BAB 4 : Jeritan yang Tak Terlihat

15 4 6
                                    

Alan terisak di dapur indekos, air matanya mengalir deras membasahi pipinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alan terisak di dapur indekos, air matanya mengalir deras membasahi pipinya. Ia tidak percaya bahwa sang ibu yang beberapa hari lalu masih sehat-sehat saja, kini terbaring lemah di rumah sakit. Yudha yang berada di sampingnya hanya bisa diam, berusaha menenangkan Alan dengan mengelus bahunya.

"Tenanglah, Lan. Ibumu pasti baik-baik saja," kata Yudha dengan suara lembut.

Ia tahu bahwa kata-katanya ini mungkin terdengar klise, namun ia ingin memberikan sedikit harapan kepada Alan yang sedang dilanda kepanikan dan kesedihan.

Alan menggelengkan kepalanya, masih tidak bisa menerima kenyataan pahit ini. Ia meneguk teh hangat yang diberikan Yudha, berusaha menenangkan tenggorokannya yang kering. Rasa pahit teh bercampur dengan rasa kecemasan di dalam dirinya.

"Aku ingin ke rumah sakit sekarang," kata Alan dengan suara bergetar.

Yudha mengangguk,"Ayo, aku antar. Aku akan mengirimkan pesan kalau kita izin tidak berkuliah."

Mereka berdua pun bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. Yudha membantu Alan mengenakan jaket dan mengambil tasnya. Mereka berdua keluar dari indekos dengan hati yang penuh rasa khawatir.

Di perjalanan menuju rumah sakit, Alan terus menceritakan tentang sang ibu. Ia menceritakan betapa ibu adalah orang yang paling menyayanginya, dan betapa ia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa sang ibu. Namun, ada yang aneh. Semua kejadian buruk ini terjadi persis sehari setelah novel Alan diterima. Yudha berusaha berpikir positif jika ibu Alan mengalami sakit bukan karena kejadian ini.

Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menuju ruang rawat sang ibu. Di sana, mereka melihat sang ibu terbaring lemah di atas ranjang, dengan wajah yang pucat pasi. Seorang dokter sedang memeriksanya.

Setelah dokter mengizinkan mendekat, Alan langsung memeluk sang ibu dengan erat, air matanya menetes membasahi pipinya. Yudha pun ikut merasakan kesedihan Alan. Dokter menjelaskan kepada Alan dan Yudha tentang kondisi sang ibu. Ia mengatakan bahwa sang ibu mengalami penyakit serius dan membutuhkan perawatan intensif. Alan terduduk lemas di kursi, hatinya hancur mendengar kenyataan pahit ini. Yudha menggenggam tangan Alan erat-erat, memberikan kekuatan untuk sahabatnya itu.

"Dokter, jika boleh tahu, sejak kapan ya ... Mama jatuh sakit?" tanya Yudha mewakili perasaan Alan yang masih diliputi kebingungan dan kekhawatiran.

Dokter yang baru selesai memeriksa sang ibu menjawab dengan raut wajah serius. "Berdasarkan hasil pemeriksaan, pasien sudah mengalami penyakit ini sejak dua hari yang lalu. Sayangnya, baru hari ini beliau diantar ke rumah sakit."

Yudha terdiam sejenak, berusaha mencerna informasi yang baru saja didengarnya. Bagaimana mungkin? Dua hari yang lalu, Alan baru saja menerima kabar gembira bahwa naskah novelnya diterima oleh penerbit. Masa iya, di tengah kebahagiaan itu, sang ibu justru jatuh sakit?

"Baiklah, Dokter. Terima kasih banyak atas informasinya," kata Yudha dengan suara pelan.

Dokter mengangguk dan pamit untuk kembali dengan obat yang dibutuhkan pasien. "Jika pasien bangun, kamu bisa memanggil saya atau perawat jaga," pesannya sebelum keluar dari ruangan.

Terjebak [Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang