangannya mengepal kuat di bawah meja, menahan agar ia tak menangis.
"El bisa ngga lo bilang ke adek lo buat ngga telfon David terus? Udah banyak waktu buat kalian nikmatin waktu bareng kan, tolong dong kasih kita waktu juga buat deket sama David." Ujar Bara membuat emosi dalam diri Gabriel terpancing.
Brakk..
Dengan sekuat tenaga Gabriel menggebrak meja di depannya, menatap tajam Bara yang juga tengah menatapnya.
"Jangan egois, biar bagaimanapun David itu adik gue dan kakak bagi Aiden, walaupun sekarang David ada di rumah lo dan David itu adik lo ga akan merubah apapun dalam hubungan persaudaraan kita." Gabriel melangkah dengan emosinya meninggalkan Bara, namun sebelum jauh Gabriel berhenti di tempatnya.
"Jangan pernah nanyain apapun lagi ke gue tentang David, kalo mau deket sama David tanya aja ke David apa yang dia suka." Ujar Gabriel sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan Bara.
Bara mengsuak kasar rambutnya hingga berantakan, ia bukan bermaksud untuk menyakiti siapapun namun ternyata ia salah sama melangkah.
"Sorry El gue ngga pernah tau kalo emang lo sesayang itu sama David." Ujar Bara lirih sembari menatap punggung Gabriel yang semakin menjauh.
Pengunjung cafe maupun pegawai di sana tak ada satupun yang berani menegur ataupun sekedar bertanya pada Bara.
***
David menuruni tangga ketika tangisnya telah mereda, ternyata menangis bikin ia lapar, berjalan dengan langkah ringan David menuju dapur untuk mencari sesuatu yang bisa ia makan."Papa?" David terheran-heran ketika melihat papanya berada di dapur, dengan baju yang di gulung sampai lengan dan jas yang telah tersampir di kursi dapur.
"Sini Dav, papa lagi masak ayam, kamu suka ayam kan?" Tanya Alex dengan lembut, Alex bisa melihat dengan jelas jejak air mata di pipi David namun ia tak ingin menanyakan hal apapun yang bisa saja membuat David merasa bersedih kembali.
"Emang papa bisa masak?" Tanya David ragu-ragu.
"Bisa dong, tapi pakek bumbu instan." Jawab Alex membuat David tertawa, tawa tanpa paksaan membuat Alex ikut tertawa.
"Widih rame-rame ada apa nih?" Tanya Ansel yang tiba-tiba saja menimbrung, ia datang dari pintu belakang entah darimana ia berasal tiba-tiba saja ia muncul.
"Ternak ayam." Jawab David ngawur, sebenarnya ia kesal melihat Ansel, karena tadi saat siang Ansel meninggalkan David sendirian di supermarket.
"Oh iya Pit, nih gue ada anak kucing buat lo." Ujar Ansel sembari mengeluarkan anak kucing dari saku jaketnya.
David langsung berbinar melihat kucing kecil nan mungil di tangan Ansel, buru-buru ia mengambilnya dan menciuminya.
"Pit itu dadi selokan!" Ujar Ansel membuat David buru-buru melepaskan anak kucing di tangannya, beruntung dengan cepat Alex menangkap kucing kecil tak berdosa itu.
"Heh kalian ini anak kucing di buat mainan." Tegur Alex membuat si kembar menciut.
"Maaf pa, tapi itu ayamnya gosong." Sahut David lirih, jari lentiknya menunjuk pada ayam goreng yang telah berwarna hitam di penggorengan.
Kerusuhan kembali terjadi di dapur mereka, mendadak Alex lupa cara mematikan kompor dan malah melempar anak kucing yang tadi di selamatkannya, beruntungnya lagi si anak kucing dapat di tangkap oleh David selagi papa dan kembarannya sibuk mematikan kompor.
Anak kucing bilek "aku salah apa ya kackkk!!???"
***
See u next chapter guyss
Jangan lupa vote dan komen
감사합니다AYO VOTE DAN KOMEN
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah untuk pulang? [END]
Fanfiction"pulang itu ke rumah kan?" -David Start [31-05-2024] End [31-01-2025]